ForSabda Mengangkat Tema _*Bima Maneges dan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw*_

 

ForSabda (Forum Sarasehan Seni & Budaya) Tulungagung kembali mengadakan kegiatan sarasehan di bulan Maret 2021 (12/3) dengan tema Religiusitas dan Spiritualitas Bima Maneges (Peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw). Sarasehan kali ini dilaksanakan di rumah KH. Dr. M. Teguh di Tunggulsari, Kedungwaru, Tulungagung. Pria yang kini menjadi Wakil Dekan Fuad di UIN Syekh Rahmat Ali Tulungagung memang concern terhadap budaya terutama mengenai lakon pedhalangan (pewayangan). Hal itu dibuktikan bahwa disertasi (S-3) Dr. Teguh berkenaan dengan lakon Bima Suci. Selain Dr. Teguh, pemantik dalam sarasehan tersebut Lamidi (sesepuh Veteran Tulungagung) dan Ustadz Anang Prasetyo. Hadir dalam kesempatan itu perwakilan dari MBK (Makam Bung Karno) Blitar yaitu Budi Kastowo, Suyahman (Kades Tanggung) dan segenap pegiat budaya di Tulungagung dan sekitarnya.

Lalu bagaimana jalannya sarasehan seni budaya tersebut? Berikut catatan Wawan Susetya kepada pembaca Menara Madinah yang budiman.

 

Sebelum para pemantik menyampaikan pandangannya, moderator sarasehan Ki Wawan Susetya mengantarkan jalannya diskusi bahwa tema lakon Bima Maneges yang dikontekstualkan dengan peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw malam itu masih berkaitan dengan tema sebelumnya yaitu Menguak lakon Bima Suci Tekstual dan Kontekstual. Kedua lakon pewayangan tersebut yaitu Bima Maneges dan Bima Suci (Dewa Ruci) mengisyaratkan bahwa Bima alias Werkudara melambangkan ibadah shalat dalam Rukun Islam. Memang ada pandangan bahwa Pandhawa identik dengan Rukun Islam; Prabu Puntadewa (Yudhistira) identik dengan Syahadat, Bima shalat, Arjuna puasa, Nakula zakat dan Sadewa haji.

Bima yang melambangkan ibadah shalat, hal itu terejawantahkan melalui lakon carangan yang diduga merupakan karya Sunan Kalijaga atau para pujangga Jawa muslim zaman dulu, yakni dalam lakon Bima Suci (Dewa Ruci) dan Bima Maneges. Dalam lakon Dewa Ruci, dalam pengembaraan spiritualnya mencari ngelmu kasampurnan melalui gurunya Resi Durna, sehingga Bima  berjumpa dengan Bathara Endra dan Bathara Bayu hingga kemudian berhasil menemukan guru sejatinya yaitu Dewa Ruci yang kemudian memberikan wejangan spiritualitas kepadanya. Selanjutnya dalam lakon Bima Suci dikisahkan Bima kemudian menjadi seorang begawan di Arga Kelasa dengan berjuluk Begawan Bima Suci yang mempunyai murid-kinasih yaitu adiknya sendiri Raden Arjuna. Sementara dalam lakon Bima Maneges dikisahkan Bima sedang bertapa dengan menyamar sebagai Resi Gupala di kawasan Aldaka. Hal itu mengisyaratkan betapa ia (Bima) gemar menjalankan prosesi peribadatan, sehingga sinkron pula dikaitkan dengan peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw.

Lebih menarik lagi dengan kehadiran perwakilan Perpustakaan Bung Karno Blitar yaitu Budi Kastowo dalam sarasehan ForSabda malam itu. Sebab kesukaan atau idola Bung Karno Sang Proklamator adalah sosok Bima dalam pewayangan. Tak mengherankan bila dalam berbagai tulisan-tulisannya di media massa pada zaman penjajahan Belanda, Bung Karno seringkali menggunakan nama pena Bima.

Dalam kesempatan itu, Budi Kastowo mengatakan berencana hendak mengajak komunitas budaya ForSabda dalam rangkaian kegiatan literasi dan diskusi budaya yang diselenggarakan MBK (Makam Bung Karno) Blitar jelang bulan Juni (kelahiran Bung Karno dan hari lahir Pancasila).

Berkenaan dengan nafas Agama Islam, menurut Budi Kastowo, Bung Karno juga merupakan salah satu pemikir Islam yang dibuktikan dengan banyaknya pandangan dan pemikirannya.

Apa yang disampaikan Budi Kastowo tersebut juga ditandaskan oleh Ki Lamidi, sesepuh Veteran Tulungagung yang menjadi nara sumber (narsum) dalam sarasehan budaya malam itu. Dikatakan oleh Ki Lamidi bahwa bukti kepedulian Bung Karno terhadap Agama Islam itu melalui buku yang dipinjamnya dari MBK yang berjudul Bung Karno Mencari Dan Menemukan Tuhan. Menurutnya, buku tersebut sangat langka, bahkan telah dicari di berbagai toko buku tidak ada. Tetapi, buku tersebut ternyata ada di Perpustakaan Bung Karno Blitar.

