Pesantren Perdana di Barus Tapanuli

Impian Pesantren Perdana di Barus Tapanuli
(Ikhtiar Membangkitkan Kejayaan Islam dari Titik Nol Masuknya Islam di Nusantara)

Barus merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara. Barus dikenal sebagai pintu masuknya Islam ke daratan Nusantara yang dibuktikan dengan penemuan makam Syekh Mahmud (bertarikh pada nisannya 44 H dan 48H) dan Syekh Rukunuddin (tercatat dalam batu nisannya, wafat pada malam 13 Shafar 48 H/672 M pada usia 102 tahun 2 bulan lebih 10 hari) dan makam auliya lainnya yang konon berjumlah 44 makam. Barus berada di tepian pantai Barat Sumatera yang dulunya sempat menjadi pelabuhan internasional karena wilayah ini terkenal dengan penghasil kapur barus untuk pengharum atau pengawet mayat yang banyak dipakai masyarakat penjuru dunia seperti Yunani, Mesir, Eropa, dan Arab. Barus saat ini telah dikukuhkan sebagai Titik Nol Masuknya Islam di Nusantara yang diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo, pada 24 Maret 2017.

Penduduk Barus saat ini mayoritas berasal dari Suku Batak. Setidaknya ada 3 agama yang dianut penduduk Barus yakni Islam, Kristen Protestan dan Katolik. Meski berbeda agama, masyarakat hidup damai berdampingan dan toleransi begitu dijunjung tinggi. Terbukti tidak pernah dijumpai gesekan antar umat beragama di wilayah yang tak jauh dari perbatasan Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ini.

Beberapa lembaga pendidikan telah didirikan di Kota Tua ini, salah satunya Madrasah Ibtidaiyyah Swasta Nahdlatul Ulama dan Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Ulama. Kedua lembaga ini berada dibawah naungan Yayasan Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama’ Barus. Perguruan ini telah berdiri sejak 1 Agustus 1963 yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman No. 5 Desa Padang Masiang, Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara ini.

Terhitung sudah 55 tahun lembaga pendidikan ini telah berdiri, telah banyak generasi muda islam dididik dan dibina oleh kedua sekolah yang berafiliasi dengan organisasi keagamaan yang didirikan oleh Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisyri Syansuri, dan ulama-ulama besar lainnya. NU yang awalnya didirikan di Jawa kemudian dapat berkembang di Sumatera Utara, melalui Syekh Musthofa Husein, Pendiri Pondok Pesantren Musthafawiyah, Desa Purba Baru, Kecamatan Lombah Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal.

Sejarahnya Berdirinya NU Sumatera Utara

Peneliti sejarah UIN Sumatera Utara, Prof. Dr. Abbas Pulungan mengatakan bahwa keberadaan NU telah diketahui oleh Syekh Musthafa Husein melalui komunikasi beliau dengan banyak ulama di sana yang sama-sama alumni Mekah. Beliau juga sering mengadakan perjalanan ke Jawa untuk berdakwah di samping profesi beliau sebagai pedagang. Namun sebelumnya ulama-ulama di Sumatera Utara, khususnya di Tapanuli Selatan telah mempunyai perkumpulan akbar yang dinamai AII (Al-Ittihadiyah Islamiyah Indonesia), dipimpin oleh Syekh Musthafa Husein sendiri yang memiliki 62 cabang se Tapanuli.

Maka atas restu dari Syekh Musthafa Husein diadakanlah Pertemuan Akbar ratusan ulama dan pemimpin Islam yang bermazhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah dari seluruh daerah di Tapanuli: Mandailing, Padanglawas, Angkolasipirok, Natal dan Sibolga di Madrasah Tarbiyah Islamiyah Kampung Bukit, Padang Sidimpuan pada tanggal 7-9 Februari 1947.

Setelah Nahdlatul ‘Ulama diputuskan berdirinya di daerah Tapanuli, menurut tokoh dan ulama NU Sumatera Utara ini, maka pengurus besar “Al-Ittihadiyatul Islamiyah’ (AII) yang berpusat di Purba Baru mengumumkan bahwa seluruh AII di daerah Tapanuli telah dilebur menjadi Nahdlatul ‘Ulama mulai tanggal l9 Pebruari 1947.

Dari situlah, kemudian syiar dakwah Nahdlatul Ulama’ masuk ke Bumi Barus, dibuktikan dengan berdirinya perguruan Nahdlatul Ulama (sekarang LP Ma’arif NU Barus) pada tahun 1963. Dari Barus pula telah lahir pahlawan kemerdekaan Republik Indonesia sekaligus ulama besar, beliaulah KH. Zainal Arifin Pohan, Komandan Hizbullah Pertama (laskar perjuangan santri yang didirikan semasa penjajahan Jepang).

Pahlawan Santri Nasional dari Barus

KH. Zainal Arifin Pohan adalah putra tunggal pasangan Keturuan Raja Barus, Sultan Ramali bin Tuanku Raja Barus Sultan Sahi Alam Pohan dengan bangsawan asal Kotanopan, Mandailing Natal, Siti Baiyah br. Nasution.

Dalam Buku Pahlawan Santri: Tulang Punggung Pergerakan Nasional, Munawwir Aziz menyebutkan bahwa Karir KH. Zainal Arifin Pohan di Nahdlatul Ulama dimulai sebagai kader Gerakan Pemuda Anshor (GP Anshor). Bersama Djamaluddin Malik, mantan tokoh perfilman nasionak beliau bergabung dengan barisan Pemuda Nahdlatul Ulama. Berkat keahlian berdiplomasi dan kecerdasan komunikasi, beliau dekat dengan KH. Wahid Hasyim, KH. Mahfudz Shiddiq Muhammad Ilyas, dan Abdullah Ubaid.

