
: curhat siang Mashuri Alhamdulillah.
1/
di bulan itu, aku tak larut dalam rindu
–lumut masih menempel di batu,
buih meniti puncak ombak
daki pun masih terpatri di jejak–
malam pun mengapung dalam gaung
suara-suara, suaraku, -mu
tak ada yang hanyut di angkasa dan laut
segalanya maujud —dalam luka raut
meski juga tersimpan jelaga, amsal sisa surya
membekas di tilas
wajah
–rembulan itu
semoga purnama
2/
di depan makam, aku dirajam
terumbu
laut jiwaku bergolak
bak cadik dilantak ombak
tak ada yang kuasa dikubur dalam debur
kubur —tak ada diam
ketika sauh terlempar jauh
ke liang hitam tak henti melepuh
palung tubuh
3/
mungkin cinta itu petaka, o kota bayangan
seperti darah
meledakkan aorta –kita
dapat mengingat jejak ngengat di buku-buku
tak pernah tamat
dibaca —karena cinta
adalah khianat dari yang terpeta di mata
meski kita telah merangkai bangkai
kata-kata
—di kitab, disalin dengan tinta jelaga
ingatan kita membusuk
pada titik koma, pada huruf yang lapuk—
bersama cinta, ingatan lain pun terkutuk
seperti kertas jatuh ke api mengamuk
seperti kita tak kunjung selesai mengukur
depa lubuk
–dan selalu melupa
bila gema menabrak dada
rapuh —serentan lipatan-lipatan rak
dikosongkan waktu–
4/
kelak ketika kita bersampan ke rembulan
mencari makam cinta
seperti panji pada candrakirana
serupa qais pada laila
ingatlah, mungkin tak ada peta baka
hanya sketsa sederhana
gambar angin & bunga
5/
lewat nun
syekh majenun menulis nujum:
sampan cinta bakal memilih penumpangnya
yang bermata…
MA
On Jakarta–Sumenep, 2021
Jepretan sendiri. Asta Tinggi Sumenep.