PENDIDIDIKAN LINGKUNGAN SEBAGAI LITERASI KEBERLANJUTAN

Oleh: Author Diana  Nurhayati

Universitas Jember

Permasalahan lingkungan yang saat ini terjadi merupakan permasalahan yang cukup mengkhawatirkan. Hal ini menuntut implementasi konsep keberlajutan dalam memanfaatkan sumberdaya lingkungan. Pemahaman konsep keberlanjutan merupakan tantangan yang cukup besar bagi berbagai pihak baik akademisi, mahasiswa, praktisi, dan penggiat lingkungan. Mengingat pembangunan berkelanjutan memerlukan partisipasi berbagai pihak maka peningkatan literasi keberlanjutan diharapkan berbagai kalangan siap menghadapi tantangan akan perubahan-perubahan yang dapat menjadi kendala penerapan konsep keberlanjutan.
Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Air Pertanian/ Alam Lingkungan mengadakan webinar bertajuk “Sustainable Development Talk: Increasing Sustainability Literacy Toward Sustainable Future” pada Jum’at, 6 Juni 2020. Acara ini dihadiri 4 narasumber utama yaitu Dr. Wahyu Surakusumah, S. Si., M.T. (Dosen Pendidikan Biologi Universitas Pendidikan Indonesia), Dr. Fuad Muhammad, S. Si., M.Si. (Dosen Pascasarjana Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro), Dr. Thahjo Tri Hartono, S. Hut., M.Si. (Peneliti Pusat Peelitian Lingkungan Hidup, LPPM Institut Pertanian Bogor), dan Dr. Ir Ahmad Rifqi Asrib, M.T. (Dosen Pascasarjana Pendidikan, Kependudukan, dan Lingkungan Hidup Universitas Negeri Makasar). Webinar ini menjadi kesempatan untuk saling berbagi ilmu dan pengalaman terkait pemabungunan berkelanjutan.
Perkembangan ilmu dan teknologi (IPTEK) yang sangat pesat seharusnya dapat mendorong efisiensi dan efektifitas pemanfaatan lingkungan. Namun pada kenyataannya, perkembangan teknologi justru sebaliknya bahwa perkembangan IPTEK mempercepat kerusakan lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan IPTEK tidak sejalan secara linier dengan lingkungan.
Dr. Wahyu Surakusumah, S. Si., M.T. mengatahan “perkembangan teknologi seharusnya meningkatkan efisiensi, akan tetapi kondisi sekarang itu malah sebaliknya. Seperti yang dilaporkan oleh IUCN bahwa ada sekitar 1 juta spesies tumbuhan atau hewan yang terancam mengalami kepunahan”.
Hal ini terjadi karena ada beberapa hal yaitu banyaknya perubahan fungsi lahan sehingga memunculkan lahan kritis, eksploitasi berlebihan, perubahan iklim, pulusi udara dan lain sebagianya.
Pria yang merupakan dosen di UPI itu juga mengatakan “Teknologi itu ibarat pisau, tergantung pada siapa yang menggunakannya, bisa memberikan manfaat atau bisa memberikan mudarat.”
Pendidikan sebagai salah satu kunci perkembangan teknologi memiliki tantangan tersediri yaitu dengan mengubah paradigma sumberdaya manusia dari antroposentrism menjadi ekosentrism.
“Antroposentris dimana manusia memandang lingkungan sebagai sumberdaya yang bisa dimanfaatkan untuk pertumbuhan ekonomi kemudian apabila ekonomi sudah membaik maka keuntungan bisa digunakan untuk memperbaiki lingkungan. Itu konsep yang salah, karena keseimbangan sudah berubah untuk kembali ke kondisi awal akan sulit.” Imbuhnya.
