Kanjeng Ki Ageng Suryo Mentaram , lahir pada tanggal 20 Mei 1892. terlahir dengan nama BRM Kudiarmadji . Beliau adalah putra ke 55 dari 79 putra putri Sri Sultan Hamengkubuwana VII. Ibu beliau bernama BRAy Retno Mandoyo, putri dari Patih Danurejo VI ( Pangeran Cakraningrat ).BRM Kudiarmadji diangkat menjadi pangeran dengan gelar Bendara Pangeran Harya Suryo Mentaram pada usia 18 th.
Seperti halnya putra putri HB VII lainnya, Beliau juga mengenyam pendidikan di Sekolah Sri Manganti dilanjutkan kursus Klein Ambtenaar,, belajar berbagai bahasa, bahasa Belanda, Inggris Arab.Juga mendalami Pendidikan Agama Islam kepada K H Ahmad Dahlan. BPH Suryo Mentaram sangat gemar akan ilmu filsafat, Ilmu sejarah, ilmu agama dan imu Jiwa.
Semasa muda kehidupan di keraton yang serba ada tetapi monoton membuat Beliau merasa kesepian dan gelisah dan tertekan. Hinga bertubi tubi cobaan batin menghampirinya. Sang kakek yaitu Patih Danureja VI dicopot oleh ayahandanya, ketika wafat kakeknya tidak diperkenankan dimakamkan di Imogiri, meski BPH Suryo Mentaram sendiri yang memohon berulang kali. Dan yang lebih memukul lagi, kemudian sang ibunda yaitu BRAy Retno Mandoyo diceraikan oleh Sri Sultan HB VII dan dikeluarkan dari Kraton kemudian diserahkan kepada BPH Suryo Mentaram.Hingga wafatnya istri beliau yang meninggalkan putra yg masih berumur 40 hari, seakan menambah deretan penderitaan beliau.
Ternyata menjadi putra raja bukan jaminan hidup akan bahagia.Ketika kekecewaan pada puncaknya Beliau menghadap Sri Sultan HB VII mengajukan permohonan untuk keluar dari kraton dan mengembalikan gelar Pangeran yang disandangnya.tapi permohonan tsb ditolak oleh Sri Sultan HB VII.Kemudian beliau mengajukan keinginannya untuk naik haji tapi tetap ditolak. Akhirnya BPH Suryo Mentaram diam diam keluar dan meninggalkan kraton dan pergi ke Cilacap disana beliau menikmati kehidupan sebagai seorang rakyat biasa yang berdagang kain batik dan stagen. Beliau menyamar dengan nama Notodongso. Hingga akhirnya Sri Sultan mencarinya dan diperintahkan kembali ke Kraton Yogyakarta. Di Kraton beliau merasakan kembali rasa kesepiannya.dibalik fasiltas dan kemewahan yang ada beliau merindukan untuk bertemu dan bercakap cakap dengan orang tanpa mengingat tingkatan derajat pangkat. Keadaan kesepian ditengah keramaian tersebut membuat beliau sering pergi ke tempat tempat keramat, jika ada guru mengaji yang baru didatangi untuk belajar ilmu.
Beliau berusaha mencari obat penawar kesepian dan kegelisahan hatinya. BPH Suryo Mentaram merasa lingkungan kraton dengan segala aturan dan tradisinya telah membatasi ruang geraknya.Beliau tetap berkeinginan untuk meletakkan gelar Pangeran yang membebaninya juga beliau menjual semua harta bendanya, karena merasa harta benda tersebut salah satu yang membuat manusia berlaku sombong.
Pada tahun 1921 ketika usia BPH Suryo Mentaram 29 th, ayahanda beliau, Sri Sultan HB VII wafat, Disaat saudaranya yang lain memakai baju kebesaran kepangeranan. BPH Suryo Mentaram hanya memakai baju sederhana,, sembari ikut memikul peti jenazah ayahandanya. Ketika Sri Sultan HB VIII dinobatkan menjadi raja, BPH Suryo Mentaram mengajukan permohonan untuk menanggalkan kedudukannya sebagai pangeran dan mengembalikan semua gelarnya.dan dikabulkan. Beliau merasa bebas tidak ada ikatan.tetapi beliau masih merasa gelisah karena beliau menginginkan untuk bertemu dengan orang dan bercakap cakap tanpa melihat siapa beliau . Dan akhirnya pada suatukesempatan beliau bisa ketemu dengan orang lain dan bercakap cakap tukar pikiran memberikan ide tanpa ada batasan yang membebani. Hingga kemudian ilmu tersebut disebut ilmu rasa bahagia berangkat dari menjajaki diri sendiri dan mengawasi diri sendiri ditulis dalam bentuk puisi dalam buku Uran Uran Beja.
Dari pemikiran dan ide idenya salah satunya didirikannya Pendidikan Kebangsaan Taman Siswa, juga Beliau mengusulkan untuk membentuk tentara guna mengantisipasi nusantara menjadi ajang peperangan antara Belanda dan Jepang, Beliau adalah tokoh penting dibalik berdirinya PETA ,Tentara Pembela Tanah Air yang kelak menjadi TNI Tentara Nasional Indonesia.
Julukan Ki Ageng Suryo Mentaram diberikan oleh Ki Hajar Dewantara pada saat peresmian Pendidikan Kebangsaan Taman Siswa. Ki Ageng Suryo Mentaram wafat pada hari Minggu Pon tanggal 18 Maret 1962 pada usia 70 tahun di rumah beliau jln Rotowijayan no.22 Yogyakarta dan dimakamkan di Makam Cepakasari Kanggotan Plered Bantul Yogyakarta
foto koleksi Aroeng Binang.
Sumber: FB Jejak Sejarah Mataram.
Totok Budiantoro
Koresponden MM.com