
Jember, 25 Februari 2020- Berkesempatan mempresentasikan ide dan program di ajang internasional tentunya menjadi moment penting dalam kehidupan seorang mahasiswa. Kesempatan emas ini diperoleh Dinda Renatha Wahyu Ridawati. Mahasiswa Program Studi Administrasi Negara FISIP Universitas Jember ini tampil di ajang “Istambul Youth Summit 2020” yang diadakan pada 27 hingga 30 Januari 2020 lalu di Istambul, Turki. Dinda, begitu panggilan akrabnya, mempresentasikan program relawan pemberantasan buta huruf di Jember untuk mendukung pencapaian Generasi Emas Indonesia Tahun 2045. Dinda menjadi salah satu mahasiswa yang tampil, dari 155 peserta yang merupakan mahasiswa dan pemuda dari segenap penjuru dunia.

Ajang “Istambul Youth Summit 2020” adalah ajang pertemuan para muda dunia yang peduli akan permasalahan sosial di sekelilingnya, yang diorganisasikan oleh Youth Break The Boundaries Foundation. “Youth Break The Boundaries Foundation atau biasa disebut YBB adalah yayasan internasional yang bergerak dalam bidang kepemudaan dengan tujuan meningkatkan pembangunan kapasitas dan pengembangan sumber daya manusia, khususnya di kalangan para muda. Caranya dengan memberikan beasiswa, menggelar kegiatan akademis, magang, pertukaran pemuda, mengorganisir kegiatan relawan dan lainnya,” jelas Dinda saat ditemui di kampus Tegalboto (25/2).

Dinda sendiri tertarik membuat program pemberantasan buta huruf di Jember mengingat angka penyandang buta huruf di Jember masih tergolong tinggi, yakni sejumlah 164.346 orang menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2018. “Tentu fakta ini memprihatinkan, di saat pemerintah menargetkan kebangkitan Indonesia di tahun 2045 dengan Generasi Emas-nya, ternyata masih ada saudara-saudara kita yang belum bisa baca tulis. Oleh karena itu saya tergerak membuat program relawan pemberantasan buta huruf,” tutur mahasiswi angkatan tahun 2018 ini.
Tidak hanya mempresentasikan idenya mengenai pemberantasan buta huruf di Jember, Dinda berkolaborasi dengan dua wakil dari Jawa Timur lainnya, yang sama-sama merancang program sosial. “Saya tampil bersama Ibu Nadya Masitah Sani yang merancang pelatihan bagi kalangan muda yang belum bekerja di Sumenep, dan program perlindungan bagi buruh migran yang diusung oleh tim Universitas Darussalam Gontor Ponorogo,” imbuh gadis berjilbab asal Lumajang ini. Awalnya mereka tak saling kenal, namun pada saat masa penilaian proposal, panitia dari YBB mempertemukan ketiganya. “Mungkin karena sama-sama dari Jawa Timur yah,” kata Dinda lagi sambil tersenyum.
Tentu saja jalan menuju Istambul penuh liku dan membutuhkan kerja keras. Dinda harus menyusun proposal dan esai dalam Bahasa Inggris serta mempersiapkan diri dalam melakukan presentasi yang baik. “Prosesnya berawal dari Agustus 2019 lalu dengan mengirimkan esai hingga muncul pengumuman di bulan Oktober 2019. Yang paling bermakna bagi saya, dengan mengikuti “Istambul Youth Summit 2020” maka saya dapat bertemu, beriskusi dan saling berbagi pengalaman dengan kaum muda dari berbagai penjuru dunia. Saya juga banyak menyerap pelajaran dari para pemateri yang merupakan para pakar pembangunan sosial di negaranya,” pungkas Dinda yang tengah menunggu kelanjutan pendanaan program pemberantasan buta huruf yang disusunnya dari YBB. (iim)
