MENUJU KONFERENSI PGRI KABUPATEN LUMAJANG 2020, KETUA SEBAIKNYA GURU

Oleh : Ahmad Afandi, S.Pd., M.Si

Anggota PGRI Tinggal di Lumajang

Dalam waktu dekat PGRI Kabupaten Lumajang akan melaksanakan pemilihan ketua baru yang akan dilaksanakan pada tanggal 18 April 2020. Wajah-wajah kandidat mulai muncul, baik yang terbuka maupun masih malu-malu. Baik dari guru yang masih aktif maupun pensiunan guru. Banyak harapan guru yang ingin disematkan pada agenda ini yaitu selain tentang kesejahteraan guru kedepan PGRI diharapkan mampu meningkatkan kompetensi guru melalui pelatihan dan kerja sama dengan semua pihak, bukan hanya menyentuh kegiatan seremonial belaka seperti apel akbar, kongres dan HUT PGRI yang selama ini muncul di permukaan. Tetapi PGRI harus menjadi garda depan peningkatan kompetensi guru sebagaimana organisasi profesi guru lainnya. Ada banyak guru aktif yang inovatif di Lumajang yang mampu menghilangkan stigma tersebut dan mampu mengembalikan marwah organisasi.
Demikian juga pengurus Kabupaten yang dengan percaya diri untuk maju menjadi calon ketua, walaupun selama ini “miskin prestasi namun tetap berambisi”. Sekian lama mereka tidur panjang lalu terbangun menjelang periode berakhir. Berbagai aksi “pencitraan” dikemas demi menarik simpati pengurus cabang mulai dari “ke Jakarta Bareng-Bareng” hingga lobi- lobi kecil di “warung ikan bakar”. Pencitraan seperti itu adalah hal yang wajar, namun kita harus ingat bahwa berorganisasi haruslah mengedepankan kepetingan organisasi dan anggotanya serta mengutamakan kepentingan bersama dibandingkan kepentingan sesaat dan kelompok. Ini harusnya disadari oleh seluruh pemilik suara bahwa PGRI adalah Persatuan Guru Republik Indonesia. Untuk itu ketua sebaiknya dari kalangan guru, dengan demikian pemimpin dapat merasakan, mencerminkan, dan mengetahui kebutuhan guru. Kita sudah punya presiden, menteri, gubernur dan bupati yang milenial seharusnya kita juga tergugah untuk memilih calon ketua yang milenial karena tantangan guru kedepan dihadapkan pada tantangan kemajuan teknologi dan informasi yang serba digital.
Berbagai kondisi diatas cukup dijadikan alasan PGRI untuk memilih figur baru. Pemimpin yang tidak punya “beban masa lalu” calon ketua yang tidak tersandera oleh ikatan-ikatan kepentingan lama. Pemimpin baru yang merdeka menjalankan organisasinya, sehingga mampu menjaga marwah PGRI. Tidak terikat oleh balas budi maupun terbebas dari “dosa politik”. PGRI harus memilih pemimpin yang memiliki integritas, kapasitas, dan kecakapan memimpin. Terpilih bukan karena money politik dan sejenisnya serta tidak membangun dinasti demi jabatan tertentu yang dapat direngkuh dengan jabatannya. Marilah kita jadikan PGRI sebagai organisasi yang sangat independen terhadap pengaruh apapun karena PGRI adalah pilar yang sangat penting untuk mewujudkan insan pendidik yang profesional, sejahtera, dan terlindungi. Selamat Berkonferensi PGRI Lumajang, Semoga mendapatkan pemimpin yang amanah.