Sistem Zonasi Ciptakan Keadilan dalam Layanan Akses Pendidikan

Sistem Zonasi ciptakan Keadilan dalam Layanan Akses Pendidikan
Oleh Dra. Hj. Wahyu Handayani, M.Si.

Kebijakan pemerintah menerapkan sistem zonasi dalam Penerimaan Calon Murid atau Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini bukan sekedar ingin berbeda dari kebijakan yang terdahulu. Sistem zonasi sekalipun banyak menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, pemerintah tetap ‘kekeh’ harus dijalankan karena banyak pertimbangan yang melatarbelakangi. Tidak hanya sekedar keinginan untuk meniadakan pandangan masyarakat terhadap status sekolah favorit yang selalu menjadi rebutan atau mengurangi hak-hak kebebasan masyarakat menentukan pilihan. Menciptakan keadilan dalam mengakses layanan pendidikan bagi masyarakat serta pertimbangan startegis lainnya dalam jangka panjang. Hari ini yang menjadikan keprihatinan banyak pihak dan perlu diperhatikan adalah masalah kepadatan kendaraan di kota-kota serta risiko kecelakaan sangat tinggi. Lalu-lalang dan hiruk-pikuk kendaraan berebut jalan di saat jam-jam sekolah menjadi tontonan yang kadang-kadang menyebalkan. Kecuali itu, anak-anak di rumah perlu dan butuh perhatian untuk dikawal pertumbuhan pisik-psikologinya oleh orang tuanya. Jika mereka memilih sekolah yang jauh dari rumah tentu kesehariannya akan ribet dan tergesa-gesa setiap pagi mau berangkat sekolah. Bahkan kadang mereka tidak sempat sarapan, apalagi bincang-bincang santai dengan orang tua, diskusi, nasihat-nasihat tidak ada waktu. Masing-masing sibuk menyiapkan keperluan sendiri-sendiri. Demikian juga pulang sekolah, waktu sudah sore, lelah, harus menjawab tugas-tugas guru. Mereka tidak punya cukup waktu bersosial dg lingkungan. Padahal anak-anak ini aset yang dipersiapkan untuk estafet generasi. Tidak boleh menjadi terasing dengan lingkungan dan nilai-nilai yang ada. Mereka tidak boleh manjadi pribadi yang hebat secara akademik tetapi tidak peka, egois, dan bisa asosial. Ini pendidikan karakter yang krusial untuk dikuatkan oleh orang tua dan masyarakat. Masjid dan mushala serta tempat-tempat pembelajaran agama, tradisi oleh masyakarat tidak boleh sepi karena alasan menghambat tuntutan pembelajaran di sekolah. Ini harus dipahami oleh semua pihak bahwa sistem zonasi akan mendekatkan anak-anak dengan akses pendidikan dan sekaligus mengoptimalkan pendampingan dan pengasuhan orang tua terhadap anak-anaknya. Tentu sisi negatif dari kebijakan ini ada, tetapi ruang soalusi sejalan dengan waktu pasti terpecahkan. Hal yang wajar setiap kebijakan baru ada sebagian mereka yang tidak diuntungkan bahkan dikorban. Misalnya masyarakat yang punya usaha kos-kosan di lingkungan sekolah,dll. Kebijakan Mendikbud yang tertuang dalam Peraturan Menteri no 51 tahun 2018 ini bentuk political will yang visioner dan ke depan pasti dibutuhkan. Harus kita terima dan kita jalankan tanpa ragu, berjiwa kebangsaan, tidak egois karena kepentingan dan kebutuhan pribadi. InsyaAllah kebijakan ini akan membawa perubahan yang siqnifikan terhadap kemajuan pendidikan di tanah air ini, asal semua pihak utamanya beliau yang di depan bisa menunjukkan sikap sportif dan menjadi rujukan, sumber keteladanan. Karena itulah sejatinya pendidikan itu bisa menjadi sukses. Semoga harapan semua pihak bisa terwujud; sekolah hebat semua, maju semua, favorite semua karena bermutu layanannya. Selanjutnya tugas pemerintah adalah menyetandarkan fasilitas dan daya dukung lainnya di setiap sekolah negeri sehinga semua menjadi sama.
Mudah-mudah solusi cerdas pemerintah tidak bertepuk sebelah tangan. Ada titik temu antara masyarakat dan visi misi pemerintah membangun pendidikan yang lebih baik dalam rangka menyiapkan generasi yang cerdas, patriotik, berkepribadian yang tangguh mengagumkan sebagai modal dan model menghadapi perkembangan zaman dengan kecanggihan teknologinya.