Perintah Berjilbab dan Berbusana Muslim Bagi Perempuan

Oleh : Dwi Nila Kartika Sari.

Agama islam sangat memuliakan dan menghormati perempuan, bentuk dari pemuliaan dan penghormatan islam terhadap perempuan dengan disyariatkan perintah untuk menutup aurat. Terdapat perbedaan antara aurat seorang laki-laki (muslim) dengan perempuan (muslimah) didalam hukum islam. Berdasarkan ijma ulama, aurat laki-laki antara pusar dan kedua lutut. Sedangkan mengenai batasan perempuan, jumhur ulama bersepakat bahwa aurat dari perempuan meliputi seluruh tubuh kecuali muka, telapak tangan dan telapak kakinya. Menggunakan busana muslim adalah langkah yang tepat untuk menutupi aurat. Hukum menutup aurat atau berbusana muslim dan jilbab yakni wajib bagi para perempuan yang beriman. Syariat ini merupakan tujuan agar menjaga harga dan martabat seorang perempuan tetap terlindungi dan terpandang sebagai muslimah yang baik. Dalam Al-Quran Allah Swt. sudah menjelaskan akan kewajiban kepada seorang perempuan agar menutup auratnya. Bahkan Allah Swt. akan memberikan ancaman kepada perempuan yang senggaja atau menampakkan keseluruhan dari aurat, berlenggok-lenggok, dan berbusana tipis. Perintah ini terkhusus bagi seorang muslimah yang sudah dewasa (baligh) dalam firman Allah dalam QS Al-Ahzab (33) ayat 59. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

Artinya: “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Dalam kandungan ayat tersebut, Rasulullah saw. diperintahkan untuk menyampaikan kepada para istinya dan juga sekalian wanita mukminah termasuk anak-anak perempuan beliau agar memanjangkan jilbab mereka. Dengan maksud agar dapat dikenali dan membedakan dengan perempuan non-mukminah. Karena dengan memakai jilbab, orang lain dapat mengetahuinya bahwa dia merupakan seorang mukminah yang baik. Pesan Al-Quran ini datang dalam menanggapi adanya gangguan dari kafir Quraisy kepada para mukminah terutama para istri Nabi Muhammad saw. yang menyamakan mereka dengan budak. Dikarenakan masa itu, para budak tidak memakai jilbab. Sehingga, ayat tersebut diturunkan dapat melindungi kenyamanan dan juga kehormatan seorang perempuan dimasa itu. Dan juga pada firman Allah QS. An-Nur (24) ayat 31Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

Artinya: “Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.”
Adapun maksud dari mahram itu sendiri sudah tercantumkan pada kandungan ayat tersebut yakni suami, ayah, ayah suami, putra laki-laki, putra suami, saudara laki-laki, putra saudara laki-laki, putra saudara perempuan, wanita, budaknya, pelayan laki-laki yang tak bersyahwat, atau anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Allah Swt. juga menegaskan bahwa walaupun auratnya sudah tertutup namun jika dia beruusaha menampakkannya dengan berbagai cara termasuk dengan menghentakkan kakinya supaya terdengar suara gemerincing dari perhiasannya, hal tersebut sama dengan dia menampakkan auratnya. Oleh karena itu, pada akhir ayat diperintahkan untuk bertaubat karena taubatlah dari sebuah kesalahan dan mengubah sikap agar kita beruntung.
Sering terjadi kasus seorang individu itu sendiri yang tidak menyambut ajakan Al-Quran untuk berjilbab dan berbusana muslim. Masih banyak disekeliling kita melihat semacam itu, mereka mengakui bahwa dirinya muslimah akan tetapi tanpa malu masih mengumbar auratnya. Ajaran agama islam tidaklah bermaksud mempersulit ataupun membatasi langkah setiap umatnya. Akan tetapi, dengan adanya aturan dan syariat tersebut manusia akan terhindar dari berbagai kemungkinan yang mendatangkan bencana sekaligus kemudaratan untuk dirinya. Sebagai umat muslim, wajib mengimani bahwa setiap perintah dan larangan Allah Swt. yang dilaksanakan tentu sudah pasti ada hikmahnya. Hanya saja kadang manusia tidak mengetahui apa hikmahnya karena keterbatasan pengetahuan.

Referensi:
Syarifah Alawiyah, Budi Handrianto, Imas Kania Rahman, “ Adab Berpakaian Wanita Muslimah Sesuai Tuntunan Syariat Islam”, (Vol. 4, No. 2, Oktober 2020)
Kusmidi Henderi, “Konsep Batasan Aurat Dan Busana Muslimah Dalam Perspektif Hukum Islam”, (Vol. 5 Nomor II, Juli- Desember 2016)
Khairiyah Nelty dan Suhendi Endi Zen, “Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti”, (Jakarta:Kementian Pendidikan dan Kebudayaan:2016)

Biodata Penulis

Nama : Dwi Nila Kartika Sari
Institusi : UIN Sunan Ampel Surabaya
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam prodi Ekonomi Syariah
Pekerjaan : Mahasiswa
Minat : Ingin mengasa kemampuan mrnulis dan mengisi waktu luang agar tetap produktif
Alamat Sekarang : Dsn. Brakung RT. 14 RW.04 Ds. Sumari Duduksampeyan – Gresik
Nomor Handphone : 0857-3376-7131
Instagaram : @dwinilakartika
E-mail : hibbi.5555@gmail.com