BERTAMU DIMUSIM PANDEMI: POTRET BANGSA TERSIHIR CORONA

Oleh : Samsul Hadi.

Sihir covid19 benar benar tlah menghipnotis sebagian Bangsa Indonesia khususnya pulau jawa.

Sejak beberapa bulan lalu, pas garang garangnya berita corona, sampai ada lockdown , psbb dan seambrek protokol lainnya. Kunci rapat kota, desa dan libur total masjid mushola..( tapi pasar, mall masih ramai…?)

Dampaknya tlah menyusup ke otak pikiran sebagian besar bangsa ini.
Saking takutnya pada ” sanksi sosial” berupa tindakan isolasi ( penyanderaan terpisah tanpa interakSi dengan orang lain) maka keluarga yang bertamu pun ” setengah diusir- bahkan ditolak.
Tak berani terima tamu, tak berani bertamu. Intinya tak mau kena resiko, tertular dan menularkan covid 19 corona, virus asal negeri cina yang kabarnya ganasnya ndak kira kira. Itu kabar yang membikin keder nyali bangsa ini. Sampai” para Ustadz Ulama Tokoh Agama pun ikut ikutan ketakutan, lebih baik tinggalkan syariat ” sholat berjamaah” daripada kena corona, Lebih baik sholat di rumah sendiri sendiri, termasuk sholat Jumat diganti sholat Dzuhur saja. Luar biasa…

Kini, tahun baru hijriyah tiba…
1 muharam 1442 Hijriyah, bertepatan dengan 1 suro 1954 tahun Jawa,

Tanah jawa sudah beda..
Gara gara si corona..
Tak ada lagi acara penyambutan tahun baru hijriyah ( tahun barunya umat islam) . Tak ada juga prosesi Lelaku malem tahun baru 1 Suro seperti tahun fahun sebelumnya.
Di Keraton Solo pun sepi dari ritual tahunan, Kyai Slamet Kebo Bule tak lagi diarak keliling benteng Keraton dan Alun alun, tak ada perayaan Suroan seperti Jamasan Pusaka.

Semua alasannya gegara corona, masih masa pandemi.

Di beberapa kota yang kami jelajahi, sejak dari Makassar, Purwakarta, Jakarta, Bekasi, Subang, Semarang, Solo, hingga Sragen memang beda beda tipis kondisinya. Maksudnya kondisi psikologis sosialnya.
Ada yang sudah care, bangkit dari keterkungkungan sihir corona, membuka portal membongkar lockdown yang membatasi gerak warga antar kota.

Di luar pulau jawa ( Sulawesi) bahkan Pulau Jawa bagian Selatan, termasuk di Jakarta orang sudah mulai bosan dengan protokol covid19 yang kelewat nyinyir, duduk berjarak, masker selalu menempel wajah ( dulu membenci orang bercadar..hh) , bentar bentar cuci tangan ( berwudhu donk sekalian..) dan gosok tangan dengan hand sanitizer. Intinya semua alat harus dibeli di apotik, kecuali air.

Rakyat negeri ini selalunya jadi obyek penderita. Dampak sihirnberita corona, pengangguran dimana mana. Phk dan pemulangan ( dirumahkan) terjadi hampir di smua perusahaan kecil, menengah dan besar. Sektor informalpun hancur berantakan, pedagang dilarang jualan, orang tak boleh berkerumun di jalan di tempat umum ( selain petugas covid19 tentunya..).

Penghasilan penduduk merosot drastis, bahkan banyak yang kolaps ekonomi rumah tangganya. Runyamnya, sudah ketimpa damoak corona masih dikenai beban sosial sebagau warga negara..iuran bpjs naik, tarif listrik naik ( walau dihibur –gratiskan yang 4500 Watt, tapi naik bagi yang lainnya..)
Lintang pukang pengelolaan isyu corona, sampai sampai setiap orang sakit dirumah sakit panik, takut dicatut dijadikan pasien corona. Orang meninggal di rumah sakit, hampir rata rata menjadi momok cerita, karena banyak disinyalir dipaksa mnjalani prosedur penanganan standart vovid19 corona. Entak apa motivasinya, entah apa gerangan sebab musabab dan tujuannya. Berseliweran isyu, corona memang ada. Tapi corona mendatangkan keuntungan melimpah bagi oknum yang lihai dan licik tega. Itu kabar dan sassus yang beredar di tengah peliknya tekanan ekonomi akibat ketatnya pembatasan gerak rakyat berdalih ada bahaya corona. Bahkan tak jarang, ada kasus rebutan mayat, akibat saling klaim ” mempersoalkan” benar tidaknya isyu corona. Lucunya bangsa ini.

