Mengenal Ponpes Al Hamdaniyah Siwalan Panji Sidoarjo

Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah, Siwalanpanji, Pesantren Tertua Pencetak Ulama Besar Tanah Jawa. Sepintas tak ada yang istimewa dari bangunan tua ini, tetapi dibalik kesederhanaannya tersimpan sebuah sejarah besar dimana pendiri Nahdatul Ulama, KH. Hasyim Asyari pernah menimba ilmu di pesantren yang didirikan pada tahun 1787 ini. Di bilik inilah Mbah Hasyim menyantri kepada KH. Ya’qub, putra KH. Hamdani Pendiri Pesantren selama 5 tahun sebelum dinikahkan dengan Ibu Nyai Khodijah, putri Kyai Ya’qub, sayang pernikahan tak berlangsung lama karena saat mengandung anak pertama istri tercinta dipanggil Allah di Makkah dan dimakamkan disana.

Pesantren ini didirikan oleh KH. Hamdani dikenal sebagai pribadi yang Zahid (tidak mementingkan urusan duniawi), ‘Abid (ahli ibadah), dan Waro’ (berhati-hati dalam segala hal). Beliau adalah putra Murroddani bin Sufyan bin Khasan Sanusi bin Sa’dulloh bin Sakaruddin bin Mbah Sholeh Semendi, Winongan Pasuruan.

Alkisah, Beliau hijrah dari Pasuruan dalam usia yang cukup tua ke suatu daerah sebelah timur laut kota Sidoarjo, suatu tempat yang pada waktu itu masih berupa perairan rawa-rawa, berbilang tahun beliau bermunajat kepada Alloh SWT seraya berharap limpahan Rahmat & Inayah-NYA, agar daerah tersebut kelak ditinggikan oleh Allah SWT dan menjadi Kawah Candradimuka dan Mercusuar Ilmu. Dan doa tulus dari kekasih-Nya dikabulkan dengan dengan lahirnya banyak ulama besar dari pesantren Siwalanpanji eperti KH As’ad Samsul Arifin (Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyyah Syafiiyyah, Sukorejo, Banyuputih, Situbondo), KH Ridwan Abdullah (Pencipta Lambang Nahdlatul Ulama), KH Alwi Abdul Aziz (Pencetus Nama Nahdlatul Ulama, KH Wahid Hasyim (Putra KH. Hasyim dan Ayahanda KH. Abdurrahman Wahid, KH. Anwar (Pendiri PP. An-Nur Bululawang), KH. Said Ketapang, dan lain-lain,” kata Pengasuh Ponpes Al-Hamdaniyah, M Hasyim Fahrurozi (36), Ahad(31/12).

Pada sekitar tahun 1870 M, Hadlrotus Syaikh Imam Nawawi mendirikan sebuah Pondok Pesantren Salafiyyah yang berasaskan Ahlussunah Wal Jamaah yang kemudian bernama Ponpes ”Mahir Arriyadl”. Dalam memberi suri tauladan pada masyarakat Syaikh senantiasa mengedepankan sikap dan kpribadihan yang luhur. Dengan berbekal keeguhan hati, niat yang kuat serta tawakkal pada Allah SWT, Beliau memulai mewujudkan cita-cita yang luhurnya mendirikan pondok pesantren dengan membuka lahan di areal alas simpenan yang terkenal keangkerannya. Keadaan alas simpenan yang dipenuhi pohon-pohon besar mengharuskan Hadlrotus Syaikh Imam Nawawi melakukan penebangan hutan. Seiring dengan penebangan itu seringkali terjadi keanehan-keanehan, diantaranya banyak pohon yang telah ditebang kemudian dikeringkan namun tidak mempan dibakar. Keanehan lain yang membuat para santri heboh adalah adanya pohon beringin yang agung (besar sekali), meski ditebang berulang kali dan batang pohonnya telah putus, akan tetapi sulit untuk di tumbangkan. Dengan adanya peristiwa itu akhirnya para santri yang ikut andil dalam penebangan alas simpenan bermusyawarah untuk mencari jalan keluarnya. Mereka akhirnya sepakat untuk memberitahukan kejadian tersebut kepada Hadlrotus Syaikh Imam Nawawi. Salah seorang dari mereka yang bernama Jailani dipercaya untuk menghadap Hadlrotus Syaikh sehubungan dengan kemisteriusan pohon beringin tersebut.Mendengar hal tersebut beliau memutuskan untuk meninjau langsung ketempat kejadian. Terjadinya peristiwa misterius itu tidak membuat hati beliau goyah dalam cita-cita menyiarkan dinul islam ditengah-tengah masyarakat. Beliau tidak pernah putus asa dalam menghadapi segala ujian dan cobaan. Maka Beliau bermunajat pada Allah SWT dan mohon diberi petunjuk. Akhirnya beliau mendapat ilham agar mengamalkan Sholawat Nabi yang berbunyi:

