UKHUWAH DALAM SOROTAN

Oleh: Musthofa Zuhri

Ukhuwah dalam bahasa lain adalah persaudaraan. Ia dipandang sebagai mempererat sebuah tali temali yang mengikat satu sama lain. Putus nya tali temali yang menjadi pengikat sebuah hubungan, akan membuat pudar dari apa yang menjadi pengikat rasa penghubung itu.

Ukhuwah sesama yang dibangun berdasarkan ke imanan dan kebersamaan dalam islam dikenal dengan ukhuwah islamiyah. Persaudaraan yang menyublim dalam bingkai ke islaman.

Ukhuwah yang mempersatukan manusia dalam sebuah rasa pemilikan atas negara dan kebangsaan dikenal dengan ukhuwah wathoniyah. Pengikat dan pwmersatu dirinya dan saudarnya dalam bingkai Negara yang mereka bernaung. Tak memandang apakah ia beragama islam atau tidak.

Ukhuwah lainya adalah persaudaaraan dalam sisi humanistis. Ukhuwah kemanusiaan. Mengikat diri pada satu titik bahwa kita adalah manusia.

Hubungan saudara itu harus selalu menciptakan harmoni dalam kehidupan. Kalau pun toh ada perbedaan, disikapi dengan cara proporsional. Perbedaan adalah hal yang lumrah.

Prinsip dasarnya adalah yang kecil menghormati yang besar. Yang besar menyayangi yang kecil. Yang minoritas menghargai yang mayoritas, yang mayoritas jangan semau gue, dengan arogansi, kesombongan akan kebesaran “egoisme” dirinya. Dengan seharusnya MENCIPTAKAN RASA KASIH SAYANG pada yang minoritas.

Mayoritas harus menjadi suri taudan yang baik bagi yang minoritas. Yang besar harus memberi contoh yang baik, berprilaku yang elegan. Tak angkuh, apalagi merasa hebat.

Jika hal itu bisa dilakukan, minoritas dengan sendirinya akan memperlakukan hal yang sama. Akan memberi pelayanan terbaiknya pada yang mayoritas.

Rosul telah memberikan pondasi dasar dalam berprilaku dan bertutur kata. Dengan memberi rasa adil, bijaksana dan sudah tentu “bijaksini”. Maka beliau diberi lebel al amin, uswatun hasanah, dan dipuji langsung oleh Tuhan dengan kalimat Dan sungguh, dialam diri muhammad terdapat budi pekerti yang agung.

Kasih sayang baginda tak hanya diakui oleh umat islam semata, namun umat lainpun mengakui capaian sang baginda. Meski ada saja segelintir orang yang memang “mencela”. Namun bukan berarti celaan dan hinaan menjadikan baginda terhina atau bahkan membalas dengan hinaan.

Banyak hal yang sebenarnya kita alpakan, bahwa islam adalah agama yang memberi kasih sayang terhadap apapun, dimanapun dan untuk siapapun. Bukan hanya sekedar simbolik, liftik dan gebyar semata. Namun perembesan nilai nialai dasar.

Itu adalah pondasi dasar dalam berbangsa, bernegara dan bertanah air.

Bukankah rasa aman, persatuan yang berkeadilan. Adil dalam kemakmuran adalah esensi dari harmoni kebangsaan kita.

Kita tak setuju atas monopoli ekonomi, namun bukan berarti menistakan dan mendelete etnis dan agama tertentu dari peta bumi ke indonesiaan kita?

Alangkah eloknya, bila energi umat dibangun kesadaran bahwa hidup adalah kompetisi, dengan menyiapkan kualitas SDM umat agar mampu bersaing dengan umat dan etnik lain.

Jangan sampai hanya bisa berteriak kofar kafir pada yang lain, dengan melupakan elan fital ruang publik yang lain.

Sektor pendidikan, ekonomi, budaya, profesi lain kesehatan adalah hal yang membutuhkan energi yang SUPER MANTAF.

Yang kaya harus merawat, dan ngopeni pada yang miskin, yang miskin otomatis mendoakan pada yang kaya. Simbiosis mutulisma. Bukan prilaku parasitisma dimana yang kaya selalu memanfaatkan si miskin untuk digerakkan ke jalan raya atas nama agama. Atau yang mayoritas menggencet si minoritas dengan alasan stigma Agama. Ini sangat super parasitisma!!

Demikianlah kira kira..

Selamat pagi…u7