Ngopi Bareng Bang Pur Bersama PAHAD Ambulu Jember

Jember, Menaramadinah.com-Anggota DPR RI dari Fraksi Golkar H. Muhamad Nur Purnamasidi tidak kenal lelah menyerap aspirasi masyarakat sebagai bagian perwujudan pelaksanaan amanah undang-undang.

Didampingi sang istri Zaim Fidah -meski belum tiba waktu reses- Pria yang karib disapa Bang Pur tetap turun langsung, berkumpul, membersamai para pegiat kebencanaan di WK Kafe, Ambulu Jember, Sabtu (29/01).

Acara ngopi bareng Bang Pur dengan PAHAD Ambulu berlangsung dalam suasana penuh kehangatan. Ditemani secangkir kopi dan makanan ringan, sambil berbincang santai tentang menggiatkan literasi kebencanaan. Meski telah ada Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana sebagai payung hukumnya.

Bang Pur ini sahabat lama saya dan bahkan sudah seperti saudara. Tapi karena beliau sibuk dan saya juga sempat mondar mandir ke luar kota, kita setelah 6 tahun baru bertemu lagi. “sangat merakyat, friendly dan tanggap terhadap aspirasi yang berkembang serta menjadi kebutuhan masyarakat” ungkap Wasis Sasmito mengawali pembicaraan.

Peserta yang hadir nampak antusias dan bersemangat. Salah satunya Arif Uung yang berbagi pengalaman terkait pembentukan Desa Tangguh Bencana (Destana). “Pemahaman tentang manajemen resiko bencana berbasis masyarakat (Community Based Disarter Risk Management) harus menjadi paradigma bersama.” Ungkapnya.

Dalam obrolan, Bang Pur berpandangan urgensi/pentingnya literasi bencana. ” Fungsi literasi bencana harus berorientasi dan menjadi pertimbangan baik bagi Pemerintah Daerah dalam membuat Rencana Tata Ruang Wilayah, para pengembang wilayah, perusahaan dan pengampu kepentingan. Sehingga rencana pembangunan di suatu daerah tidak menyebabkan bencana.

Penting pula dipahami akan potensi bencana di wilayah masing-masing, bagaimana membangun sistem mitigasi bencana.

Lebih lanjut Alumni Fisip Universitas Jember ini menegaskan terkait program pemerintah sebenarnya sudah relatif banyak secara konseptual, tetapi dalam implementasinya, literasi bencana belum menjadi habitat yang mentradisi di masyarakat.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bekerja sama dengan Kemendikbud RI sudah membuat konsep Sekolah Siaga Bencana (SSB). Pada tahun 2010 pemerintah juga pernah mengkampanyekan Sekolah Aman Bencana yang dikemudian hari berkembang menjadi konsep Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB).

Pun demikian dengan Kemensos RI melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.28 tahun 2011 sudah mengeluarkan kebijakan Kampung Siaga Bencana (KSB).

Berbagai program itu dinilai belum berhasil membangun kesadaran massif masyarakat dalam literasi bencana. Padahal itu semua harus menjadi semacam pengarusutamaan, dilakukan secara terus menerus.

“Bukan sekedar program jangka pendek, hanya sekedar membuat modul, bimbingan teknis semata, pemilihan sekolah ataupun kampung percontohan. ” imbuhnya.

Karena itulah, dari komunitas kebencanaan ini perlu dibuat semisal pojok literasi kebencanaan.

“Saya sangat konsen terkait literasi bencana. Siap memfasilitasi, menjadi jembatan penghubung antar pemangku kepentingan.” Secara berkala dan berkesinambungan kita bersama menggiatkan literasi kebencanaan. “Jadikan Jember sebagai Pusat Literasi Bencana.” Pungkasnya.(Om Iyan)