Pengaruh Metode Bercerita Dalam Pendidikan Seks Terhadap Pemahaman Penghindaran Kekerasan Seksual Pada Anak Usia Dini di TK ABA I Mancilan Mojoagung Jombang

Oleh: Eka Sri Cahyani.

Tulisan ini merupakan riset penelitian kami sebagai tugas akhir di program studi PIAUD FTK UINSA Surabaya.

 

Tingginya kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak di bawah umur membuat banyak orang merasa prihatin. Maraknya kasus tersebut seharusnya membuat banyak orang agar lebih waspada untuk menjaga anak-anak dari bahaya predator seksual.

Beberapa kasus kekerasan seksual kebanyakan dilakukan oleh orang-orang terdekat. Bahkan beberapa waktu yang lalu muncul pemberitaan kasus kekerasan seksual yang terjadi pada salah satu sekolah di Indonesia Hal tersebut menambah kekhawatiran orang tua karena sekolah yang dianggap sebagai tempat yang aman menjadi tempat yang menakutkan dengan adanya kasus tersebut.

Fakta yang sering dijumpai adalah anak yang tidak mengetahui bahwa mereka sedang mengalami kekerasan seksual. Hal itu bisa terjadi karena anak belum mengetahui apa saja yang termasuk dalam kekerasan seksual. Sehingga ketika anak mengalami kejadian tersebut anak tidak mampu menolak dan melaporkan pada orang terdekat karena adanya
ancaman.

Salah satu cara agar anak dapat mengetahui bahaya ancaman kekerasan seksual adalah dengan mengenalkannya tentang pendidikan seks. Pendidikan seks dapat diberikan kepada anak secara bertahap sesuai dengan tingkat usianya.

Namun, sebagian besar orang berpendapat bahwa anak usia dini masih belum bisa dikenalkan tentang pendidikan seks karena secara harfiah, pendidikan seks memiliki arti ‘jenis kelamin’ (Kurnia & Tjandra, 2012, hlm. 9). Beberapa orang menganggap bahwa materi pendidikan seks hanya membahas tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan saja.

Padahal banyak sekali materi pendidikan seks yang bermanfaat dan bisa dikenalkan kepada anak usia dini seperti cara merawat dan fungsi dari anggota tubuh, perbedaan laki-laki dan perempuan hingga yang paling penting adalah cara menjaga diri dari kejahatan dan kekerasan seksual.

Menurut Haffners pendidikan seks secara lengkap diartikan sebagai penyampaian informasi yang di dalamnya membahas mengenai sebuah proses kehidupan yang panjang, kepercayaan, nilai-nilai tentang identitas, hubungan, pembentukan sebuah sikap, dan hubungan intim. Pendidikan seksual fokus kepada perkembangan seksualitas, kesehatan reproduksi, tingkah laku dan peran gender (Emmanuel Haryono dkk., 2018, hlm. 26).

Berdasarkan kasus kekerasan yang terjadi di beberapa sekolah terutama jenjang PAUD membuat salah satu sekolah di Kota Jombang yaitu TK Aisyiah Bustanul Athfal I Mancilan, Mojoagung, Jombang memberikan pendidikan seks pada anak usia dini untuk mengantisipasi adanya kasus kekerasan seksual yang bisa saja berpotensi terjadi kembali.

Pada pelaksanaannya materi yang diajarkan berupa perbedaan cara berpakaian menurut gender dan fungsi anggota tubuh tetapi masih belum begitu luas hingga tahap mengenalkan pendidikan seks untuk menghindarkan diri dari kejahatan seksual.

Penelitian dilakukan dengan tujuan memperluas materi tersebut namun menggunakan metode pembelajaran yang lebih interaktif yaitu metode bercerita. Sehingga rumusan masalah yang digunakan dalam penelitian adalah “Bagaimana pengaruh pendidikan seks dengan metode bercerita terhadap pemahaman penghindaran kekerasan seksual pada anak usia dini di TK Aisyiyah Bustanul Athfal I (ABA I) Mancilan Mojoagung Jombang?”
Metode bercerita menjadi salah satu metode yang digunakan pada pembelajaran anak usia dini karena sifatnya yang interaktif.

Pendidikan seks dikemas dalam bentuk cerita agar anak usia dini dapat lebih paham dan mengenal lebih dalam tentang apa saja yang ada dalam dirinya. Berikut materi pendidikan seks sekaligus instrumen penelitian sebagai acuan menggunakan teori dari Alya Andika dalam bukunya yang berjudul “Bicara Seks Bersama Anak”(Andika, 2010) untuk melihat tingkat pemahaman cara menghindarkan diri dari kekerasan seksual:
1. Memberikan penjelasan sentuhan boleh dan tidak boleh
2. Menjaga diri dengan menolak ajakan dan pemberian barang dari orang yang tidak dikenal
3. Mampu menolak dan berteriak jika orang lain mencoba menyentuh tubuhnya
4. Membiasakan anak memilih pakaian yang sopan
5. Memberikan pembiasaan agar selalu ganti baju di tempat yang tertutup. Karena sering ditemui anak-anak dibiarkan ganti baju di tempat yang terbuka dengan alasan masih kecil
6. Menjaga komunikasi antara orang tua dan anak dengan selalu mengatakan aktivitas apa saja yang dilakukan dan terbiasa meminta izin terlebih dahulu kepada orang tua jika anak hendak beraktivitas agar orang tua mengetahui di mana dan dengan siapa anak bermain
7. Memberikan anak penjelasan bahwa hanya orang tua yang dapat menggantikan pakaian dan dokter saja yang melihat bagian tubuhnya. Itupun dengan pengawasan orang tua
8. Mengajarkan anak tentang toilet training dengan baik seperti tidak buang air kecil sembarangan
9. Bagi umat islam, mengajarkan anak-anak tentang aurat sejak dini juga langkah awal agar anak terbiasa menerapkannya dan diharapkan terbiasa hingga dewasa
10. Mengajarkan anak tentang rasa malu jika menggunakan pakaian yang terbuka dan melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama

Beberapa materi di atas merupakan bukti bahwa pendidikan seks tidak hanya membahas tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan. Namun juga mengajarkan bagaimana cara menghindarkan diri dari kekerasan seksual.
Materi tersebut dikemas menggunakan metode bercerita. Ketika cerita dibacakan kepada anak, guru bisa menggunakan media lain seperti buku maupun boneka. Melalui metode tersebut pemahaman anak tentang cara menghindarkan diri dari kekerasan seksual bisa berkembang karena anak merasa senang dan lebih mudah memahami materi pembelajaran lewat cerita yang interaktif.
Hasil dari eksperimen yang dilakukan menunjukkan bahwa anak-anak di TK ABA I Mancilan Mojoagung Jombang antusias dan dan dapat memahami cara menghindarkan diri dari ancaman kekerasan seksual melalui materi pendidikan seks menggunakan metode bercerita.

Artinya Metode bercerita dalam pendidikan seks berpengaruh positif terhadap pemahaman penghindaran kekerasan seksual pada anak usia dini. Hal tersebut menjadi awal yang baik bahwa pendidikan seks bisa diajarkan kepada anak usia dini sesuai dengan tahapan usianya. Melalui adanya pengenalan pendidikan seks sejak dini sangat diharapkan agar anak-anak bisa mengenali dirinya sendiri dan menjaga diri agar tidak menjadi korban hingga pelaku dari kekerasan seksual.

“Alumni mahasiswi PIAUD FTK UINSA 2002, Mengajar di TK Tahfidzul Qur’an Gayam Mojowarno Jombang, Pembaca setia Menara Madinah com”