Catatan Drs. Husnu Mufid,M.PdI Sejarawan Surabaya dan Pemred menaramadinah.com.
Panggilan Sholat dari zaman Kerajaan Majapahit hingga sekarang berbeda beda. Khususnya penggunaan medianya untuk mengingatkan umat Islam akan sholat.
Pada zaman Raja Hayam Wuruk suara azan sudah terdengar di lingkungan keraton Majapahit. Yaitu di daerah Troloyo Trowulan Mojopahit. Diawali dengan menabuh bedug dan kentongan. Diatas menara yang murip dengan menara agama Siwa Budha. Tidak jauh berbeda dengan Menara Kudus. Tujuannya agar tidak dilarang oleh umat Siwa Budha agama resmi Majapahit.
Mereka dipimpin oleh Syekh Jumadil Qubro. Jumlahnya umat Islam waktu itu cukup banyak. Mereka bekerja sebagai punggawa kerajaan dan pedagang.
Pada zaman awal berdirinya Kerajaan Demak Bintoro panggilan sholat sudah tidak pakai menara. Bedug dan kentongan ditaruh di lantai serambi masjid. Waktu itu masjid hanya ada tiga yaitu di Demak, Ampel Surabaya, Kesultanan Cirebon.
Begitupula pada zaman kerajaan Pajang, Mataram, Solo dan Jogja panggilan sholat diawali dengan menabuh bedug dan kentongan. Dua alat tersebut berada dilantai serambi masjid.
Menginjak zaman penjajahan Belanda ada pelarangan menabuh bedug dan kentongan. Sehingga Keraton Jogja dan Solo tidak membunyikan kentongan dan bedug. Tapi langsung azan. Alasannya bedug dan ketongan berbau Hindu Budha.
Kemudian 10 tahun sebelum Indonesia Merdeka para santri Tebuireng, Bungah, Tebuwung, Sidoserma, Kempek Cirebon dan santri lainnya berdakwah di kecamatan kecamatan dan desa. Mereka mendirikan masjid dengan mendirikan menara. Mereka Azan diatas menara. Umat Islam merasa senang.
Setelah Indononesia merdeka ada teknologi baru. Yaitu menggunakan pengeras suara jika Azan. Tapi diawali dengan sholawatan dan baca al Qur’an. Tanpa Azan diatas menara. Umat Islam merasa senang dan umat lain tidak terganggu.
Memasuki Zaman Orde Baru dan Reformasi jumlah masjid ada disetiap desa dan kampung. Jumlahnya cukup banyak. Sebelum Azan diawali dengan baca al Qur’an. Tapi bukan dari suara manusia. Tapi dari pengeras suara.
Darisinilah akhirnya timbul pro kontra mengenai pengeras suara itu. Yang dianggap terlalu keras dan dibunyikan satu jam sebelum sholat 5 waktu. Jumlahnya cukup banyak masjid dan mushollah yang mengumandangkan pengeras suara.
Oleh karena itu Kemenag RI 2022 Gus Yahya Staquf mengeluarkan peraturan dan penertiban pengeras suara kemarin. Sehingga muncul ada yang setuju dan tidak setuju.