Carracter Building Lewat Kegiatan PIRN VXIII

CARRACTER BUILDING LEWAT KEGIATAN PIRN XVIII
Oleh Wahyu Handayani, M.Si.*

Banyuwangi mendapatkan kehormatan sebagai tempat penyelenggaraan Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional (PIRN XVIII) yang digagas oleh LIPI Jakarta. Sekitar 1000 peserta mulai dari level SD, SMP dan SMA dari penjuru tanah air mengikuti kegiatan tersebut. Sungguh hal yang menarik, mengapa Banyuwangi ditetapkan sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan berbasis research. Objek-objek lokal di tlatah bumi Blambangan yang akan dijadikan sasaran kegiatan penelitian tersedia melimpah ruah; berbasis laut, kebun, hutan, sosial, etnik, budaya, vokano, dan objek hayati non-hayati lainnya. Daya dukung yang lain pun di Kabupatan Festival ini amat memadai.
Pernah dikatakan oleh Bupati Banyuwangi di depan para guru dan kepala sekolah, bahwa anak-anak kita seharusnya sudah ditingkatkan bentuk kompetisinya tidak hanya pada tulis menulis cognitive teoritik di atas meja ruangan kelas, melainkan ditingkatkan pada kemampuan skill, daya cipta, action, penemuan (discovery) dan kegiatan kreatif sejenisnya. Masukan menunjukkan bahwa Bupati A.A. Anas begitu menaruh perhatian terhadap perkembangan pendidikan. Jiwa guru beliau sangat tampak terlihat kerap melontarkan ide-ide gres hal penanganan pendidikan anak. Ide-ide Bupati milenial ini bisa menjadi pemicu para guru untuk lebih semangat menjalankan layanan pendidikan yang berbobot.
PIRN yang berlangsung 23 s.d. 30 Juni 2019 tidak hanya kegiatan pembimbingan dan pelatihan dalam penyelenggaraan penelitian serta bagaimana cara penulisan karya ilmiah. Di antara waktu yang tersedia ada kegiatan-kegiatan : science shows, inspiring dialogue, dan pameran hasil rekayasa berbasis teknologi. Ada banyak nilai-nilai soft skill yang ditumbuhkembangkan dari kegiatan tersebut tidak hanya soal-soal keilmiahan berbasis logika semata. Pada bagian lain, forum silaturahim antarpelajar nasional ini akan berdampak pada tumbuhnya nilai karakter kebangsaan yang kuat.
Albert Einstein, mengatakan bahwa education is not learning of facts but training the mind to think. Sejalan dengan tuntutan budaya daya nalar dewasa ini penyelengaraan pendidikan sebagai bentuk adaptasi terhadap kemajuan alam berfikir manusia dan produk-produk teknologinya menjadi keniscayaan untuk membiasakan warga belajar berfikir nalar tinggi (high thinking order), critical thinking dan creativity thinking. Albert Einstein satu di antara manusia paling cerdas di muka bumi ini mengatakan bahwa pembelajaran itu salah jika hanya mempelajari fakta. Ada bagian lain berfikir proses, prosedur dalam rangkaian berfikir sistemik berbasis logika sehat. Berfikir nalar itu ternyata bisa dilatih. Tidak hanya berlaku untuk anak-anak berintelektual tinggi. Siapapun bisa dilatih menjadi pribadi berkarakter nalar sesuai dengan daya capability-nya.
Complex problem solving ciri dari cara melatih anak-anak calon peneliti andalan ke depan Indonesia bahkan dunia ini diawal dari mambawa mereka ke reality object baik berbasis IPA, sosial dan budaya. Kemudian objek-objek penelitian itu disimplifikasikan dalam bentuk penelitian yang tentu diselaraskan dengan tingkat intelektual, referensi dan usia pengalaman hidup siswa. Tentu ini menjadi kepakaran para pemateri, pembimbing dan pendamping para siswa peserta PIRN yang telah mendapatkan referensi dari lembaga penelitian nasional sekelas LIPI. Problem solving complex dalam pembelajaran dengan pendekatan deep dialogue (dialog mendalam/detil) mendorong siswa mengembangkan nalar sosial dalam sebuah grand design concept bahwa semuanya diperlukan keterlibatan orang lain. Melatih anak-anak berfikir nalar tinggi dengan daya kemampuan high critical thinking masih harus disadarkan bahwa belum cukup kehebatan seseorang untuk meraih dan dapat memecahkan sebuah masalah tanpa melibatkan orang lain. Di sini karakter sosial ditanamkan bahwa team work akan lebih smart dalam menghadap persoalan kompleks baik tentang sains, sosial dan yang lain. Konsep humanity dalam life togather bahwa manusia tidak akan pernah bisa hidup sendiri itu ditanamkan agar ada kesadaran sehebat apapun orang harus ada karakter rendah hati, jauh dari sifat sombong dan suka bekerja sama. Itu sosok pribadi cerdas yang sebenarnya.
Kualitas SDM generasi muda menghadapi kenyataan hari ini terus dibangun, dikuatkan pada semua lini potensialnya. Tantangan kita ke depan tentu akan lebih berat. Tampak di mata problem ke depan yang butuh solusi pemikiran mulai hari ini dimungkinkan akan terjadinya krisis multidemensional. Internal negeri kita, entah kapan akan menemui krisis energi, krisis pangan, krisis sosial ketenagakerjaan dan juga krisis moralitas, krisis kebangsaan. Belum lagi menghadapi posisi strategis negara kita yang rentan dan riskan terhadap ancaman luar negeri. Peperangan hari ini kemenangan tidak bisa ditentukan oleh mereka yang memiliki ribuan serdadu dengan piranti canggih pendukungnya karena perang ultramodern bersifat proxy, tidak nyata.
Menyongsong abad sophistication technology Rev.Ind. 4.0 dan akan hadirnya bonus demografi Indonesia 2045 tidak ada pilihan lain kecuali memberikan karpet merah kepada anak-anak muda hari ini agar bisa menjadi andalan bangsa ke depan yang tidak boleh gagal. Sekali lagi tidak boleh gagal. Harapan sukses menyiapkan generasi ke depan menjadi tanggung jawab bersama, mengandalkan etos kerja dan etos juang guru di sekolah tidak cukup dan tidak akan mampu. Nyali semua pihak harus digerakkan agar menjadi energi berkuatan dahsyat bareng-bareng nggroyok mewujudkan visi dan misi pendidikan nasional.
Kepala SMP Negeri 1 Glenmore, Banyuwangi.