HARGAILAH GURUMU

Oleh: Musthofa Zuhri
( Mamad MTsN 8 Jember).

Saya teringat dengan guru saya, ketika beliau memberi wejangan “kalian boleh tak HARGAI saya, namun HARGAILAH gurumu, karena aku dan kalian bukanlah murid dan guru, namun kita adalah sahabat” ujar guru saya.

Sebut saja, pak usman, kang hanif, kang isrof , kang Su’udi melakukan pengemblengan bathin lewat laku bathin tirakat . Sesekali bercanda main petak umpet , bencet, gulat dan permainan anak desa secara bersama sama.

Masih teringat dalam ingatan saya, mereka benar benar luar biasa dalam melakukan penanam kerja sama tim dalam “acara gendok bareng”.

Itu dilakukan sehabis mengaji tajwid dan kitab sulam safinah. Fiqih dasar bagi penanaman nilai nilai luhur agama.

Doktrin dasar yang tertanam di jiwa saya begitu kuat meski apa yang disampaikan amatlah sederhana.

ibuku pun memperkuat dengan kata kata penting, “tak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat mengambil manfaatnya bila tidak mau menghormati ilmu dan gurumu”ujarnya suatu ketika , tatkala melihat komunikasi dan pergaulan yang kami cipta .

Akhirnya disodorkan lah sebuah kitab ta’lim yang mengatur cara berkomunikasi dengan guru.

Yang aku sendiri mulai memahami apa yang harus aku lakukan . Ku baca isinya dan kutemukan beberapa pokok yang Ku baca dalam kitab itu.

Misalnya, Sosok murid “tidak boleh berjalan di depan gurunya, tidak duduk di tempat yang diduduki gurunya, bila dihadapan gurunya tidak memulai pembicaraan kecuali ada izinnya. Janganlah terlalu banyak bicara di hadapan guru, tidak menanyainya dalam keadaan yang lelah atau bosan, perhatikan waktunya, tidak mengganggunya di rumahnya.

Yang pada prinsipnya sosok murid haruslah mencari keridhoaan dari gurunya. Jangan menyakiti hati guru.

Karena jika itu dikakukan menyebabkan ilmu tidak dapat berkah.

Maka di era 80 an, kami diajarkan untuk sopan santun.Bukan soal teori , namun praktek, langsung . Kalau ada kekeliruan kecil , ada doding , semacam bambu yg di sudah di anyam sedemikian rupa di gunakan untuk nyamblek ketika kami ada kekeliruan kecil .

Tak hanya soal penghargaan setinggi tingginya pada sosok guru, tentang penghargaan pada “buku”pun tak luput dari etik dan estetik .

Etik jelas, bahwa buku tak boleh dilipat , ,memegang buku harus wudlu , dalam keadaan suci.

“Biar gampang nangkep ilmu yang dibaca dalam buku” ujar kiai syamsudin suatu ketika. Guru ngaji saya dalam bidang membaca Alquran

Karena Ilmu itu adalah cahaya, sedangkan wudhu juga cahaya. Cahaya ilmu tidak akan bertambah kecuali dengan berwudhu”tandas beliau.

Penghargaan pada buku bacaan amatlah penting. Secara etik juga buku tidak boleh diletakkan di dekat kaki ketika bersila, buku buku harus disusun dalam Rak buku, tak boleh meletakkan nya di atas buku-buku lain juga tidak meletakkan apa pun di atas buku. Kecuali kalau ia tidak berniat meremehkan.

Secara estetika , buku harus diberi sampul yang baik. Dan dengan segenap rasa penghormatan setinggi tingginya pada buku. menulis kalimat yang baik ditulisan di dalam buku. Jangan terlalu kecil sehingga sulit dibaca. Sebaiknya tidak menggunakan tinta warna merah dalam menulis,

Etika lain adalah dengan menghormati teman. Biasanya dalam satu kamar.

Belajar harus pada orang yang benar , yakni orang yang mengajarnya yang kita kenal dengan guru.

Kenapa harus pada guru? Tak lain dan tak bukan , biar runtut nilai ilmu yg didapat . Bahasa lain agar sanad nya jelas.

Murid tidak boleh sembarangan memilih ilmu, tapi diserahkan kepada gurunya. Belajar apapun harus dikawal guru yang jelas .

Karena gurunya biasanya lebih tahu dengan yang terbaik bagi muridnya tersebut.

Guru tahu arah dan kemampuan para murid.

Perilaku dan ucapan jorok bukanlah kebiasaan murid.
Ilmu adalah musuh bagi orang orang yang congkak.

Dari semua hal diatas , adalah kalimat riyadhoh, poso , tirakat dan dzikir amatlah penting . Karena prilaku akan terbentuk dengan kekuatan tirakat . Laku bathin .

Yeach…itu dulu , ketika aku masih kecil . Dan entah suasana itu apa masih berlaku bagi para sahabat saya yang sekarang mengenyam di bangku sekolah.

Oh ya…dulu , saya paling suka ” menyiapkan sandal dan bakiak guru saya” sampai harus dahulu dahulukan sampai harus rela antri nyanggong .hehehe..

Adakah itu masih ada?..

Wallahu a’lamu bishowab