Oleh : Hilmi Saputra.
Namanya Mochammad Nur Arifin, biasa saya manggil Gus Ipin, putra sulung dari Abah Mugiyanto/ibu Attin Sringatin. GI Asli arek Suroboyo, Abahnya Gus Ipin saja yang asli dari Trenggalek. Merantau dan hidup di Surabaya, sampai sekarang.
Sejak Gus Ipin (GI) kecil, masih seusia SD saya sudah sering bertemu beliau, bahkan saat itu saya diminta Abahnya GI untuk ‘ngelesi’ Bahasa Inggris di kediamannya di Rumah Bendul Merisi gang Mbah Karim. Seminggu 2 kali, sampai Abah Mugiyanto akhirnya membangun rumah baru lagi yang lebih besar di Bendul Merisi Besar Selatan, saya masih sering silaturahmi kesana.
Satu hal yang masih selalu saya ingat dengan Almarhum Abah Mugiyanto adalah ketika itu saya sedang kebingungan ancaman DO saat menempuh S2 di Unesa, jatuh tempo pembayaran semester ke 3 sudah kena deadline. Bingung saya mau kemana kemana? Sanak sudara tidak punya, mau ke Rumah Paman di Jemur (KH Imam Hambali) sungkan, sebab 4 tahun mulai ambil S1 sudah sering hutang dan merepotkan beliau, akhirnya ada ide terpaksa.
Pagi pagi setelah pengajian Tafsir Sabtu pagi, saya pancal sepeda gowes saya ke daerah Bendul Merisi, menuju ke kediaman Alm. Abah Mugiyanto, yang saya tahu beliau adalah donatur Pondok Pesantren Al Jihad yang baik dan dermawan. Berdo’a dan berharap harap cemas.
Setelah sampai lokasi, ketuk pintu ucapkan salam, akhirnya bisa ditemui Abah Mugiyanto sendiri di ruang tamu. Ditanya sana sini, sampai keperluannya apa, sambil ‘macak melas’ saya beranikan curhat ke Abah Mugi, tentang kebutuhan uang kuliah S2 saya jatuh tempo dan tanpa basa basi Abah Mugi langsung beranjak dari kursi menuju kamar sebentar keluar kamar dengan segepok uang senilai 2 semester pembayaran. Subhanallah, Abah Mugi meletakkan segepok uang ke telapak tangan saya sambil berpesan,
“Niki damel modal kuliah sampeyan Gus”
Ceppp…
Saya terperangah, seperti surprise kok sebegitu entengnya Abah Mugi memberi uang ke saya? Saya diam seribu bahasa, tidak berkutik untuk melanjutkan basa basi saya. Sampai akhirnya beliau sendiri yang mempersilahkan saya untuk segera pulang dan menyelesaikan tanggungan administrasi S2 saya.
Tidak berhenti disitu, pulangnya masih diantarkan dan karena saya datang masih pagi pagi sekali, Abah Mugi memandu perjalanan pulan saya dengan terlebih dahulu membelokkan saya ke Warung Pecel Pincuk di Jl. Jemur Andayani yang terkenal mahal itu. Bayangkan, sudah dipegangi duit, masih diajak ‘andok’ di Resto lagi. Semoga Abahnya GI selalu diampuni dosa dosanya dan dikasih sayangi oleh Allah SWT dialam kuburnya. Aamiin.
Lama saya tidak beredar di sekitar Al Jihad, sampai sampai kewafatan Abah Mugiyanto pun saya terlewatkan. Sebab saat itu kabarnya mendadak, beliau kecelakaan saat perjalanan dari Jawa Timur ke Kudus. Saya hanya bisa sambung do’a ke beliau.
Sambung lagi, ketika musim haji tahun 2010. Saya sudah menikah dan saya didaftarkan Haji oleh Abah/Umik mertua saya agar ikut KBIH BRYAN MAKKAH. Di moment itulah saya bertemu dengan penerusnya Abah Mugiyanto, yang dulu masih kecil sekarang sudah tingkat 3 di FE Unair Airlangga. Saya didekatkan oleh Abah Imam Hambali dan langsung klop komunikasi bersama GI. Banyak momen yang pernah saya bagi bersama GI, salah satunya adalah yang ada dalam gambar gambar ini.
Foto bareng GI saya berada di benteng Hudaibiyah ini kami ambil setelah rangkaian Ibadah Haji tuntas. Sambil menunggu waktu, setiap hari kita dipandu pembimbing tour jalan jalan ke situs situs bersejarah sekitar Makkah dan Madinah, Di tempat inilah, pada tahun keenam Hijiriyah, Rasulullah SAW beserta umat Islam pernah mengalami sebuah peristiwa penting. Saya sama GI menyempatkan berfoto ria.
Di foto satunya, saya sedang bersama (paman) KH Imam Hambali dan GI berpose dipinggir laut merah. Itupun kami lakukan setelah rangkaian ibadah Haji selesai sementara menunggu waktu pemulangan Jama’ah ke tanah air masih sangat panjang.
Saat kami kembali ke maktab masing masing, saya bersama GI ditugasi membantu jama’ah KBIH sebagai money changer, untuk memudahkan jama’ah berbelanja dengan mata uang Real Saudi Arabia. Kami selalu janjian berdua untuk ambil miqot umrah Sunnah dari Tan’im. Tawar tawarannya bemo ditanggung berdua semakin hemat dan murah. Sehari bisa 2 kali. Itu saja sudah capek.
GI selama di kota Makkah, seusai ibadah Haji banyak puasa sunnah, saya sendiri terkadang membayangkan kok kuat, ya? Ternyata mungkin amalan itulah yang membedakan GI dengan saya sepulang ke tanah air.
Saya tidak pernah membayangkan, GI akan menjadi pejabat di daerah Trenggalek. Sebab di Surabaya beliau adalah penerus tahta Perusahaan yang dirintis Abahnya bahkan sampai merambah kesemua bidang usaha, termasuk sosial dan pendidikan. Abah Mugiyanto merintis usahanya cukup maju pesat dalam waktu singkat. Karyawannya ribuan, dan cabangnya hampir di seluruh pulau Jawa ada.
Sekali lagi, upaya dan keberuntungan adalah faktor langka yang hanya dimiliki orang orang khusus seperti GI. Periode pertama hanya melaju sebagai wakil bupati, mewakili Emil Dardak. Kebetulan, diparuh kepemimpinannya, Emil Dardak lolos digandeng Khofifah Indar parawansa sebagai Wakil Gubernur. Gus Ipin otomatis melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan di Trenggalek sebagai Bupati. GI adalah talenta muda yang sempurna, termasuk salah satu dari para pejabat publik termuda Indonesia. Yang tentu karirnya masih panjang, fikirannya masih fresh dan terobos terobosan programnya tentu kreatif.
Ketika pilkada Bupati/Walikota 2020 kemarin, Gus Ipin menang telak atas pesaing pesaingnya. Sayapun tak ketinggalan kirim ucapan selamat via WApri nya. Beliau menyempatkan menjawab dan menelpon sebentar agar kapan kapan saya suruh main-main ke pendopo Trenggalek, beliau pasti akan selalu ada disana.
Selamat, Gus
InsyaAllah Barokah