Sekolah Jangan Seperti Mesin Pencetak Batu Bata

Oleh : Jaya Suwirya

 

Manusia, dibanding ciptaan Allah lainnya adalah makhluk yang paling unik dan istimewa. Keunikannya tidak hanya dikenali saat dibandingkan dengan makhluk-Nya yang lain namun di setiap personnya sendiri manusia memiliki keunikan masing-masing.

Thomas Amstrong menggambarkan potensi manusia yang beranekaragam tersebut dalam sebuah dongeng yang berjudul In Their Own Way: Discovering and Encouraging Your Child’s Multiple Intelligences (1987).

Diceritakan dalam buku tersebut bahwa dunia digemparkan oleh sebuah kabar bahwa para binatang akan membuat sebuah sekolah unggulan bagi para binatang yang akan memberikan pelajaran berbagai keterampilan yang dimiliki oleh semua binatang.Maka dibuatlah kurikulum yang memuat berbagai kecakapan hidup binatang seperti:terbang, lari, berenang, loncat, memanjat dan menggali.

Sekolahpun dibuka dan menerima murid dari berbagai belahan hutan. Hampir semua perwakilan spesies binatang datang untuk menjadi siswa di sekolah unggulan tersebut, mulai dari burung, kelinci, ikan, kanguru, monyet, kepiting dan sebagainya. Pada awalnya dikabarkan bahwa program sekolah berjalan lancar. Hingga semua murid merasakan nuansa baru yang bisa membuat mereka ceria. Hingga tibalah pada suatu hari yang mengubah keadaan sekolah tersebut. Tersebutlah salah satu murid yang bernama kelinci. Jelas kelinci adalah binatang yang pandai untuk berlari. Ketika mengikuti pelajaran berenang Kelinci ini hampir tenggelam. Pengalaman mengikuti kelas berenang membuat elinci prihatin. Lantaran sibuk mengurusi pelajaran renang, si kelinci ini pun tak pernah lagi dapat berlari secepat sebelumnya.
Setelah kasus kelinci, ada kejadian lain yang cukup membuat Kepala Sekolah Pusing. Ini melanda siswa lain yang bernama burung. Burung jelas binatang yang sangat hebat untuk terbang. Namun ketika mengikuti pelajaran memanjat, si burung tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik di sekolah. Akhirnya ia pun mengikuti les memanjat untuk mengejar ketinggalan pelajaran dengan siswa lainnya. Les itu ternyata menyita waktunya sehingga ia pun melupakan cara terbang yang sebelumnya sangat dikuasainya.
Demikian kesulitan demi kesulitan juga dialami oleh siswa lainnya seperti ikan, kanguru, monyet, kepiting dan lainnya. Para binatang itupun tidak lagi punya kesempatan untuk berprestasi dalam bidang keahliannya masing-masing. Itu semua dikarenakan mereka dipaksanakan untuk melakukan hal-hal yang tidak menghargai sifat alami mereka.

Berpijak dari temuan Howard Gardner tentang Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) dengan sembilan kecerdasa dasar manusia mari kita memehami lebih baik tentang potensi yang dimiliki oleh setiap anak.Namun sangat disayangkan, pihak yang terbanyak malah mengebiri potensi anak adalah institusi sekolah. Sekolah persis seperti mesin pencetak batu bata.
Kecerdasan dan potensi anak yang beraneka ragam dpaksa dan dicetak dengan ukuran, bentuk, dan warna yang sama sesuai dengan disain sekolah. Kurikulum sekolah yang ketat dan memaksa anak untuk belajar hal-hal yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan anak dan keinginan anak.

Seorang sahabat, sudah berumur 40-an, sudah berkeluarga, namun masih belum menemukan jati dirinya.“Munif, bantu aku. Aku menganggur lagi. Aku ini bingung sebenarnya cocoknya kerja apa? Pengacara sudah, marketing sudah, adminstrasi sudah, tapi jujur tidak ada yang cocok. Sebenarnya aku tahu bakatku apa. Tapi sejak SD sampai kuliah, AKU DIBUNUH OLEH KURIKULUM”

Copas
#By Hasan Mawardi dan Munif Chatib