Malang, 04 Maret 2020-menaramadinah.com-Beberapa hari ini berita tentang Penolakan Harlah NU ke 94 yang terjadi di Yogjakarta tepatnya di Kagungan Ndalem Masjid Gedhe Keraton Yogyakarta yang di klaim sebagai Basis Muhammadiyah oleh KOKAM (Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiya) yang dibawah naungan Pemuda Muhammadiyah sangat marak menyebar diberbagai media. Hal ini Menunjukkan betapa kurang dewasanya cara berfikir Bidang program kerja organisasi otonom Muhammadiyah dibawah naungan Pemuda Muhammadiyah tersebut, hal ini di buktikan dengan beredarnya surat resmi penolakan yang berkop surat organisasi tersebut dan di tanda tangani oleh pengurus nya.
Padahal perizinan untuk kegiatan Harlah NU tersebut sudah lengkap dan resmi baik dari pihak Ta’mir Kagungan Ndalem Masjid Gedhe Keraton Yogyakarta sebagai tempat kegiatan tersebut maupun dari instansi terkait yang berwewenang memberikan izin semuanya sudah terpenuhi.
Bagi NU hal ini tidak menjadi masalah yang berlebihan atau biasa saja, karena NU sekaligus ingin menunjukan bagaimana cara mengimplementasikan ISLAM BERKEMAJUAN yang menjadi slogan Muhammadiyah saat ini kepada anak-anak muda Muhammadiyah.
Hasil rapat panitia Harlah NU dengan para Tokoh-Tokoh NU serta Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) kota Yogyakarta juga dengan mempertimbangkan kaidah
“MENOLAK MAFSADAT LEBIH UTAMA DARIPADA MENGAMBIL MANFAAT” dengan memindahkan tempat kegiatan Harlah NU tersebut juga merupakan konsistensi dari warga NU untuk selalu menjaga dan mengedepankan Trilogy Uchuwa (Uchuwa Islamiyah, Uchuwa Wathoniyah dan Uchuwah Basyariyah) yang selama ini menjadi bagian daripada produk fiqroh An Nahdliyah yang di cetuskan oleh pendiri NU.
Tanpa merasa kalah atau menang dalam hal tersebut diatas karena NU ingin menunjukkan bagaimana cara menghadapi persoalan dengan memakai akal fikiran yang maju dan tidak terbelakang sesuai dengan kaidah agama serta budaya nusantara yang selalu mendahulukan kepentingan Bersama demi Persatuan dan Keutuhan Bangsa.
Semua ini sudah sesuai dengan cara-cara Islam yang ada di Bumi Nusantara ini, NU didirikan sebagai Ormas Islam di Bumi Nusantara ini, bertujuan untuk menjaga dan memelihara kemurnian faham Ahlussunnah waljama’ah, Sehingga sangat wajar bila Ormas Islam terbesar di dunia saat ini mencetuskan slogan ISLAM NUSANTARA (islam yang ada di Nusantara ini), karena banyaknya amaliyah yang dilakukan oleh warga NU di Nusantara ini yang kemungkinam tidak pernah ditemukan di belahan dunia manapun, maka selalu menjadi ciri khas ummat islam yang ada di nusantara ini, atau lebih popular dengan sebutan ISLAM NUSANTARA yang menjadi Jargon NU saat ini.
Tidak sekedar Jargon atau slogan Islam Nusantara saja, tetapi dalam melangkah dan menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan warga bangsa, NU selalu mengedepankan cara-cara yang sudah menjadi kebiasaan atau budaya nusantara tanpa mengesampingkan sisi-sisi syariat islamnya.
Oleh karena itu dalam menyelesaikan persoalan penolakan Harlah NU yang ke 94 oleh Pemuda Muhammadiyah yang ada di Kagungan Ndalem Masjid Gedhe Keraton Yogyakarta tokoh-tokoh NU telah memberikan tauladan yang sangat baik dan bijak dengan mengedepankan cara berfikir yang sangat maju (BERKEMAJUAN) dengan memindahkan tempat kegiatan Harlah NU ke Universitas NU di Sorosutan Kecamatan Umbulharjo.
Sikap para tokoh Nahdlatul Ulama yang sangat bijak ini adalah sebagai manifestasi serta implementasi dari makna ISLAM BERKEMAJUAN itu sendiri, sehingga dengan berfikiran yang sangat luas dan dengan mempertimbangkan sisi maslahat dan mudharatnya seperti pada kaidah tersebut ini:
Kullu ‘ibaadatin kaana dhororuha a’dloma min naf’iha nuhiya ‘anha
Setiap Ibadah yang Mudharatnya lebih besar daripada manfaatnya maka ibadah tersebut dilarang.
Maka para tokoh NU di Yogyakarta telah memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi warga Nahdliyyin Khususnya dan Warga Muhammadiyah yang masih belum bisa memaknai dan menjiwai Islam Berkemajuan.
Sehingga dengan mengambil langkah yang sangat bijak ini kedepan sebagai warga negara Indonesia yang berwawasan luas serta berfikiran maju dan modern tidak akan ada lagi diskriminasi antar warga dengan menyebut yang mayoritas menguasai basis dari yang minoritas, karena hal ini adalah merupakan bibit-bibit intoleransi.
Bagaimana tidak Intoleransi bila sesama Muslim saja masih mendikotomi antara mayoritas basis masa ormas islam yang satu kepada ormas islam yang lain, apalagi nantinya terhadap warga yang tidak seaqidah (non Muslim), bisa akan lebih protektif tentunya. Maka menjadi tugas kita Bersama untuk memberikan pendidikan dan wawasan tentang tata cara hidup berdampingan sebagai warga bangsa yang ber Bhineka Tunggal ika ini. (wawan)