
Banyuwangi, menaramadinah.
Panggilan akrabnya Beni (nama KTP Paiman), biasa mangkal di terminal bus Genteng.
Bermodal gitar akustik tua, sejak usia muda arek kelahiran Madiun ini sudah menekuni dunia seni di panggung bus antarkota.
Dengan penampilan sederhana, ayah dari tiga anak itu melantunkan lagu-lagu untuk menghibur para penumpang sekaligus mengharapkan sedekah sekadarnya.
“…alhamdulillah Mas, hasil ngamen bisa untuk menutup kebutuhan dapur dan menyekolahkan anak-anak”, cetusnya. Sambil menghitung hasil ngamen, Beni berkali-kali berucap syukur.
Di luar sangkaan banyak orang, kalau Beni anggota KPJ (komunitas Pengamen Jalanan) ternyata memiliki kesungguhan yang luar biasa terhadap keluarganya. “… keluarga nomor satu Mas, sekalipun pekerjaanku dipandang rendahan oleh orang tetap saya yakini benilai ibadah dan barokah”, optimisnya.
Di mata teman-teman yang menyaksikan perilaku dan kepribadian Beni, dia taat agama. Waktunya shalat, pekerjaanya ditinggalkan menuju ke mushala terminal, menunaikan shalat. Bahkan sering mengajak teman-temannya berjamaah.
“…alhamdulillah Mas, saya dikaruniai tiga anak, mbarep laki-laki. Anak mbarep dan nomor dua sudah lulus sarjana S1. Anak mbarep saya alumni SMA 1 Genteng. Dia lulus S1 Fakultas Teknik Fisika ITS dan nomor dua lulus S1 Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri K.H. Ahmad Sidiq Jember.
Ragil masih kelas IX SMP Negeri 3 Genteng. Semuanya bisa tentu karena pertolongan Allah Swt”, tambahnya.
Cukup Mas dengan modal gitar tua itu, Anda bisa menyekolahkan anak sampai jenjang S1? “…nyatanya bisa. Saya yakin Allah Mahakaya dan anak itu sudah membawa rezeki. Modal yakin dan ikhtiar serta kreatif inshaAllah ada rezeki, ada solusi.
Saat anak mberepku kuliah di Surabaya, kos-nya saya titipkan saudaraku. Saya modali vespa butut, alhamdulillah kuliahnya lancar dan lulus tepat waktu.
Kalau berkunjung anaknya ke Surabaya, Beni selalu membawa gitar kesangannya, terus mengamen sepanjang Banyuwangi sampai Surabaya. Dari satu bus ke bus yang lain. Biaya perjalanan gratis dan dapat uang untuk sangu kuliah anak saya.
Malu itu bukan solusi Mas, semua saya jalani demi masa depan anak-anak saya. Pendidikan bagi saya nomor wahid, agar kemiskinan pada diri saya tidak turun temurun. Anak itu amanah Tuhan, tidak boleh kita sembrono”, tutur Beni mengenang masa lalunya.
“…Sekarang dia sudah bekerja, juga anak kedua saya sudah bekerja, mereka sudah berumah tangga. Mereka InshaAllah tidak miskin… mudah-mudahan hidupnya bahagia”, ujar warga Desa Setail itu penuh optimis.
Semangatnya mendukung pendidikan bagi anak-anaknya, Beni ini, tidak hanya mengandalkan satu pekerjaan saja. Kebutuhan rumah-tangganya dikeroyok bareng dengan istrinya. “…di rumah istri buruh menjahit pakaian, jualan es cincau. Saya juga memelihara ayam, ternak sapi, sebagai cadangan jika memerlukan dana mendadak. Kebutuhan sehari-hari ya memanfaatkan hasil ngamen ini Mas. Tapi ampun Mas… saat pandemi Covid ini, busnya sepi penumpang. Hasilnya minim sekali. Apapun keadaannya pekerjaan ngamen tetap saya jalani.
“… sekarang saya masih harus bekerja keras untuk menyiapkan pendidikan anak ragil. Dia masih duduk di kelas IX. Angan-angannya pingin melanjutkan sekolah seperti kakaknya. Kalau nanti dia sudah lulus, saya rencanakan ikutkan jalur afirmasi dari keluarga miskin. Mudah-mudahan bisa diterima di SMA Negeri 1 Genteng”. Mohon doanya Mas… mudahan-mudahan saya awet sehat”, seraya mengkhiri pembicaraan dengan awak media, dia bergegas menuju bus yang sedang parkir.
Husnu Mufid, Jurnalis Menaramadinah.com