اللهمّ صلّ على محمّد وسلّم

Setelah mendapatkan ilham tersebut, maka Hadlrotus Syaikh mengajak seluruh santrinya untuk membaca membaca sholawat tersebut bersama-sama. Atas izin Allah pohon beringin tersebut akhirnya tumbang seketika. Dan untuk mempermudah berkumpulnya para santri dalam melakukan shalawat berjama’ah Beliau selanjutnya mendirikan sebuah masjid yang akhirnya dikenal dengan masjid Ringinagung.Sejak saat itulah Shalawat tersebut dikenal dimasyarakat dengan ”Shalawat Ringinagung”. Bangunan asrama santri berdinding anyaman bambu dan diberi jendela pada setiap kamarnya serta bangunan yang disangga dengan kaki-kaki beton, membuat asrama santri ini nampak seperti rumah Joglo. Bahkan ada beberapa asrama santri yang kondisinya sudah memprihatinkan. Namun, Pengasuh pondok masih mempertahankan keunikan pondok tertua di Jawa Timur ini seperti Kamar KH Hasyim Asy’ari ini sengaja tak pernah dipugar, tetap seperti dahulu agar menjadi pelajaran bagi santri bahwa untuk menjadi tokoh besar tak harus dengan fasilitas mewah,” tegas Gus Hasyim yang sewaktu nyantri di Ploso, Kediri pernah sekelas dengan Ustadz Abdul Wahid , Guru di Pondok Pesantren Al-Munawwariyyah, Malang.

Setiap asrama di pesantren ini dibagi dalam beberapa kamar yang diisi dua hingga tiga santri dengan ukuran ruangan 2×3 meter. Di dalam kamar kecil itulah, tempat para santri belajar dan beristirahrat.

Menurut riwayat, saat KH. Hamdani membangun Pondok, dia mendatangkan kayu dari daerah Cepu Jawa Tengah dengan dinaikkan perahu besar. Namun ditengah jalan perahunya pecah berantakan. Akan tetapi Allah dengan Kemaha kuasannya menghendaki kayu-kayu tersebut berjalan sendiri melewati sungai dan berhenti persis di depan area Pondok.

Selain mengajarkan berbagai ilmu agama, pondok ini pernah menjadi saksi sejarah perjuangan merebut kemerdekaan bangsa Indonesia. Menjadi tempat pertemuan antara presiden Soekarno, Bung Hatta, Bung Tomo yang pada akhirnya melahirkan Laskar Hizbullah,”. Selain itu di Pondok ini, dulu juga sering dibuat pertemuan tokoh-tokoh Nasional pada Zaman Revolusi, diantaranya adalah KH. Wahab Hasbullah, KH. Wahid Hasyim, KH. Idham Cholid, Hamka, dan tokoh-tokoh besar lain. Bahkan Menurut Gus Hasyim, pesantren ini pernah terbakar sampai 2 kali akibat serangan Belanda.

Saat ini telah bermukim 200 santri putra putri dari berbagai penjuru tanah air dan berdiri SMP dan SMA untuk melengkapi pendidikan agama di pesantren. Pesantren ini bersebelahan dengan Pondok Pesantren Al-Khoziny yang cukup besar dan masih terjalin kekerabatan dengan Siwalanpanji, mengingat KH. Khozin sang pendiri adalah menantu dari KH. Ya’qub.

Semoga kita mampu meneladani serta meneruskan estafet perjuangan ulama dan menegakkan kalimah illahi di negeri tercinta ini. Karena yang menentukan masa depan suatu bangsa, adalah rakyatnya sendiri terlebih kaum santri yang telah begitu besar jasanya dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia ini.

Semoga Bermanfaat.

Sidoarjo, 31 Desember 2016

Disarikan dari berbagai sumber dan wawancara bersama dengan Pengasuh Pesantren, KH. Hasyim Fakhrurrozi dan berbagai sumber tambahan dari internet.

Keterangan :
*Kamar Mbah Hasyim di lantai 2 bangunan kuno bertingkat.
*Dokumen resmi pondok ini pernah ditulis oleh Gus Mannan, sepupu Gus Hasyim, hanya saat istikhoroh tidak menemukan jawaban pasti untuk dicetak dan disebarluaskan karena mungkin menjaga kewiraian pendiri pesantren yang lebih dikenal dengan santri-santrinya.

Totok Budiantoro

Koresponden MM.com.