Oleh : Firman Syah Ali
Saat menulis catatan duka ini saya baru selesai mengikuti prosesi pemakaman Nadzir Masjid Ampel KH Ubaidillah bin Muhammad Bin Yusuf At-tijani atau lebih akrab disapa sebagai Gus Ubed.
Saya lihat semua mata berkaca-kaca, semua mata bengkak memerah, bahkan menangis tersedu-sedu. Saya jadi ingat sebuah pepatah kuno “Jalanilah hidupmu sedemikian rupa sehingga semua orang menangis saat hidupmu itu berakhir”. Saya yakin Gus Ubed telah menjalani hidup seperti itu, yang belum tentu kita akan bisa menyerupainya.
Di antara pentakziyah saya lihat ada Mantan Kapolda Jatim Machfud Arifin, yang berdiri dekat saya selama prosesi pemakaman, ikut berdesak-desakan menahan dorongan massa yang meringsek berebutan ingin menyaksikan proses pemakaman. Saya juga melihat Gus Hans, Pengasuh Ponpes Queen Darul Ulum Jombang, yang matanya juga bengkak karena menangis. Habib Najib Haddad juga hadir bahkan memimpin doa. Ustad Taufik Mukti, Ustad Kornel, Ustad Abdul Wahed dan banyak lagi teman lainnya bertemu saya dan sama-sama larut dalam kesedihan.
Posisi beliau sebagai Nadzir Masjid Ampel telah menimbulkan interaksi spiritual yang luar biasa dengan banyak orang, selain itu posisi beliau sebagai Muqoddam Thariqah Tijani semakin menguatkan ikatan spiritual yang dahsyat dengan semua pengikutnya.
Kepemimpinan spiritualnya di lingkungan Thariqah dan di lingkungan Masjid Ampel telah dijalankan dengan baik dan penuh amanah, sehingga melahirkan tetesan air mata dari ribuan pentakziyah siang ini.
Situasi ini semakin mengharukan karena Gus Ubed meninggal dunia tepat pada hari ketujuh wafatnya sang isteri tercinta. Seakan Allah menunjukkan kepada umat bahwa beliau berdua merupakan pasangan cinta sejati sehidup semati.
Kini salah satu magnet nusantara itu telah mendahului kita, mari kita berdoa untuk kemuliaan dan kebahagiaan beliau disisiNya, serta untuk ketabahan dan kemuliaan keluarga dan umat yang ditinggalkannya.
Selamat Jalan Gus.
*) Penulis adalah Bendahara Umum PW IKA PMII Jatim/Pengurus Harian LP Ma’arif NU Jatim