Omnibus Law = Penjajahan Gaya Baru Tegakkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Landasan Utama negara Republik Indonesia adalah Undang-undang Dasar Tahun 1945. Dalam pembukaan Undang-undang Dasar Tahun 1945 sangat jelas bagaimana pemerintah (eksekutif, Legislatif dan Eksekutif) sebagai pengelola/pelayan rakyat, mestinya memahami betul yang terkandung dalam perintah Undang-undang Dasar tahun 1945.
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dan Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka Pemerintah wajib melindungi dan menjamin kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan yang berkeTuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan Mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Kemudian dipertegas dalam Pasal 27 ; yakni “(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. (2) Tiap- tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
Dan juga cukup jelas tentang pembangunan perekonomian Indonesia tanpa system ekonomi Kapitalisme yakni “Pasal 33 (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. (2) Cabang- cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Tidak salah jika Presiden Joko Widodo dan seluruh jajaran ingin membumikan Pancasila sebagai rujukan berbangsa dan bernegara, agar tercipta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun dalam Omnibus Law dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja mari kita uji, apakah nilai-nilai Pancasila menjadi landasannya. Dan Seharusnya nilai-nilai filosofis yang menjadi titip pijak RUU Cipta Kerja adalah Pancasila. Dari 79 UU dengan 15 bab dan 174 pasal dalam RUU Cipta Kerja harus sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.
Namun kenyataannya tak demikian. Dari proses legislasi hingga isi Omnibus Law RUU Cipta Kerja justru mencederai nilai-nilai Pancasila. Proses penyusunan draft Omnibus Law RUU Cipta Kerja tidak sesuai dengan semangat demokrasi dalam Pancasila yakni musyawarah untuk mufakat. Substansi, Omnibus Law RUU Cipta Kerja sangat berat sebelah: sangat melayani kepentingan pengusaha (Kapitalis). Sebaliknya, isinya banyak mengorbankan rakyat diseluruh sector yang mestinya terlindungi oleh negara dan menginjak-injak nilai-nilai kemanusiaan, pijakan kebangsaan, dan cita-cita keadilan sosial kita.
Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang berhubungan dengan ketenagakerjaan. Sangat mendorong fleksibilitas pasar tenaga kerja: status pekerja, waktu kerja, dan upah.sangat jauh beda dengan UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang kita anggap sangat neoliberal, masih menganut prinsip pembatasan terhadap sistim kerja kontrak dan alih daya (outsourcing). Namun, di RUU Cipta Kerja, semua jenis pekerjaan terbuka untuk sistem kontrak. Alih daya juga bisa berlaku pada semua lini produksi.
Omnibus Law RUU Cipta Kerja juga mengancam masyarakat adat, petani, dan masyarakat perkotaan yang masih berjuang untuk menjaga warisan berupa sumber daya alam dan lingkungan. RUU Cilaka akan mempermudah perizinan pembangunan. Padahal upaya perizinan harus dilihat sebagai upaya perlindungan bagi lingkungan dan keberlangsungan hidup masyarakat. Tidak jarang banyak kasus penjarahan lahan masyarakat yang dilakukan investor. Kita tentu masih ingat dengan pidato Jokowi beberapa waktu yang lalu. Ia meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menutup mata bila memberikan ijin penggunaan lahan bagi investasi.
Samsul Hadi
Jurnalis Citizen