*Man Ana?*

Biar rindu ini kelak akan bertemu bersama kekasih-kekeasihNya di singgah sana, Setapak Tarekat perjalanan dalam Tholabul Ilmi Faridhotun ala kulli, yang selalu ditemani spirit suci janji satya kobaran “Merah – Putih” terhadap diri anak bangsa yang selalu menggali ayat-ayat kehidupan yang tersirat maupun tersurat, yang tergelar sampai tergulung bahkan mengetahui seberapa jauh tafsir ayat-ayat muhkam dan mutasabih-Nya yang berhembuskan gelombang air samudera keilmuan yang luas yang jernih berwarna biru.

“Lita’arrofu Wajami’il Ilem waulil Albab”
“Wahdinal Husna Bihurmatihim – wa’amitnafi Thoriqotihim”

Perjalanan diri mulai terdidik dari masa kandungan sang ibu sejati sampai di lahirkan di dunia ini guna meneruskan perjalanan cerita / hikayat (sejarah) orang-orang pendahulu kita yang dulu pernah ada sebelum kita ada dan kesuksesan diri kita tak terlepas dari untaian do’anya kedua orang tua kita bahkan guru-guru kita serta para leluhur kita.

Maka sikap maturnuhun (terima kasih) ini bukan semata-mata hanya keluar dari lisan mulud saja akan tetapi di iringi praktik riil / tindakan – perbuatan terpuji terhadap sesama ciptaan-Nya.
Mulai dari hal terkecil sampai menuju hal-hal diluar batas akal manusia.

Terima Kasih Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya dengan sifat Maha Rohman – RahimNya kepada hamba yang baru belajar melihat membaca (Iqro’) supaya mampu Lita’arrofu atas nikmat kesehatan jasmani dan rohani serta sehat mata dhohir wabathinan.

Semoga kelak nanti kami menjadi anak yang sholih – sholihah berbhakti kepada kedua orang tua, para guru-guruku serta pada agama, bangsa dan negara Indonesia. Merdeka…!!!

Penuh jerih payah (Tirakat dan Riyadhoh) bagi orang-orang pencari RidhoNya serta ilmuNya yang tak terhingga bagaikan jarum tercemplung di lautan samudera.

Mulai mencari sanad keilmuan serta ikhlas dalam mendapatkan suatu ijazah dari sang guru (Kyai Guru / Mursyid) tidak semata-mata meminta ijazah akan tetapi butuh perjuangan dan pengorbanan dalam didikan “Tarbiyatul Thoriqoh” yang langsung didik para guru Mursyid An- Nahdliyah. Untuk selalu sambung – menyambungkan wushul kepada Sang Kholiq.

Beraneka ragam dalam didikan Khususiyah sebuah tarekat yang di ajarkan para guru Mursyid terhadap anak didik (muridin).

“Man ana man ana laulaakum , kaifa maa hubbukum kaifa maa ahwaakum …”.

– Siapakah diriku, siapakah diriku kalau tiada bimbingan kalian (guru)
Bagaimana aku tidak cinta kepada kalian dan bagaimana aku tidak menginginkan bersama kalian.-

Hanya untaian cinta serta do’a kepadamu wahai guru-guruku, aku tak mampu membalas kebaikan darimu.

Semoga ku bisa istiqomah dalam meneruskan ajaran tarekatMu walau rintangan serta hinaan, caci makian dari orang-orang dekat sekelilingku bahkan dari unsur keluarga, pertemanan – masyarakat lainnya. Pantang bagiku untuk takut menghadapinya demi keikhlasan Ridho guru menuju Ridho-Nya.

Karena selamanya aku adalah murid (santri).
Hanya berbekal nafas perjuangan “La ilahaillallah Muhammadur Rosulullah”

Bismillah – Faatihah – Pancasila untuk selalu cinta tanah air Indonesia apa yang dulu pernah di perjuangkan para alim ulama’, pejuang bangsa dan para pemuda – santri Kyai guru.

Edy Sembiring
Danau Kelimutu, 2 Maret 2020
“Selo Aji”
(Jaga Kali_mahe)

Totok Budiantoro

Koresponden MM.com