Kematangan Beragama

Oleh : Rizka Yustisia Putri Islami.

Inilah catatan hasil wawancara saya bersama Ustadz Yahya Aziz, Dosen FTK UINSA & Penulis buku TAUBATNYA PESELINGKUH pada hari jumat, 24 desember 2021 tentang kematangan beragama.

Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang lemah dan juga makhluk yang memiliki keterbatasan dalam banyak hal, baik sesuatu yang nampak maupun sesuatu yang tak nampak. Sesuai Firman Allah dalam Al-Qur’an surat An-nisa (4):28
“WAKHULIQOL INSAANU DLOIIFA”
“Dan manusia diciptakan (Allah) dalam kondisi lemah”

Dengan adanya kelemahan dan keterbatasan tersebut, maka manusia membutuhkan agama agar dapat membantu dirinya dalam menghadapi berbagai macam kejadian ataupun masalah dalam kehidupan.

Hampir setiap individu di dunia ini memiliki agama, baik itu agama yang dianut sejak lahir, maupun agama yang dianut setelah melalui proses yang panjang dan berliku-liku dalam kehidupan yang dijalani.

Suatu agama dapat diibaratkan seperti halnya sebuah pelampung. Jika seseorang yang menaiki kapal, kemudian kapal tersebut mengalami kebocoran. Maka seseorang yang memakai pelampung akan aman dibandingkan seseorang yang tidak memakai pelampung.

Sama halnya dengan agama, jika seseorang tidak memiliki agama, maka seseorang tidak memiliki tujuan hidup yang benar, karena setiap agama akan membimbing manusia ke jalan yang baik dan benar.

Kematangan beragama adalah seseorang yang matang dalam beragama bukan hanya memegang teguh paham keagamaan yang dianutnya dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh tangung jawab, melainkan kadang-kadang juga diimbangi dengan pengetahuan keagamaan yang cukup mendalam.

Setiap individu pastilah memiliki kisah perlajanan spiritual yang berbeda-beda, maka tak heran jika tiap individu memiliki tingkat kematangan beragama yang berbeda-beda pula. Kematangan beragama seseorang bisa dilihat dari dua aspek, yaitu aspek teologi dan aspek sosial. Kedua aspek ini bisa disebut dengan hablum minallah dan hablum minannas.

Pertama, jika dipandang dari aspek teologis dapat dilihat dari setiap individu yang telah matang dalam beragama akan konsisten dalam melaksanakan ajaran agamanya dan ikhlas dalam peribadatan terhadap Tuhannya, ia selalu mengevaluasi diri dalam segala peribadatannya agar dapat menemukan kenikmatan penghayatan dan dapat menghadirkan Tuhan dalam peribadatannya.

Secara teologis, orang yang memilliki konsep keagamaan yang matang akan senantiasa bertanggungjawab atas perintah agama sesuai kemampuannya, ia akan selalu berusaha mengharmoniskan hubungan antara dirinya dengan Tuhannya.

Kedua, jika dipandang dari aspek sosial, kita harus berbuat baik kepada orang lain. Dalam Islam, perilaku sosial merupakan salah satu unsur dalam kehidupan bermasyarakat. Kita sebagai makhluk sosial sudah sepantasnya kita berbuat baik kepada orang lain dan saling tolong menolong. Sebagai umat muslim juga diperintah untuk saling bersaudara dan tidak boleh saling bermusuhan, serta saling memahami dan menghormati hak-hak sosial satu sama lain, hal ini perlu kita upayakan dalam konsep Islam Moderat yang tolerir terhadap agama lain seperti menghormati pemeluk agama lain dalam menjalankan ibadah masing-masing misalnya, menyelenggarakan kehidupan beragama yang dinamis dan saling menghargai dalam segi intra maupun antar agama. Seperti itulah gambaran individu dengan tingkat kematangan agama yang tinggi.

Pada level terendah, kematangan beragama seseorang hanyalah sebatas pengakuan akan agama yang dianut tanpa melaksanakan ajaran dan ajuran agama secara komperehensif dan konsisten, dalam level ini, individu menempatkan agama hanya sebagai status sosial saja, atau dalam bahasa yang lebih renyah, tingkat kematangan beragama terendah bagi seseorang adalah seperti halnya Islam KTP yang notabene hanya menjadikan agama sebagai pajangan, bukan teladan.

Berbicara tentang tingkat kematangan beragama seseorang, tentu kita tidak dapat lepas dari perkembangan jiwa manusia. Tingkat keagamaan setiap individu dalam kehidupan tidak dapat disamakan, tergantung dengan kadar iman seseorang.

Seperti halnya konsep perkembangan dalam ilmu psikologi, maka setiap proses yang dialami oleh individu itu tidaklah sama waktunya antar satu sama lain. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.

Pada saat ini sulit sekali memahami bagaimana seseorang tersebut matang dalam beragama. Terlebih di zaman yang terus berkembang dan terus berada pada era modern, yang mana semua dilakukan dengan berbagai macam teknologi yang serba canggih.

Kebanyakan para pemuda pemudi yang larut dibawa oleh arus globalisasi, menjadikan seseorang tersebut sulit untuk diketahui bagaimana matangnya beragama.
Sedangkan orang yang matang dalam beragama menurut Prof.Dr. Qomaruddin Hidayat penulis buku PSIKOLOGI KEMATIAN, itu disebut dengan istilah “KEDEWASAAN ROHANI” memiliki kriteria diantaranya:
1. Semakin tinggi gelar akademik atau jabatan seseorang, semakin tinggi semangat dalam beribadah dan “TAWADLU” terhadap sesama (tidak sombong)
2. Orientasi ibadahnya antara unsur teologi dan sosialnya seimbang
3. Selalu mencari hidayah Allah setiap waktu. (Senang mengaji)
4. Tidak punya rasa dendam kepada siapa pun walau pernah terdholimi.
5. Tidak menyalahkan tata cara ibadah orang lain yang berbeda madzhab dengan dirinya. Contoh : baca do’a qunut dan tidak pakai do’a qunut waktu shalat subuh. Shalat taraweh 11 rakaat dengan yang 21 rakaat di bulan Ramadhan.

Dengan demikian kematangan beragama sangat mempengaruhi perilaku remaja, karena mereka sudah mengetahui dan memahami akan pentingnya agama serta bergunanya ajaran agama yang dilalui sejak kecil untuk mempertimbangkan setiap tindakan yang akan dikerjakannya.

Maka, semakin tinggi tingkat kematangan beragamanya semakin banyak pula pertimbangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan negatif dan merugikan dirinya, sehingga dapat dapat menjadikan remaja memiliki kematangan dalam beragama.

“Mahasiswi FTK UINSA, Santriwati Pondok Pesantren Mahasiswa Aljihad Surabaya & Pembaca setia menara Madinah com”