Dinding Klinik Gangguan Dengar – Bicara Bayi – Anak T.O.A Jala Puspa RSPAL dr. Ramelan di Surabaya Jadi Sarana Informasi, Edukasi, Motivasi yang Unik (1) Bersambung

Surabaya-Menaramadinah.com Senin, 30 Januari 2023. Mengajarkan sejarah lewat karya Lukisan Cekakik.

Sekelompok Lukisan Cekakik yang ditata rapi dan apik di dinding sebuah lorong gedung klinik T.O.A Jala Puspa RSPAL dr. Ramelan di Surabaya, salah satu nya ada yang memuat cerita ‘Legenda Gendam Asmaradana’.

Serat Babad Kadhiri, Anggitanipun Mas Ngabehi Poerbawidjaja, Mas Ngabehi Mangoenwidjaja, yang diterbitkan oleh Boekhandel Tan Khoen Swie pada tahun 1932.
Buku tersebut ditulis dengan bahasa Jawa dan huruf Jawa.

Sekarang sudah diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia dan ditulis dengan Huruf Latin oleh Siti Halimah Soepamo, Penerbit Boekhandel Tan Khoen Swie Kediri tahun 2006.
Didalam buku Serat Babad Kadhiri tersebut ada bagian yang mengkisahkan tentang Gendam Asmaradana, dibawah ini kisahnya:

Dikisahkan ketika Adipati Panjer pertama memerintah di Panjer, Sang Adipati mempunyai kegemaran menyabung ayam. Pada suatu hari ketika di pendapa permainan sabung ayam, banyak orang menonton permainan itu. Saat itu ada seorang penyabung ayam bernama Gendam Asmaradana ikut menonton bersama-sama orang banyak. Ia berasal dari Desa Jalas.

Raut muka Gendam Asmaradana sangat tampan, gagah, berkulit kuning langsat dan dia adalah pemuda paling tampan di seluruh negeri, selalu berpakaian rapi serta indah. Dia memang orang berada atau kaya raya.

Karena wajahnya seperti Dewa Kamajaya itulah maka wanita di seluruh negeri banyak yang tergila-gila dan melamar ingin diperistri oleh Gendam Asmaradana.

Mereka menyerahkan kekayaanya antara lain intan permata, logam emas dan perak yang dibentuk atau dijadikan bermacam-macam perhiasan. Seluruh miliknya diserahkan kepada Gendam Asmaradana. Karena itulah Gendam Asmaradana hidupnya cukup bahkan berlebih-lebihan tidak kekurangan suatu apapun.

Seperti sudah diceritakan di atas, Gendam Asmaradana ikut melihat permainan menyabung ayam. Gendam Asmaradana maju lalu duduk di muka. Sang Adipati duduk bersanding dengan nyonya Adipati.

Ketika Nyai Adipati melihat ketampanan Gendam Asmaradana, darahnya mengalir deras dan langsung jatuh cinta kepada sang perjaka. Ia lupa bahwa dia sedang duduk bersanding dengan Ki Adipati Panjer. Pandangan nya selalu tertuju kepada Gendam Asmaradana.

Sang Adipati tahu dan mengerti bahwa hati istri nya sangat tertarik kepada ketampanan wajah Gendam Asmaradana. Dia sangat marah lalu mengambil kerisnya. Keris itu langsung ditusukkan ke dada lelaki yang menarik perhatian istri nya. Gendam Asmaradana terkejut dan ter lonjak. Seketika itu juga dia berusaha membela diri dengan mencabut pedang dari sarungnya. Senjata itu di bacok kan ke pinggang Sang Adipati. Darah segar mengalir dari lukanya. Adipati Panjer lari ke sumber atau mata air miliknya, ‘sendang Kasan’. Mata air itu mempunyai khasiat dapat menyembuhkan luka-luka. Sebelum sampai ke tempat tujuan, Gendam Asmaradana lari menyusul musuhnya sambil teriak, “Hoi, jangan lari, kalau anda memang berwatak kasatria berhentilah, jangan lari”.

Sang Adipati setelah tahu bahwa ia dikejar dan ditantang oleh Gendam Asmaradana lalu berhenti. Tetapi tak lama kemudian dia roboh dan langsung mangkat (meninggal dunia).

Ketika Gendam Asmaradana melihat Sang Adipati mangkat, ia lari dan dikejar oleh orang banyak. Ia lari menuju ke rumahnya, tetapi masih terus di kejar. Asmaradana lalu lari lagi ke arah mata air di telaga Kalasan dan langsung melompat menceburkan dirinya ke dalam telaga tersebut. Walaupun sudah masuk ke dalam air telaga, dia masih dikejar juga oleh pengikut Adipati Panjer. Seluruh dasar telaga diselami dan diaduk untuk mencari Asmaradana. Namun yang dicari tidak juga diketemukan. Mungkin Gendam Asmaradana menjadi siluman atau ‘demit’ di telaga Kalasan. Orang-orang lalu bubar. Nur Habib.