Semasa Hidupnya KH. Zainal Arifin Pohan juga dekat dengan Presiden Soekarno, terutama saat mendampingi presiden pertama Republik Indonesia ini saat berhaji pada tahun 1955. Beliay sempat berkiprah di jalur politik sebagai wakil Partai Masyumi di DPRS dan wakil Partai Nahdlatul Ulama pada 1952. Puncak karir politik adalah menjadi Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Ali Sastroamidjojo I (1953-1955).

Suhu politik yang panas pada waktu itu membuat ulama pejuang ini akhirnya harus syahid. Sebelumnya tertembak ketika Sholat Idul Adha di barisan terdepan bersama Bung Karno pada 14 Mei 1962. Awalnya para pembunuh menargetkan Bung Karno, namun sasaran meleset dan menimpa KH. Zainal Arifin Pohan. 10 bulan setelah kejadian tersebut, Putra Barus ini menderita luka parah dan akhirnya wafat di RSPAD Gatot Subroto. Sebagai wujud penghormatan pada tokoh yang wafat pada usia 54 tahun ini, maka negara memberinya gelar pahlawan Nasional.

Impian Pesantren Pertama Barus

Kejayaan Islam Barus di masa lampau ingin kembali diwujudkan. Saat ini banyak warga non-muslim mendiami Barus, terbukti puluhan gereja telah berdiri. Bahkan di Desa Pananggahan dari ratusan penduduk yang mendiami kawasan sekitar lokasi makam Syekh Mahmud yang dikebumikan di Papan Tinggi, hanya ada satu keluarga yang menganut islam. Tersiar kabar pula kristenisasi sudah lama masuk ke Aceh bagian selatan yang masuk lewat Singkil, Subulussalam, dan Kutacane yang berbatasan langsung dengan Sumatera Utara.

Sementara itu warga muslim di desa sekitar Barus, masih banyak warga beridentitas muslim namun belum menunjukkan identitas keislaman yang baik. Syiar islam di musholla atau masjid tak begitu menggema. Bahkan sholat berjamaah terlebih sholat subuh pun hampir tidak terlaksana di sebuah desa yang didiami minoritas kaum muslim.

Hal itulah yang mengilhami impian untuk mendirikan pondok pesantren pertama di Barus. Harapan kelak dengan berdirinya pesantren pertama di Barus ini dapat menjadi kawah candradimuka pejuang kalimah Illahi yang menyebarkan spirit Islam Rahmat lil Alamin bagi bangsa dan negara. Karena takkan lahir seorang ulama tanpa didirikan dari pesantren yang merupakan pendidikan tertua di tanah air.

Rencana pesantren tersebut akan berdiri di atas lahan milik Yayasan LP Ma’arif NU Barus. Progam pesantren akan segera dijalankan pada tahun depan yang diproritaskan bagi siswa yang belajar di MI dan MTs NU Barus. Untuk sementara waktu sambil menunggu proses pembangunan, rencana Pengurus Yayasan akan menyewa rumah dua tingkat sebagai asrama santri.

Selain rencana bangunan pesantren, sekolah juga membutuhkan rehabilitasi total mengingat cukup memprihatinkannya fasilitas pendukung kegiatan belajar mengajar saat ini. Rehabilitasi kantor, ruang guru, ruang kelas, musholla menjadi priotias. Pembenahan ruang kelas dari perbaikan lantai, plafon, meja, kursi, papan membutuhkan perhatian lebih. Pengecatan dan penimbunan lapangan yang sering tergenang air saat hujan menjadi catatan yang harus segera ditangani.

Maka dari itu kami mengharap segenap uluran tangan dari para dermawan untuk membantu mewujudkan mimpi besar ini. Bantuan dapat disalurkan langsung ke alamat Yayasan di Jalan Jenderal Sudirman No.5 Padang Masiang Tapanuli Tengah. Atau dapat ditransfer ke rekening berikut:
5368-01-013131-53-6 (BRI) atas nama MTS NU Barus.
Info selengkapnya bisa menghubungi kami:
Isban Tanjung, S.Pd (Kepala MI NU Barus dan Ketua MWC NU Barus) 082257825255
Amriyani Hutabarat, S.Pd (Kepala MTS NU Barus) 082166921316
Abid Muaffan (Informan) 085755777127

Kami juga mengundang kepada segenap elemen untuk bersiap mengabdikan diri sebagai mujahid dakwah islam sebagai pengajar di sekolah maupun cikal bakal pesantren dan da’i bagi masyarakat Barus. Kehadiran anda sekalian untuk bergabung dalam menegakkan kalimatullah di Bumi Barus begitu diharapkan. Sehingga dapat turut berjuang bersama menciptakan generasi-genarasi tunas bangsa yang mampu membangkitkan syiar ad-dinul islam di Tanah Barus dan sekitarnya.

Besar harapan kami atas tersalurnya bantuan untuk menunjang semangat belajar para siswa dan santri yang kelak akan menjadi penerus perjuangan dakwah islam di Tapanuli Tengah secara umum dan Barus khususnya. Semoga dari rintisan pesantren yang akan dibangun dan rehabilitas sekolah ini dapat melahirkan sosok pejuang islam tangguh sebagaimana KH. Zainal Arifin Pohan al-Barusi. Dan semoga amal jariyah anda semua diterima tercatat sebagai kebaikan di sisi Allah yang akan kita tunai di dunia dan akhirat kelak. Sebagaimana Allah SWT telah berfirman:
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (سورة البقرة, آية ٢٦١)

Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.
(QS. Al-Baqarah: 261)

Sibolga, 30 Oktober 2018
Muhammad Abid Muaffan
Santri Backpacker Nusantara

Koresponden MM.com