Catatan Perjalanan menjadi Wartawan Jawa Pos (7 Habis)

Menjadi wartawan Jawa Pos bagi Tofan Mahdi  memang punya  kesan tersendiri, khususnya saat liputan Astra International. Seperti apakah kisahnya. Berikut ini

Sebagai wartawan pasar modal, saya banyak berhubungan dengan perusahaan Tbk yang listed di bursa. Frontliner perusahaan saat berhubungan dengan media adalah tim humas atau PR (public relations). Tapi tidak semua perusahaan memiliki tim PR yang baik, dalam sudut pandang media. Dan tim PR PT Astra International Tbk adalah salah satu yang terbaik yang pernah saya kenal.

Saya adalah salah satu wartawan peliput dalam proses transisi kepemilikan PT Astra International Tbk dari BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) kepada pemilik baru, yang saat itu dimenangkan oleh konsorsium Jardine Cycle and Carriage, tahun 1999. Beberapa pekan berita yang saya tulis menjadi headline halaman satu Jawa Pos. Dalam proses menuliskan berita tentang Astra ini, saya juga berkesempatan melakukan wawancara eksklusif dengan Bu Rini Suwandi saat baru saja melepas jabatan sebagai Presdir Astra International. Juga berkesempatan wawancara khusus dengan Pak TP Rahmad, Presdir Astra yang menggantikan Bu Rini Suwandi.

Tentu saja tidak mudah bisa wawancara langsung dengan CEO Astra yang saat itu pasti sangat sibuk dalam masa-masa transisi. Saya mendapatkan akses tersebut tentu saja dengan bantuan Manager PR Astra saat itu Mas Yulian Warman.

“Silakan ditunggu sebentar Mas Tofan, Pak Teddy lagi ada tamu,” kata Mas Yulian mempersilakan saya menunggu di ruang tamu lobi bawah Kantor Pusat Astra di Sunter. Selain dengan Yulian, ikut menemui kami (saya dan teman Jawa Pos Taufik Lamade, serta fotografer Agus Wahyudi) adalah staf PR Astra, Niratih Ngastreni (Esty). Saat itu,
kami juga sempat bertemu Pak Aminudin (VP Corporate Communication Astra) yang ikut mendampingi selama wawancara dengan Pak Teddy, dan Bang Dindin Machfud.

Sepulang wawancara, saya dan Taufik Lamade melaksanakan shalat Ashar di Mushola Astra lantai dasar. “Kita berdoa Mas Tof, siapa tahu nanti bisa bekerja di sini,” kata saya kepada Taufik Lamade.

“Sampeyan yang pas kerja di sni,” kata Taufik Lamade. Kami berdua tertawa, menghayal
saja. Oh ya orang sering rancu saat memanggil saya dengan Mas Taufik Lamade. Panggilan kami sesuai dengan kode berita, Taufik Lamade (TOF), saya (FAN). Taufik Lamade saat ini menjabat Direktur Harian Disway.

Baik dengan Mas Yulian maupun Esty, pertemuan di Sunter tadi, bukan pertemuan yang pertama. Kali pertama kami bertemu saat RUPS Astra beberapa pekan sebelumnya. Bahkan ketemu pertama dengan Esty, langsung akrab. Apalagi setelah tahu saya dari Jawa Pos, koran’re Arek Suroboyo. Esty sendiri alumnus Fikom Unair dan asli Suroboyo. Di sela-sela liputan yang serius RUPS Astra, obrolan ringan saya demgan Esty juga saya tulis untuk rubrik Eksekutif Wanita di Halaman Ekbis Jawa Pos.

“Mas aku ditelp Papaku, tulisan sampeyan judul’e “Sering Pulang Malam” bikin heboh,” Esty “komplain” sambil tertawa.

Dengan Mas Yulian juga langsung akrab. Saya melihat Yulian Warman, mantan wartawan Bisnis Indonesia, adalah sosok PR yang memahami betul dunia media. Wajar beliau cukup lama juga menjadi wartawan ekonomi, pasti mampu menjadi jembatan antara kebutuhan wartawan mendapatkan informasi dengan kepentingan perusahaan sebagai pemberi informasi.

“Kalau perlu apa-apa, mau nanya apa saja soal Astra, kontak saya saja Mas Tofan,” kata Mas Yulian. Kami pun menjadi sangat akrab, bahkan kedekatan kami sudah seperti seorang kakak dan adik.

Dalam setiap kegiatan Astra Group di Surabaya, saya saat itu sebagai Redaktur Ekbis Jawa Pos, tidak saja ikut hadir. Tetapi juga membantu mengundang teman-teman wartawan di Surabaya untuk ikut hadir meliput. Terkadang juga saya membantu meng-arrange pertemuan pimpinan Astra Jatim dengan teman-teman pimpinan media di Surabaya. Setiap ada acara di Surabaya, Mas Yulian selalu kontak saya. Bahkan beberapa kali saya ajak mampir ke Redaksi Jawa Pos di Graha Pena.

Pernah juga saya membantu Mas Yulian meredam pemberitaan sebuah perusahaan multifinance Grup Astra di Lombok. Kebetulan di sana ada koran Grup Jawa Pos, Lombok Pos. Alhamdulilah persoalan bisa diatasi dengan bantuan teman-teman Grup Jawa Pos.

Mas Yulian Warman yang saat ini menjabat sebagai Chief of Corporate Communications FIF Group dan Direktur Corporate Affair Amitra, sangat tulus dalam berteman. Hingga pada sebuah kesempatan pada tahun 2009, Mas Yulian menawarkan kepada saya untuk bergabung di Grup Astra sebagai PR Manager di anak perusahaan Astra. Saat itu saya baru lengser sebagai Wakil Pemred Jawa Pos dan menjadi Pemred SBO TV. Artinya karir saya di Jawa Pos sudah mencapai titik tertinggi (mentok) dan masuk kotak.

“Tapi bukan di otomotif Mas, di Astra Agro, perusahaan perkebunan sawit,” kata Mas Yulian.

Saya sempat ragu menerima tawaran ini. Karena jiwa saya adalah wartawan dan selama ini hidup dalam lingkungan kerja di media yang cenderung egaliter. Bekerja independen, lepas dari intervensi siapa pun, bahkan seorang pemimpin redaksi sekalipun tidak bisa mengintervensi tulisan wartawan.

“Tenang saja Mas, nanti bisa belajar sambil jalan,” kata Mas Yulian.

Setelah shalat istikharah beberapa hari, akhirnya tawaran itu pun saya terima. Setelah bekerja selama 12 tahun di Jawa Pos, saya pun pamit dan meninggalkan markas redaksi lantai 4 Graha Pena Surabaya, Mei 2009. Teman-teman pun memberikan standing ovation dan saya memohon doa juga bisa berhasil merintis karir baru, bidang baru, dan lingkungan baru di Jakarta. (tofan.mahdi@gmail.com/ habis)

foto (1): Dalam sebuah kesempatan ngopi dengan Mas Yulian Warman di Jakarta.

foto (2): Saya dan istri bersilaturahmi ke kediaman Esty di Jakarta Timur