Kini, tahun baru hijriyah tiba..1 Muharam 1442 H atau 1 suro 1954 J.
Sebagian daerah masih telaten mengelola isyu corona. Walau terjadi kontradiksi, silang sengkarut pengistilahan kondisi saat ini. Ada petinggi negara yang terlalu dini mengumbar kata..era newnormal, era normal baru, entah apa maksudnyapun tak jelas, tak tau.
Buru buru ditepis petinggi lainnya, sekarang masih gawat, era pandemi katanya. Harus tetap waspada.

Rakyat bangsa ini masih belum.pulih ekonominya bahkan masih terseok seok mencari celah untuk bertahan melangsungkan kehidupan ekonomi rumah tanganya. Gerak belum leluasa, masih dibatasi, bepergian harus ikuti protokol covid19. Harus lolos dari RapidTest yang harus dibayar dengan uang tunai. Pernah 500an ribu sekali test, walau saat ini turun menjadi 150ribu tiap kali RapidTest yang berlaku selama 14 hari kerja. Artinya rakyat harus membayar lagi, disaat kondisi sudah terpuruk begini. Apalah artinya BLT 600ribu yang pelaksanaannyapun tak jelas kriterianya. Silang sengkarutnya data menunjukkan negeri ini butuh pembenahan data yang rapi dan bisa dipercaya. Banyak tumpang tindih data, yang hidup merana ada yang belum terdata, yang sudah meninggal setahun duatahun lalu, masih terdata. Mayat dapat kucuran dana, benar ndak ya?

Aneh aneh bangsa ini.Mulai dari gerakan tutup diri, tutup gerbang kota, portal desa, rebutan mayat, semrawutnya data rebutan BLT, hingga rapidTest yang dicurigai tidak akurat dan memang tidak valid untuk memastika terpapar tidaknya corona, hanya indikasi awal yang sifatnya umum. Disusul lagi tawaran pada rakyat untuk menjadi pion percobaan uji coba vaksin corona asal negeri cina. Rakyat kok di coba coba.
Entah gerangan apa yang menyusupimu bangsaku. Bangsa warusan para Pejuang, syuhada dalam merebut Kemerdekaannya dari bangsa Penjajah Belanda dan Jepang.

Bangsa yang tidak segera percaya diri sendiri. Bangsa yang lebih suka mengimport produk asing, meng” ngemplang utang” bangsa lain, yang menjadi bulan bulanan negara lain, didekte Amerika, ditekan Cina dicemburui Rusia, dikasihani Saudi Arabia.

Bertamu di musim Pandemi
Seperti bertamu di negeri asing, di daerah orang asing jauh dari indonesia. Padahal kami bertamu di tanah kelahiran sendiri, pulau jawa…
Orang masih banyak yang terpapar sihir berita corona. Hanya sihir beritanya, bukan coronanya. Sayangnya sihir itu telah merasuki mental dan pikiran sebagian besar rakyat bangsa ini.

Sepertinya bangsa ini perlu Ruqyah total dan terapi Pembebasan Trauma akibat berita sihir corona asal cina itu.
Yaa..hanya sihir. Yang telah menyihir mental bangsa.
Kasian..bangsaku..

Sragen-Solo, 2 Muharam 1442 H
——————————-
2 Suro 1954 J

Mas Samsu Sambang Jagad, Penggiat Spiritual asal Solo, Aktifis Salah satu LSM, kini praktisi Jurnalis Citizen MenaraMadinah.Com