Menguatkan Citra Polisi Sebagai Pengayom dan Pelayan Masyarakat

 

Menguatkan Citra Polisi Sebagai Pengayom dan Pelayan Masyarakat

Oleh : Drs. Mochammad Rifai, MPd

Ada sebuah satire saat ada pengumuman pendaftaran calon polisi. Sudahlah cukup itu saja polisi, jangan ditambah lagi. Mengapa? Yang ada ini saja sudah cukup merepotkan! Sungguh kalimat sangat merepotkan itu menjadi renungan. Benarkah polisi itu merepotkan? Aneh dari sisi apa itu ya? Mungkin itu di arahkan ke polisi lalu lintas yang suka melakukan operasi di tikungan jalan. Pean tahun sendiri dan sama-sama sudah pengalaman berusan dengan petugas polantas di jalan saat berkendara.
Masih seputar satire yang berkembang di masyarakat. Mas, kalau kalian kehilangan barang, anak sapi misalnya, jangan lapor polisi ya, entar sapimu yang induk ikut hilang untuk biaya pencarian! Mungkin sindiran halus ini diarahkan ke polisi bagian mengejar maling, Reskrim kali ya.
[ Masih ada lagi, satire yang beredar di masyarakat. Jangan ada keluargamu kau jadikan polisi, kalau sudah pensiun tidak punya tetangga, dijauhi orang… Waduh… Mungkin ini diarahkan ke tetangganya seorang polisi yang jaim atau memata-matai tetangganya.
Masih banyak tudingan-tudingan miring yang di arahkan ke polisi. Itu semua karena mungkin cerita-cerita dulu tentang oknum polisi yang kurang simpati karena memang pribadinya bukan didikan institusinya.
Ada satire yang lebih menyakitkan lagi, melihat patung polisi di pinggir jalan, … Orang berkata ‘nah ini satu-satunya polisi yang jujur…kakakakkk. Para petinggi polisi sudah menyadari bahwa kualitas SDM polisi harus ditingkatkan. Entah mulai tahun berapa, 90an kayaknya, rekrutmen calon polisi berijazah minimal SMA dan setara bintara atau sekarang brigadir. Diseleksi dan didiklat untuk mencetak polisi yang profesional sebagai aparatur negara penegak hukum, penjamin Kamtibmas, pelayan dan pengayom masyarakat. Bahkan entah Kapolri siapa itu, yang melarang polisi laki-laki berkumis agar tidak kelihatan garang. Banyaklah upaya para penggede polisi untuk membangun citra dan reputasi polisi baik dan progesional di masyarakatBanyak orang masih minor memandang tugas aparat kepolisian kita. Kadang-kadang mereka tidak fair karena menilai petugas dari sisi negatifnya saja. Padahal kenyataan di lapang, tugas polisi sangat berat dan penuh risiko.

Polisi profesional kerap menjalankan tugas dan pengabdiannya hingga tidak mengenal waktu. Keluarganya sering (menjadi korban) ditinggalkan karena mengejar target tugas. Misalnya membongkar kasus kejahatan, memberantas sindikat kejahatan, dll. Bak melawan syetan membongkarnya mafia kejahatan itu. Penuh risiko bahkan mengancam nyawanya.
Lagi kalau hari raya Idul Fitri, aparat yang lain menikmati liburan, sementara pengabdi negara bidang kamtibmas ini menjelaskan tugas pengamanan. Menjaga titik titik rawan agar masyarakat nyaman dan terlindungi dari marabahaya dan kejahatan. Banyaklah prestasi dan dedikasi polisi terhadap layanan masyarakat. Namun mengapa imaje negatif terhadap profesi polisi masih saja belum sirna. Cemburu kalau melihat polisi masih muda sudah kaya. Maklum lah dia itu posisi basah di Samsat, Satnarkoba, Satreskrim, apalah yang orang tahu tentang posisi basah dan kering. Hadehhhh… Padahal kalau kita perhatikan dengan pola serba online, matilah pekerjaan calo-calo atau permainan pintu belakang.
Belum lagi di tataran elit kepolisian tentang beredar isu rekening gendut. Isu mafia kasus. Backing bos bandar, dll seolah dunia polisi juga tak ubahnya ada bagian jaringan dunia hitam. Semua hanya sangkaan prasangka negatif para pihak. Kadang-kadang dibanding bandingkan dengan tugas dan kehidupan para militer yang tugasnya lebih berat bertaruh nyawa tapi karir hidup ekonominya pas-pasan.
Berita yang mutakhir tentang pernyataan Kapolri Tito Karnavian yang akan memasok para jenderal polisi untuk menjadi pimpinan KPK agar lebih terbuka mitra kerja sama memberantas kejahatan korupsi telah mulai kritik yang pedas. Ada pernyataan seorang politisi kalau KPK dipimpin dan dipenuhi para jenderal polisi lebih baik KPK dibubarkan saja. Hemmm… Ternyata tidak gayung bersambut dengan pemikiran Jenderal Tito. Lagi-lagi ada misi kurang percaya terhadap kinerja polisi pada level elit.
Artinya masih banyak yang menjadi garapan bagi stakeholder kepolisian untuk membangun citra dan reputasi kinerja kepolisian kita dari hulu hingga hilir. Rasanya tidak berhenti manajemen kepolisian kita untuk berupaya memperbaiki kinerja dan layanan prima di tubuh internal organisasi. Saya melihat, sudah luar biasa upaya kepolisian kita untuk bisa menjadikan petugas yang prima profesional. Mulai dari upaya menarik polisi dari unsur ABRI awal pemerintahan reformasi, zaman Gus Dur, kinerja polisi sudah sipil dan serta merta adaptasi dengan irama kinerja ASN. Mulai dari penampilan dan tata cara layanan terhadap masyarakat sudah sipil banget, familiar, friendship, komunikatif.
[30/6 13:21] Rifai: Itulah fakta di lapang. Membersihkan jejak noda ternyata tidak mudah sekalipun sudah tinggal bintik-bintik tanda belum bersih benaran dan tidak akan pernah bersih benaran karena polisi bukanlah Malaikat. Tetapi saya tetap apresiasi terhadap kinerja aparat kepolisian RI yang sudah menunjukkan keprofesionalannya. Kalaulah di sana-sini masih ada terlihat kurang itu semata-mata keterbatasan atau perilaku oknum bukanlah yang sejatinya menggambarkan wajah institusi kepolisian kita. Selamat Hari Bhayangkara ke 73 Kepolisian RI. Polisi jaya rakyat sejahtera.

Kolumnis Menara Madinah.com