Passing Over

Oleh : Enha.

Kearifan berfikir akan mempengaruhi keanggunan beragama. Islam sebagaimana penamaannya tidak diperdebatkan bahwa misinya mengusung perdamaian. Islam itu isim masdar, muslim itu isim fa’il. Penelusuran tentang muslim harus dimulai dari masdar karena dari sanalah semua bentukan kata berasal.

Kekerasan, sejak dulu bukan produk Islam, bahwa ia ditampilkan oleh sebagian muslim, faktanya memang ada, tapi yang pasti ia sama sekali tidak diproduksi dari ajaran Islam, meskipun si muslim menyebut pembenaran atas kekerasannya itu berdasarkan sumber-sumber ajaran Islam.

Penjelasannya sederhana, di saat muslim membaca teks suci, pembacaannya itu dipengaruhi oleh historical background yang dialami sebelumnya.

Karena itu pengalaman keberagamaan tidak boleh berjalan pada ranah domestik, ia harus merasakan pengembaraan spiritual sehingga tidak terkejut saat berjumpa dengan pengalaman orang lain yang berbeda keyakinan.

Passing over, menjadi media pengembaraan yang efektif mematangkan spiritualitas seorang muslim. Namun tentu saja harus disempurnakan dengan “coming back” agar pengembaraan itu mendapatkan positioning yang mencerahkan.

Pengalaman keberagamaan setiap muslim tentu saja tidak sama satu dengan yang lain, saling memahami menjadi prasyarat dalam menjembatani perbedaan. Jangankan memasuki ranah keimanan orang lain, pada domain internal saja, pengalaman sufistik kerap mendapat perlawanan.

Sekali lagi kearifan berfikir akan mempengaruhi sikap keberagamaan seseorang, membaca teks suci tanpa ilmu dan keluasan hati hanya akan membawa pembacanya pada upaya pengambilalihan peran atas klaim kebenaran. Sejak dulu, teks itu tidak berbicara secara verbal, namun penafsirnya selalu berdebat pada ruang adu mulut yang banyak menampilkan nafsu kejumawaan.

Pada saat truth of claim mendominasi, seseorang akan tanpa beban mencaci, merendahkan bahkan melecehkan keimanan orang lain.

Pertanyaannya, mau sampai kapan pertempuran teologis ini dimainkan? sampai kapan orang saling membully dan menjelekkan keyakinan orang lain? sampai kapan orang tidak saling menerima keragaman? sampai kapan orang tidak mau merayakan indahnya perbedaan?
Mari benahi cara berfikir kita… Itu saja!

Ayah Enha
Foto acara Ngobrol Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Solidaritas Anak Bangsa (Sabang) di Kalibata. Sebelah kiriku Suster Irena, sebelah kananku lupa, ada yang bisa mengingatkan?