Peranan dunia pendidikan sebagai cara yang tepat dalam mengubah paradigma untuk melihat suberdaya alam sebagai seumberdaya yang harus dijadi kelestariaannya yaitu paradigma ekosentrism. Paradigma ekosentrisme yaitu dimana kita bisa memanfaatkan lingkungan akan tetapi harus menjamin bahwa generasi yang akan datang itu mempunyai hak yang sama dengan kita untuk memanfaatkan sumberdaya alam dengan jumlah dan kualitas yang sama, hal ini sesuai konsep pembangunan berkelanjutan.
Adanya edukasi kepada sumberdaya manusia bahwa sumberdaya alam harus dilestarikan untuk menjaga hak generasi yang akan datang merupakan hal yang sangat penting. Pengetahuan melalui edukasi akan meninmbulkan kesadaran yang selanjutnya akan menjadi tindakan. Pengetahuan terhadap sumberdaya alam melalui pendidikan lingkungan ini tidak hanya memberikan pengetahuan, keterampilan, tetapi juga sikap dan nilai yang kemudian tujuannya adalah mengubah dari kesadaran menjadi tindakan.
Pendidikan lingkungan juga mengembangkan literasi lingkungan. Selain itu, juga megarah kepada bagaimana hubungan interaksi manusia dengan lingkungan untuk keberlanjutan. Hal ini memuncul adanya konsep yang disebut Sosio ekologi yang tidak hanya dibahas terakait lingkungan tapi juga dibahas bagaimana interaksi manusia dengan lingkungan sehingga muncul bahwa keberlajutan adalah sesuatu yang dibutuhkan .
Terdapat 4 ciri orang mempunyai litertarasi keberlanjutan
Pertama, berpikir masa depan, melihat bahwa apa yang dilakukan ynang lampau akan mempengaruhi kondisi sekarang, apa yang diputuskan sekarang akan berpengaruh pada masa yang akan datang. Secara sistematis juga mengevaluasi bagaimana kondisi-kondisi kemudian melihat dampaknya.
Kedua, berfokus pada nilai (baik estetika, keadilan, dan intergritas), sehingga keberlajutan tidak hanya melihat konteks dari segi besar benefit ekonomi tetapi juga melihat nilai-nlainya.
Ketiga, berfikir secara sistemik, bahwa lingkungan merupakan suatu sistem yang besar dan terdapat komponen-komponen yang kecil dan mempunyai fungsi khusus. Satu komponen akan mempengaruhi komponen yang lain yang selanjutnya akan mempengaruhi fungsi dan sistem yang lebih besar, sehingga muncul statement “butterfly effect” bahwa kepak kupu-kupu di Indonesia akan menyebabakan angin topan di Jepang. Hal kecil yang dilakukan pada satu komponen yang kecil akan bedampak pada sistem yang lebih besar.
Keempat, kemampuan berpikir strategis yaitu mempunyai kemapuan untuk mengelola pengetahuan dan kemudian mengembangakan strategi untuk mencapai satu visi.
Sejauh ini, implementasi pendidikan lingkungan unruk pengambanguanan berkelanjutan di Indonesia belum ada wadah khusus dan belum ada kurikulum untuk pendidikan dasar. Hal ini memerlukan terobosan-terobosan sehingga pendidikan lingkungan bisa masuk ke dalam kurikulum atau intrakurikulum, atau dilakukan dengan ekstrakulikuler dan dapat berupa program institusi, mengingat literasi keberlajutan dibutuhkan semua profesi.
Upaya untuk menekan arti penting lingkungan melaui sistem pendidikan merupakan hal yang perlu dilakukan. Kurikulum yang ada di lembaga pendididikan pada segala bidang harus ada pembekalan tentang ilmu lingkungan terutama untuk pendidikan pada generasi muda agar bidang apapun yang ditekuni nantinya, tetap memperhatikan aspek lingkungan yang ada. Adanya pembekalan tentang wawasan lingkungan di segala bidang, diharapkan nantinya akan membetuk karakter manusia yang peduli terhadap lingkungan (ekosentrism