Pesantren Sa’adatud Daren Jambi merupakan pendidikan Islam yang lahir dari sebuah organisasi Tsamaratul Insan (1915), pesantren yang masih mempertahankan sisi tradisional, santri “sarungan” dengan kitab klasik yang dipelajari, tidak hanya karangan ulama Timur Tengah bahkan karya Tuan Guru Sa’adatud Daren sendiri dipelajari di sini. Meski bersifat tradisional, namun sudah modern jika ditengok segi bagunannya, sisi modern lainnya para santri dibekali IT. Berikut ini lapora Hafidh Z Abto jurnalis citizen.
Dalam perjalanan saya di sini (6 Maret 2020) adalah melihat dunia literasi yang hingga kini masih berkembang, tak hanya pada diri Tuan-tuan guru, namun juga ditularkan pada santrinya, sebut saja Guru Syargowi yang banyak menulis kitab berbahasa Arab pada bidang mantik, tauhid, faraidh dan lainnya bahkan lagu mars merupakan ciptaan darinya, serta para guru lainnya.
Baru-baru ini Sa’adatud Daren berduka atas kewafatan seorang Hafizh Qur’an sekaligus Mudir Sa’adatud Daren, yaitu al-Maghfurlah Tuan Guru Kyai H. Muh. Daud al-Hafizh, yang sebelumnya dipimpin oleh al-Maghfurlah Tuan Guru Kyai H. Helmi. Semoga Allah mengampuni segala dosa para guru-guru tersebut.
Saya berterima kasih kepada Ust. Dandy [semoga Allah mengabulkan cita-citanya untuk dapat studi di Yaman] yang telah menerima saya bersama Ust. Adzroiy di pesantren ini, akhir perjalanan sebuah pencari identitas hagiografi ulama Jambi. Masih banyak cerita-cerita lainnya yang mengitari Kota Jambi Seberang, sampai jumpa Jambi pada episode lainnya di masa lain.
Ditulis dalam Bus yang sedang menuju Palembang (21.40 WIB).
Sejuknya Udara Banyuasin, catatan Perjalanan Hafidh Z. Abto