Aktivis BBHAR Prihatin Terhadap Perundungan Anak di SMP 1 Genteng

Banyuwangi, 9/06/22-Berita santer tentang kasus perundungan anak yang terjadi di SMP 1 Genteng, Banyuwangi, beberapa hari yang lalu itu membuat aktivis BBHAR (Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat) harus ikut berkomentar. Kasus langka itu terjadi karena (menurut  pengakuan) dilakukan oleh seorang kepala sekolah terhadap siswanya sendiri.

“…prihatin, sungguh saya prihatin, ucap M. Iqbal, S.H., M.H., ketua organisasi  sayap PDIP itu. Harigini kok ada tindakan tidak patut dari seorang yang seharusnya paham terhadap hal yang ‘tabu’ dilakukan di lembaga yang dipimpinnya itu”.
Hasil info di lapang didapat kabar bahwasanya di mana Kasek SDQ ini tertugas selalu ada korban perundungan anak. Kalau benar informasi itu, bisa jadi beliau punya ‘tabiat’ menyimpang atau karena faktor lain yang membuat kebiasaan ‘ringan tangan’ itu dilakukan.  “…para guru yang dipimpin oleh oknum  itu sebenarnya sadar melihat tindakan tidak wajar harusnya dihindari, tetapi lagi-lagi oknum Kasek SDK itu menunjukkan pribadi yang kuat. Beliau itu ada di Ormas keagamaan, ada di garis link politik yang hari ini berkuasa, ada di belakang orang kuat di Kabupaten. Jadi kami enggan untuk mengingatkan, ujar seorang guru yang tidak berkenan disebut namanya”.
Kembali pengacara muda dari Peradi Cabang Banyuwangi Ikbal, S.H., M.H. mengatakan bahwa “perundungan itu apa pun bentuknya pisik, verbal, sosial, seks ataupun dalam media sosial elektronik antarsesama siswa, siswa terhadap guru atau sebaliknya adalah tindakan melanggar hukum. Setidaknya (jika pelakunya guru tehadap siswanya) melanggar hukum di lingkungan profesi. Maka berat-ringannya hukuman berdasarkan fatwa atau rekomendasi para pihak yang berkewenangan.

Pemerintah daerah sampai pusat punya lembaga perlindungan anak dan perempuan (Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak daerah, KPPAD), PGRI sebagai organisasi profesi guru tentu juga punya semacam ‘Dewan Kehormatan Profesi’ untuk menjaga kode etik profesi guru.

Selanjutnya hasil rekomendasi dari pihak berwenang itu diteruskan oleh dinas di mana oknum itu bertugas dalam hal ini dinas pendidikan. Ada dua ancaman hukum bagi oknum ASN seperti itu, ujar Iqbal, bisa ke ranah pidana, bisa ke ranah administrasi menurut aturan kepegawaian. Terserah mana yang relewan untuk diambil keputusan. Hukuman harus berjalan sebagai pembelajaran bagi diri oknum dan juga bagi semuanya”.
Diketahui menurut pengakuan oknum itu (sumber koran elektronik berita9), kesal dengan siswanya yang tidak menghormati beliau saat di depan kelas (mungkin mengisi jam kosong atau keperluan lain karena Kasek itu tidak memiliki jadwal mengajar). Ditampar sekalipun tidak keras, terus disuruh menulis namanya di papan lanjut disuruh menghapus dengan pipinya. “…ini penistaan, merendahkan martabat manusia, mempermalukan di depan kawan-kawannya. Inilah perundungan atau bullying itu, kembali Ikbal menegaskan.

Tidak bahaya memang dari sisi pisik. Tetapi dari sisi psikis serta dari pandangan nilai-nilai kemanusiaan dan sosial itu sebuah pelanggaran berat, apalagi dilakukan oleh seorang yang seharusnya menjadi model atau teladan di lingkungan lembaga yang dipimpinnya. Ini yang membuat aku prihatin, ujar alumni FH Universitas Jember seraya mengakhiri interaktif dengan awak media”.
Husnu Mufid, Jurnalis Menaramadinah.com