Tradisi Kupatan Durenan yang Melegenda

Kediri-Menara Madinah. Com. Senin Kliwon, 09 Mei 2022, ‘Nglencer Riyoyo Kupat’ di Dsn. Telan, Ds. Ngadisuko, Kec. Surenan, Kab. Trenggalek. Penulis dan Rombongan Keluarga Besar, setiap hari raya ke 7, atau yang lazim disebut ‘riyoyo kupat’ selalu nglencer/silaturrohim dan sowan kepada para leluhur keluarga istri penulis.

Berangkat dari Dsn. Sumber Gayam, Ds.Kepung, Kec. Kepung, Kab. Kediri, dengan berkendara mobil ALF sejumlah 23 orang, 19 dewasa, 4 anak-anak, laki-laki 21 orang dan 22 perempuan. Berangkat jam 07.00, sampai di tujuan jam 09.00. Perjalanan cukup lancar.

Menurut keterangan salah satu sesepuh Dsn. Telan, Kang Fanani menjelaskan bahwa tradisi kupatan yang di berkembang sampai saat ini sudah melampaui empat(4) generasi, pada awalnya pelopornya dikenal dengan sebuta Mbah Mesir yang bertempat tinggal di Ds. Durenan yang sekarang menjadi ibu kota Kecamatan Durenan, adalah seorang ulama dan kiyai yang menyebarkan Agama Islam. Mbah Mesir dalam perjuangan menggiarkan/dakwah Islam mengalami banyak tantangan, diantaranya banyak masyarakat yang belum bisa menerima dakwah Mbah Mesir.

“Setiap hari Raya Ke Tujuh, Mbah Mesir mendatangkan kesenian Dadak Merak, atau reog Ponorogo, maka banyak orang atau warga masyarakat yang datang dan melihat” kata Fanani lebih lanjut.

Upaya Mbah Mesir untuk berdakwah lewat ‘kupatan’ lambat laun bisa diterima kalayak luas, melalui seni dadak tersebut.

“Alhamdulillah, tradisi ‘kupatan’ Mbah Mesir sampai saat ini bisa lestari dari generasi ke generasi kita” imbuh Fanani.
Tradisi kupatan di Durenan dan sekitar adalah nglencer saling minta maaf, masyarakat sehari di akhir hari raya idul fitri, selain suguhan jajan yang khas adalah di setiap rumah ada suguhan makan ketupat dengan lauk-pauk ayam lodok dg bumbu cabe merah yang sangat pedas.

[9/5 13.16] Nur Habib: Fanani juga menjelaskan bahwa ayah dari Mbah Mesir adalah Mbah Yahudo dari Kabupaten Pacitan.
“Mbah Yahudo di makamkan di Nglirok, Ds. Nogosari” pungkasnya.
Masyarakat Durenan dan sekitar nya masih banyak yang zaroh ke kuburan Mbah Yahudo di Pacitan.

Tradisi Kupatan diawali oleh Mbah Mesir dari Ds. Durenan, sampai saat ini sudah empat generasi yaitu: 1). Mbah Mesir (pencetus), 2). Mbah Mahyin (penerus), 3). Mbah H. Muhtar Nawawi (penerus), 4. Mbah Abdul Jalil(penerus), 5. Mbah Ibnu Hajar(penerus, adik dari Mbah Abdul Jalil).

Pengalaman riyayan kupat di Durenan ini bagi generasi milenia antara lain Yohral, Dilta, dan Doni, mereka menyatakan bahwa tradisi kupatan ini sangat menarik karena sangat meriah, ramai dan suasana alamnya indah dan udaranya segar. Pendapat dan pengakuan mereka yang sangat menarik adalah bahwa tradisi kupatan ini sangat baik dan harus dilestarikan, sebab oleh Islam memerlukan syiar.

Tradisi kupatan yang diawali Mbah Mesir ini adalah salah satu bentuk dan wujud syiar Islam yang indah, ramah dan penuh dengan nilai ukuwah Islam khas Nusantara.
Nur Habib mengabarkan.