PERUBAHAN KURIKULUM ALA MAS NADIM MAKARIM

Catatan Mochammad Rifai.

Ungkapan ‘ganti menteri ganti kurikulum’ ternyata bukan sekedar kata sindiran masyarakat, tetapi benar-benar terjadi di negeri ini. Tidak keren kalau tidak mengubah kurikulum. Memang tidak ada yang salah dengan perubahan kurikulum.

Idealnya, kurikulum mesti berubah dinamis mengikuti irama perubahan zaman. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi di bawah kendali Menteri ‘fenomenal’ Nadiem Makarim, diam-diam (perubahan senyap) telah menyiapkan ‘perubahan’ kurikulum baru yang implementasinya secara bertahap mulai tahun pembelajaran 2021/ 2022 ini di 2.500 Sekolah Penggerak (SP) di seluruh Nusanatara, sehingga kurikulum ini kami sebut kurikulum Program Sekolah Penggerak (PSP), kata Mas Menteri.

Bocoran tentang penerapan kurikulum PSP ini secara bertahap, dirancang setiap tahun jumlah sekolah akan bertambah sehingga sampai pada waktunya semua sekolah bisa menerapkan PSP.

Dasar pertimbangan perubahan adalah simplifikasi atau penyederhanaan kurikulum agar lebih fleksibel dan selaras dengan semangat merdeka belajar. Khazanah dari kurikulum PSP ini adalah pertama memberikan otonomi pada sekolah kedua memberikan keleluasaan (fleksibelitas) kepada guru, dan ketiga kukrikulum PSP mudah diterapkan.

Pemerintah hanya menetapkan struktur kurikulum minimal serta prinsip pembelajaran dan asesmen, satuan pendidikan bisa mengembangkan program dan kegiatan tambahan sesuai visi misi dan sumber daya tersedia. Dalam kurikulum PSP, satuan pendidikan dan pendidik leluasa mengorganisasikan pembelajaran sesuai kebutuhan siswa dan konteks lokal.

Apa yang berubah dari Kurikulum 2013 ke Kurikulum PSP? Tampaknya bukan pada tataran paradigmatik yang substantif, tapi lebih ke hal teknis.

Kurikulum ini meneruskan proses peningkatan kualitas pembelajaran yang telah diinisiasi kurikulum-kurikulum sebelumnya, yaitu berbasis kompetensi, yang menjadikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dirangkaikan sebagai satu kesatuan proses yang berkelanjutan sehingga membangun kompetensi yang utuh.

Dalam Kurikulum 2013 kompetensi itu disebut Kompetensi Dasar (KD), sedangkan pada Kurikulum PSP dinyatakan sebagai Capaian Pembelajaran (CP). Hal teknis yang berbeda, antara lain, pertama, jumlah jam pelajaran (JP) tak berubah dari Kurikulum 2013, namun sekitar 20-30 persen JP per tahun dialokasikan untuk pembelajaran melalui proyek yang ditujukan untuk mencapai profil Pelajar Pancasila. Seperti apa profil Pelajar Pencasila yang dimaksud, kita tunggu saja konsep itu dari kementerian.

Kedua, pemberian otonomi kepada satuan pendidikan untuk mengatur jam pelajaran per pekannya, sedangkan Kemdikbudristek hanya menetapkan jumlah JP per tahun saja. Sebagai contoh, pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) lima JP per pekan (180 jam/tahun). fakta saat ini adalah setiap pekan selama setahun murid mendapatkan materi PPKn lima JP secara rutin.

Kurikulum PSP ini menyerahkan kepada sekolah untuk mengatur waktunya sendiri, akan diberikan satu semester saja boleh, yang penting 180 jam per tahun.

Ketiga, kurikulum PSP ini juga memberikan otonomi kepada sekolah mengenai pendekatan yang akan dipakai dalam pembelajaran: berbasis mata pelajaran atau tematik, atau kombinasi antar keduanya? Keempat, mata pelajaran seni rupa dipelajari secara intensif dalam semester gasal dan asesmen sumatifnya berupa pameran karya.

Sebaliknya pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) di semester gasal dikurangi jam pelajarannya, namun pada semester genap dipelajari secara intensif.

Perubahan Per Jenjang Sekolah. Secara rinci perubahan yang terjadi pada Kurikulum PSP ini dapat dilihat pada masing-masing jenjang pendidikan.

Pada jenjang SD, dalam Kurikulum 2013, materi IPA dan IPS menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri-sendiri, namun dalam PSP ini IPA dan IPS digabung menjadi IPAS (Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial) sebagai pondasi sebelum anak belajar IPA dan IPS terpisah di jenjang SMP.

