Sarasehan ForSabda Makin Diminati

 

Tulungagung-menaramadinah.com-Di bulan Ramadhan 1442 H ini, ForSabda (Forum Sarasehan Seni & Budaya) Tulungagung mengangkat tema diskusi “Nuzulul Qur’an & Lailatul Qodar” di rumah Ki Wawan Susetya Boyolangu pada Jumat malam (30/4).

Menariknya pula, karena bertepatan bulan April, diangkat pula peringatan Hari Ibu RA Kartini (21 April) dan hari puisi nasional (28 April). Selain itu juga mengenang Syekh Subakir yang _numbali_ Tanah Jawa.

Acara diawali dengan pembacaan puisi “Ibu” karya D. Zawawi Imron oleh Muslih Marju sekaligus selaku moderator.

Setelah itu dilanjutkan pembacaan Surat-surat Ibu Kartini kepada nyonya Abendanon oleh Ki Sugeng Lesung secara ekspresif. Lalu dilanjut pembacaan puisi oleh Huda.

Menurut KH. Dr. M. Teguh selaku penasihat ForSabda bahwa ada beberapa tema yang dibahas malam itu karena untuk memenuhi permintaan audience (jamaah) sebelumnya di samping diskusi di bulan Ramadhan cukup panjang sampai makan sahur.

Muslih selaku moderator dalam sarasehan itu mempersilahkan kepada Ki Wawan Susetya selaku tuan rumah sekaligus pemantik pada sarasehan malam itu.

Dalam kesempatan itu Ki Wawan bicara tentang Syekh Subakir yang _numbali_ Tanah Jawa dan Syi’ar Agama Islam. Meski syi’ar Agama Islam di Tanah Jawa sudah dimulai sejak abad 7 oleh para ulama dari Gujarat, tapi masyarakat Jawa masih belum menerima sepenuhnya.

Setelah 7 abad lamanya, yakni pada abad ke-14 barulah syi’ar Agama Islam tersebut mengalami keberhasilan.

Hal itu terutama ditandai dengan ditumbalinya Tanah Jawa oleh Syekh Subakir, tepatnya di puncak Gunung Tidar Magelang Jateng. Selain itu masyarakat Jawa saat itu tertarik terhadap Agama Islam karena penyebar dakwahnya (Syekh Subakir, Syekh Maulana Malik Ibrahim, Syekh Jumadil Qubro dll) identik atau setingkat level brahmana; kasta tertinggi yang hanya fokus spiritual saja sehingga sangat dihormati saat itu.

Pemantik kedua Ki Lamidi selaku sesepuh Veteran Tulungagung yang selalu Tutwuri handayani terhadap kegiatan ForSabda selama ini.

Ki Lamidi mengapresiasi dan mengajak audience agar mengikuti jejak perjuangan Ibu RA Kartini. Lalu dilanjutkan Anang Prasetyo (guru Seni Budaya) yang menjelaskan mengenai perbedaan Nuzulul Qur’an dan Lailatul Qodar yang terkait erat spiritualisme.

Pemantik berikutnya Agung Pinastiko (guru Sejarah) yang lebih tertarik dan fokus mengenai rahasia malam hari, yakni waktu mengenai turunnya wahyu kitab suci dan Lailatul Qodar. Juga peristiwa penting lainnya.

Sarasehan diselingi dengan tembang Macapat yang ditembangkan oleh Ki Sutarno. Hal itu dimaksudkan sebagai upaya melestarikan khasanah seni budaya yang adiluhung. Pemantik terakhir KH. Dr. M. Teguh selaku Wakil Dekan Fuad UIN SATU Tulungagung.

Dalam kesempatan itu ia memulai paparannya mengenai rahasia Bakkah (Ka’bah) di Makkah Arab Saudi yang menjadi poros atau pusat dunia (bumi). Ka’bah merupakan bangunan pertama kali di dunia sejak zaman Nabi Adam a.s. Setelah itu Dr. Teguh menguraikan secara mendalam mengenai Nuzulul Qur’an yang diperingati oleh kaum muslimin tiap tanggal 17 Ramadhan.

Ia juga mengurai mengenai Lailatul Qodar, suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan (83 tahun 4 bulan).

“Dalam hal ini, saya ikut madhzab-nya Gus Baha’ (KH. Bahauddin Nur Salam) Rembang Jateng. Ya Lailatul Qodar itu dimulai awal Ramadhan. Dan kita husnudhzan saja asal menjalankan ibadah puasa dengan ditambah ibadah sunnah di malam hari insyaallah mendapat Lailatul Qodar,” ujarnya berbaik sangka kepada Allah Swt.

Kegiatan sarasehan malam itu diramaikan pula dengan tambahan pencerahan oleh Gus Abdillah, dosen dan mahasiswa S-3 (Doktoral) UIN SATU Tulungagung. Juga kehadiran Ibu Esti, salah seorang guru di SMKN Tulungagung yang mengapresiasi sosok Ibu RA Kartini selaku seorang muslimah yang taat.

Jalannya sarasehan semakin hangat dalam sesi tanya jawab atau dialog. Banyak para mahasiswa yang makin antusias dalam sarasehan ForSabda hingga tak terasa sampai jam 03.00 wib. Lalu agendanya makan sahur bersama-sama.

Husnu Mufid