KEMBALILAH KE PANGAN TRADISI ASLI MASYARAKAT INDONESIA

“Presiden meminta BUMN dan daerah, serta Kementerian Pertanian untuk membuka lahan baru untuk persawahan, yaitu lahan basah dan lahan gambut,” kata Airlangga dalam konferensi pers, Selasa (28/4/2020).
Setelah konferensi tersebut, banyak sekali Forum Group Discussion (FGD) diselenggarakan oleh pihak pihak terkait, seperti perguruan tinggi. Sebenarnya sudah banyak hasil penelitian terkait Ketahanan Pangan ini, beberapa tahun ke belakang.
Proyek sejenis sudah pernah dilakukan pada masa Orde Baru “Lahan Gambut sejuta hektar”, dimulai tahun 1995 dan diputuskan berakhir 2001. APBN senilai Rp 1,6 triliun disedot dan tidak punya dampak signifikan pada ketersediaan PANGAN (TEMPO, 6 MEI 2020)
Berdsarkan laporan Global Hunger Index (GHI), Indonesia berhasil menurunkan index sebesar 33% dari 26.8 (Tahun 2005) menjadi 20.1 (Tahun 2019) dengan cara revitalisasi pertanian. yaitu kembali ke pangan tradisi asli masyarakat Indonesia. HIlangkan stigma negative, jika tidak makan beras maka termasuk warga miskin, Makanan pokok asli masyarakat Indonesia (selain Beras) yang menyesuaikan dengan kondisi sekitarnya, contohnya:
1. Sagu dan ubi jalar sudah menjadi makanan pokok Indonesia di beberapa provinsi, terutama di Maluku dan Papua
2. Jagung merupakan salah satu makanan pokok Indonesia di daerah Madura, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi dan Jawa Tengah.
3. Singkong merupakan salah satu umbi-umbian yang menjadi makanan pokok Indonesia oleh masyarakat.
4. Jewawut sebagai makanan pokok Indonesia dulunya adalah Enrekang, Sulawesi Selatan, Pulau Smba, Pulau Rote, dan beberapa daerah lainnya. Kalau di Biak Numfor, jewawut sudah menjadi makanan pokok yang diolah menjadi semacam bubur.
5. Jelai atau yang biasanya di Jawa dikenal dengan Hanjeli biasanya diolah menjadi kudapan. Sekarang sudah ada juga yang mengonsumsi jelai sebagai makanan pokok.
6. Sorgum adalah salah satu makanan pokok Indonesia yang dibudidayakan oleh masyarakat di Nusa Tenggara. Sekarang ini, sorgum adalah makanan pokok orang orang di Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara.
Bahkan sudah banyak teknologi yang diteliti untuk memodifikasi bahan bahan diatas menjadi bahan yang mempunyai nilai lebih (sifatnya mirip terigu). Dan ini sangat bagus untuk menekan pangan impor. Teknologi yang digunakan biasanya adalah fermentasi (yang mempunyai titik kritis pada media, enzim, bahan penolong dan mikroba). Oleh karena itu Pusat Kajian Halal ITS perlu hadir memberikan pendampingan pada rantai proses produksi yang dapat mempengaruhi status kehalalan suatu produk.

Setiyo Gunawan
Kepala Pusat Kaian Halal ITS
Wakil Ketua PC ISNU SBY
https://publons.com/researcher/1313797/setiyo-gunawan/