Kebungson Gresik ,01 Maret 2020
GEGER GAJAH – Gajah Mungkur berawal sa’at selesainya Pembangunan Landmark Gajah Mungkur diperliman PT.PETROKIMIA GRESIK .
Disebabkan pembangunannya tidak memperhatikan point point dalam pelestarian Cagar budaya yg merubah bentuk rumah Gajah Mungkur yg Gajahnya jauh dari keasliannya.
Hal ini justru menghilangkan nilai nilai Filosofi Hewan Gajah yg lengkap ada Telinga lebar, mata sipit dan 4 kaki seperti patung Gajah mungkur yg keberadaanya di Jln. Nyai Ageng Arem Arem no 38 kel.kebungson Gresik yg kini menjadi daya Tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara.
Filosofi Gajah Mungkur secara spiritual sebagai penolak Bala Bencana ,ilmu pengetahuan ,kecerdasan,pelindung dan kebijaksanaan yg terkenal ” Ganesha” sebagai Hewan Suci orang Hindu .
Rumah Keluarga Besar Gajah Mungkur H.Djaelan dibangun berlantai 2 pada masa kolonial belanda oleh putra ke 4 Nya yg bernama H.Djaelan pada tahun 1.896 yg ditempati pada tahun 1902 pernah didatangi Raja Pakubuwono.
H.Djaeland mempuyai seorang putra bernama H.Oemar Hasyim.
H.Oemar Hasyim beristri Hj.Dzuhriyah mempunyai 3 Anak :
1.H.Achmad Sukhaimi nikah Hj.Nur Rohmah ( Paron Ngawi)
mempunyai 8 orang Anak.
1.Nurmawati
2.Achmad Zaini Dahlan
3.Alfiyah
4.Sofiyah Hanim ( Istri Alm.A.Hamid Ketua DPRD Gresik)
5.Dzakiyah Yuraidah
6.Husin richushobah
7.Achmad Choiri
8.Faridah Hanum
2.H.Nur Jannah menikah dgn H.Muhammad Mukhlis Fahri ( Panderejo Banyuwangi)
tidak mempunyai keturunan dan mengangkat Anak
1.Didin
2.Yayuk /Dzakiyah Yuraidah (putri ke 5 dari H.Achmad Sukhaimi)
3.Hj.Hasimah menikah dgn Choiron Djazuli (Buaran pekalongan) tidak mempunyai keturunan dan mengangkat 2 anak ;
1.Achmad Choiri (putra ke 7 dari H.Achmad Sukhaimi)
2.Jurotun mas unah
Seperti yg pernah diceritakan kepada saya oleh Kyai Sepuh Mukhtar jamil dikediamannya Bedilan Gresik tentang kesaktian H.Djaelan karena bisa membangun Rumah Besar dgn luas 2.000 M bahkan orangnya sangat Dermawan karena uangnya tidak pernah habis habis dan bisa diambil sewaktu waktu dibalik sarungnya ,dibawah sajadah dan bantalnya ketika ada orang yg membutuhkannya yg diakui sendiri oleh keluarga Besar Gajah Mungkur yang saya ingat pada sa’at Rapat Famili pada tahun 1980an.
Pada Zaman kemasan Gajah Mungkur sampai th 85 an banyak Sarang Walet yg bisa diunduh dilantai Dua sebagai sumber utama perekonomian keluarga Gajah Mungkur pada saat itu.
Sayangnya Dibangunnya landmark Rumah dan Patung Gajah Mungkur oleh jajaran pemkab Gresik dan PT.Petrokimia Gresik tidak membicarakan terlebih dahulu kepada Ahli waris Rumah Gajah Mungkur sa’at ini ,”ujar Akhmad choiri 39 Tahun Ahli Waris & pengusaha Batik Gajah Mungkur.
Lebih lebih ucapan dari Ida Lailatussa’diyah Asisten II bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemkab Gresik yg mengatakan sengaja mendesain patung gajah dengan bentuk tidak sempurna sebagaimana bentuk gajah pada umumnya untuk menghormati kota Gresik sebagai kota wali yang menjunjung ajaran Islam, dimana ada larangan membuat patung sesuatu bernyawa yang mirip bentuk aslinya.
“Karena Gresik daerah reliji. Di Islam masang patung yang berupa jenis menyerupai bernyawa, tidak boleh sehingga di abstrakkan” jelasnya.
pemikiran Ida Lailatussa’diyah yg demikian itu justru akan menghilangkan Filosofi Gajah dan sungguh merendahkan keluarga besar Gajah Mungkur yg Dizamannya H.Djaelan sebagai Ulama dan Tokoh Spiritual Bedjarangan , lebih memahami situasi dan kondisi dalam kiprah mensyiarkan Agama islam sebagai keturunan kanjeng Sunan Giri khususnya memberikan pembelajaran kepada keturunan keluarga Besar Gajah Mungkur untuk selalu mendengar keluhan Masyarakat Gresik yg digambarkan dgn Telinga lebar Gajah di era kolonial Belanda.
Atas kepala batunya ida Lailatussa’diyah menjadikan permasalahan ini Viral disosmed
Dan berita TV nasional.
Yg pasti Ahli Waris Gajah Mungkur sangat kecewa dengan pernyataan tersebut diatas karena Menurut J.J Honigmann dalam buku Kuntjaraningrat yang berjudul Pengantar Antropologi, terdapat tiga wujud kebudayaan, yaitu (1) gagasan, (2) perilaku, dan (3) artefak.
Dengan demikian, kebudayaan mengandung dua aspek, yaitu tangible dan intagible. Aspek tangible dari warisan budaya mencakup artefak, ekofak, situs, dan fitur.
Dalam menentukan suatu objek merupakan warisan budaya didasarkan pada dimensi bentuk, ruang dan waktu. Sementara itu aspek intagible dapat ditentukan berdasarkan nilai-nilai yang terkandung di dalam suatu warisan budaya, seperti nilai historis, sosial dan ilmu pengetahuan.
Jadi singkat cerita bongkar dan kembalikan seperti wujud Aslinya ,” pungkas A.choiri pengusaha Batik Tulis cap GAJAH MUNGKUR yg terkenal dikota Gresik.
Pada hakekatnya benda-benda tersebut merupakan tinggalan yang harus dilestarikan dan diwarisi dari satu generasi kegenerasi berikutnya merupakan bukti sejarah peradaban suatu bangsa, umat manusia bahkan merupakan warisan indonesia yg kini mendunia , yang harus dilestarikan ; dilindungi, dikembangkan, dan dimanfaatkan untuk kepentingan kemanusiaan.
Gilang Adiwidya.
Jurnalis Gresik
menaramadinah.com