Ki Lamidi memberikan benang-merah antara kesamaan yang dialami Nabi Muhammad Saw dengan Bung Karno yang sama-sama menjalankan perjuangan yang sangat berat dengan penuh lara lapa (keprihatinan) dalam kehidupan. Itulah sebabnya Ki Lamidi mengharapkan kepada para generasi muda terutama para mahasiswa yang hadir agar meneladani tokoh-tokoh besar tersebut.

Sementara pemantik selanjutnya, Ustadz Anang Prasetyo mengatakan mengenai pentingnya momentum peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw yang mendapatkan perintah shalat lima waktu langsung dari Allah Swt. Dalam hal ini berkaitan dengan nilai-nilai religiusias dan spiritualitas. Lalu Ustadz Anang menyitir Surah Ali ‘Imran ayat 164 yang artinya “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”

Nilai-nilai yang terkandung di dalam religiusitas dan spiritualitas itu sebagaimana disebutkan penulis terkenal Ary Ginandjar mencakup tiga hal, yakni pertama, intelektual quotion (IQ), emosional quotion (EQ) dan spiritual quotion (SQ). Ketiganya merupakan satu-kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan. Ibaratnya seperti three in one. Itulah metoda pendidikan yang telah dijalankan oleh Rasulullah Saw kepada para sahabatnya sehingga menjadi pribadi mulia.

Pemantik terakhir KH. Dr. M. Teguh yang dalam kesempatan itu menjelaskan bahwa ada dua jenis tahun di dalam Agama Islam yang disebut hanya pada peristiwa itu terjadi. Yang pertama disebut Al-Fil (Tahun Gajah) sebagaimana diabadikan di dalam Surah Al Fil yang berkenaan dengan pasukan gajah Raja Abrahah yang hendak menghancurkan Ka’bah. Lalu Allah mengirimkan utusan berupa burung (Ababil) yang menghancurkan pasukan gajah itu. Itulah yang disebutkan dengan Tahun Gajah yang bertepatan dengan peristiwa penyerangan pasukan gajah yang dipimpin Raja Abrahah ke Ka’bah yang bersamaan dengan kelahiran Nabi Muhammad Saw. Yang kedua adalah Amul Husn (tahun kesedihan) yang berkaitan dengan peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw yang diperingati umat Islam. Dikatakan sebagai tahun kesedihan yakni berhubungan dengan meninggalnya Khadijah (isteri Nabi Muhammad) dan Abu Thalib (paman Nabi Muhammad). Kedua tokoh tersebut—Khadijah dan Abu Thalib—dikenal memang sangat besar dalam memberikan pembelaan, perlindungan dan perjuangan dalam mendukung syi’ar dakwah Rasulullah. Dengan demikian, wajar jika Nabi Muhammad merasa bersedih atas meninggalnya dua orang dekat tersebut.

Dalam peristiwa itu, lanjut Dr. Teguh, lalu Allah Swt memberikan hiburan kepada Nabi Muhammad Saw dengan peristiwa Isra’ Mi’raj, yakni perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dan dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha (langit ke tujuh) untuk menerima perintah ibadah shalat.

“Dalam hal ini ada beberapa rangkaian yang sangat penting dalam ibadah shalat, yakni mengenal Allah, merasa rindu kepada Allah, berjumpa dengan Allah. Itulah derajat yang sangat tinggi di sisi Allah Swt. Tapi kalau kita secara umum, barangkali tahapnya bagaimana bisa terus mengenal kepada Allah,” ujar Dr. Teguh.

Meski telah bertahun-tahun menjalankan ibadah shalat tetapi belum merasa mengenal Allah, lanjut Dr. Teguh, dialog dalam ibadah shalat itu harus terus dilakukan. Hal itu, misalnya, sebagaimana seorang ibu yang mengajak anaknya yang masih bayi. Meski si bayi belum mengerti kata-katanya, tetapi si ibu tetap mengajaknya bicara dengan harapan-harapan yang baik kepada buah hatinya.

Dalam sarasehan itu, Suyahman selaku Kades Tanggung yang juga pengurus AKD (Asosiasi Kepala Desa) se-Tulungagung juga memberikan support dan dukungannya kepada ForSabda yang telah melakukan sarasehan budaya sebagai ekspresi tradisi budaya yang baik dan positif di masyarakat. Harapannya tak lain agar kegiatan yang bersifat positif itu diminati para generasi muda (mahasiswa) dan memberikan kemaslahatan di masyarakat.

Sarasehan semakin hangat dalam sesi tanya jawab dengan para audience yang hadir.