Dalam Kurikulum 2013 pembelajaran di SD menggunakan pendekatan tematik. Dalam kurikulum PSP ini diserahkan kepada guru.

Silakan guru akan menggunakan tematik atau berbasis mata pelajaran. Guru memiliki otonomi untuk menentukan pendekatan yang akan dipakainya.

Sekolah-sekolah yang sekarang sudah menggunakan pendekatan tematik dapat melanjutkan dengan tematik, tetapi yang akan beralih ke basis mata pelajaran juga dipersilahkan. Pada kelas VI terjadi pengurangan total JP, antara 16-28 jam pelajaran per tahun.

Pada jenjang SMP, dalam Kurikulum 2013 informatika sebagai mata pelajaran pilihan dengan pertimbangan ketersediaan guru, maka pada Kurikulum PSP menjadi pelajaran wajib. Dasar pertimbangannya karena guru yang mengajar tidak harus berlatar belakang pendidikan informatika.

Bila di SMP ini akan digunakan pendekatan tematik juga diizinkan, meski dalam Kurikulum 2013 berbasis mata pelajaran. Pada kelas IX terjadi pengurangan total JP antara 12-24 JP per tahun.

Pada jenjang SMA, dalam Kurikulum 2013, begitu anak masuk SMA langsung diarahkan ke penjurusan/peminatan IPA, IPS, atau Bahasa dan Budaya.

Namun dalam Kurikulum PSP ini penjurusan baru dilakukan di kelas XI. Dengan demikian, murid kelas X SMA wajib mengambil semua mata pelajaran yang telah ditentukan. Kebijakan ini kembali ke kurikulum 80-an. Dalam tataran penentuan penjurusan ini menjadi tema diskusi tak pernah putus.

Mata pelajaran kelompok IPA terdiri dari Fisika, Kimia, Biologi (enam JP) per pekan, dan IPS terdiri dari Sosiologi, Ekonomi, Sejarah, Geografi (delapan JP per pekan).

Sejarah Nasional dan Sejarah Dunia digabung menjadi Mata Pelajaran Sejarah dengan alokasi waktu masing-masing dua JP per pekan untuk mata pelajaran dalam kelompok IPA dan IPS.

Ada lima kelompok mata pelajaran yang direkomendasikan untuk penjurusan/peminatan, yaitu MIPA (matematika peminatan, fisika, kimia, biologi, informatika); IPS (ekonomi, sosiologi, geografi, antropologi); Ilmu Bahasa dan Budaya (IPB) meliputi bahasa dan sastra Indonesia, bahasa dan sastra Inggris, bahasa asing lainnya; Vokasi/Karya Kreatif (budidaya, rekayasa, kerajinan dan pengolahan); dan Seni dan Olahraga (khusus untuk sekolah-sekolah yang ditetapkan pemerintah).

Sekolah membuka minimal dua kelompok mata pelajaran.Mata pelajaran dalam IPA dan IPS dapat diajarkan dengan metode: a) Sistem blok — team teaching dalam perencanaan namun guru fisika, kimia, biologi mengajar bergantian; b). Terintegrasi — team teaching dalam perencanaan dan pembelajaran; c). Paralel — ketujuh mata pelajaran diajarkan bersamaan secara reguler tiap pekannya.
Bagaimana dengan Program SKS SMA?

SKS itu program sekolah bersifat layanan, maka dikembalikan ke pihak sekolah dengan hak otonominya. Secara teknis akan diatur oleh dinas yang membawahi pendidikan. Demikian juga program-program yang lain yang menjadi khazanah sesuai dengan visi dan misi sekolah serta daya dukungnya.

Hal baru tentu akan menjadikan ajang silang pendapat di masyarakat. Pandangan pro-kontra tidak bisa dihindari.

Mulai dari kelompok yang awam sampai para pakar akan mereaksi program Mas Menteri itu, tentu sesuai dengan kapasitasnya. Wajar saja itu, bagian dari dinamika dalam hidup berdemokrasi. Menunjukkan bahwa di dunia ini tidak akan ada kesempurnaan.

Perubahan akan menjadi sebuah keniscayaan. Apapun derajad intelektual sesorang tetap akan dipengaruhi oleh posisi formalnya dan juga pertimbangan selera atas latar belakang pengalaman sosial masing-masing.

Tidak ada yang perlu dikeluhkan, apalagi dinegatifi, karena perubahan itu sunatullah. Kritik dan saran atas perubahan itu jika disalurkan dengan cara-cara yang tepat pasti akan lebih membawa manfaat, daripada sikap psimistik apalagi hujatan.
Mochammad Rifai, Kepala SMA Negeri Glenmore, Banyuwangi.