Catatan Aekanu Hariyono.
Ini Banyuwangi !!
Lagi-lagi saya harus berbicara tentang Banyuwangi dari keindahan alam ragam hayatinya, budaya dengan tujuh unsurnya itu sampai mitos maupun realita yang melatar belakangi nama Banyuwangi.
Beberapa hari sudah dirancang saat tepat untuk bertemu dengan teman2 dari Jakarta ngobrol sambil ngopi di Omah Kopi Telemung. Sambil mencoba nikmatnya citarasa aroma Ekselsa Latte racikan Imam Coffee yang tidak biasa ini..eeh ternyata mantap juga rasanya apalagi bersanding dengan kucur dan pisang goreng hangat.
Di dua tempat dengan pendengar yang berbeda, santai informal akhirnya saya bercerita lagi tentang Sri Tanjung ;
“..Patih Sida Paksa marah karena fitnah Prabu Sulahkromo yang mengatakan bahwa saat dirinya bertugas ke Kahyangan, Sri Tanjung merengek untuk diperistri sang Raja.
Diseretlah Sri Tanjung ke tepi danau yang keruh dan akan membunuh istrinya yang setia itu.Sri Tanjung dengan sabar rela dibunuh sebagai bukti kejujurannya dan ia meminta agar jasadnya diceburkan dalam air keruh itu,jika air berubah jernih dan air danau berbau wangi itu bukti dia tidak bersalah.
Patih Sida Paksa tidak mampu menahan diri, segra ditancapkan keris ke tubuh istrinya.
Darah memercik dan Sri Tanjung tewas seketika,mayatnya segera diceburkan dalam air keruh.Betapa terkejut Sida Paksa menyaksikan air keruh itu menjadi jernih bagai kaca dan berbau semerbak mewangi, tanpa disadari dengan menyesal dia berteriak BANYU-WANGI !!”..
Mitos tentang Sri Tanjung yang dibunuh oleh suaminya sendiri dipercaya oleh masyarakat Banyuwangi berada di sekitar Pendopo Sabha Swagata Blambangan dan air mengalir dalam tanah mengikuti kapiler ke sebelah timur Pendopo (ada sumur di komplek pendopo di belakang rumah Osing dan sumur yang ada di rumah penduduk warga Temenggungan,kapiler rembesan air itu juga berada di air mancur Taman Sri Tanjung).
Kisah Sri Tanjung jejaknya ditemukan pada relief-relief batu candi di Jawa Timur pada masa Majapahit.
Jejak itu di candi Jabung Probolinggo(1354),
Gapura candi Bajang Ratu Trowulan(1369),
Batur Pendopo candi Penataran Blitar(1375), candi Surowono(1400) dan Tegowangi di Pare Kediri juga relief di candi Sukuh Jawa Tengah yang bercerita tentang ruwatan Sudamala(saat Dewi Durga dibebaskan kutukan oleh Sahadewa ayah Sri Tanjung).
Sri Tanjung adalah anak Sahadewa, ia cucu Begawan Tamba Petra, ia dibunuh oleh suaminya sendiri Sida Paksa karena fitnah keji dari rajanya Prabu Sulahkromo. Darah wangi Sri Tanjung membuktikan kesuciannya, kebenaran, ketulusan dan kejujurannya.
Dari relief dan naskah kuno Kidung Sri Tanjung yang ada, kisah Sri Tanjung yang dibunuh oleh Sida Paksa kemudian disucikan (diruwat) dan dihidupkan kembali oleh Sang Dewi (Durga) di Gandamayu, tempat yang sama di mana Dewi Durga dibebaskan dari kutukan oleh Sahadewa.
Di sini karakter Sida Paksa menampilkan kelemahan dari laki-laki yang mudah marah dan cepat menerima fitnah yang menghasut,
sementara darah wangi dari tubuh Sri Tanjung adalah simbul hati perempuan yang suci murni seperti kerelaannya untuk menerima kematian.
(By Aekanu – Kiling Osing Banyuwangi).