Pahami Batas Teritorial Indonesia, Fakultas Hukum Gelar Seminar Hukum Zona Ekonomi Ekslusif

 

JEMBER – Fakultas Hukum Universitas Jember menyelenggarakan Seminar Nasional di auditorium Fakultas Hukum (10/2/20). Seminar dibuka oleh Dekan Fakultas Hukum Muhammad Ali ini mengusung tema “Optimalisasi Perlindungan Terhadap Batas Wilayah dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.” dengan narasumber Dr. Hari Utomo, SH., MH. dan Mahendra Putra Kurnia. Dalam sambutannya Muhammad Ali sangat mengapresiasi kegiatan ini. Pasalnya, sebagai mahasiswa harus tau batas-batas teritotial bangsa Indonesia saat ini.

Dikesempatan lain saat wawancara dengan awak media Muhammad Ali mejelaskan “latar belakang diselenggarakan acara seminar ini, kami ingin berkontribusi pada negara dan mendiskusikan masalah masuknya perahu neraga lain masuk perairan Indonesi.” Jelasnya.

“Kami sengaja mendatangkan ahli khusus dibidang ini, dulu kita punya mata kuliah Hukum Laut, tapi kemudian ada perubahan kurikulum, akan tetapi penting untuk melakukan reformasi kurikulum bahwa ternyata itu menjadi kebutuhan diera saat ini.” Tambah Muhammad Ali.

Hukum Maritim ini tentu sangan penting. Pasalnya, menurut Dekan Fakultas hukum memandang perlu bahwa perbatasan laut Indonesia ada tigal utama yaitu, ZEE, Landas kontinen dan Landas Teritorial. Masing-masing batas ini ternyata seluruh dunia belum ada kesepakatan walaupin sebenarnya ada Konfrensi Internasional.

Hal lain yang mendorong terselenggaranya seminar terserbut, Dekan Fakultas Hukum ini menjelaskan bahwa dibeberapa media krimtis juga ikut mendorong bahwasannya perjanjian batas laut ini segera dilakukan oleh negara-negara dunia, karena akan berpotensi akan mengurangi sengketa wilayah perairan di sepuluh Negara kepulauan.

Salah satu narasumber yang berhasil ditemui usai acara tersebut Dr. Hari Utomo, SH., MH. menurutnya kasus Natuna saat ini sudah berkurang dibandingkan dengan kasus kasus virus corona yang sekarang WNI sedang dikarantina di kepulauan Natuna.

“kasus perairan Natuna itu muncul karena adanya tindakan kapal china yang masuk ke perairan Indonesia dengan dasar Sembilan titik terputus yang menghubungkan perairan kita, dimana perairan tersebut merupakan merupakan Traditional fhising ground nelayan China, padahal pemerintah China sudah meratifikasi Unclos 1982 sebagai dasar dan disamping itu Indonesia dan China tidak pernah ada perjanjian tenteng masalah tersebut.” Jelasnya.

Menurutnya selain masalah tersebut ada beberapa hal yang disinyalir akan sangat merugikan Indonesia. Pasalnya, banyak sumber kontinen dimana pemerintah Indonesia akan khawatir akan diambil oleh China sebab dicurigai selain menangkap kapal ikan, china juga mengeluarkan drone untuk meneliti perairan tersebu.

“dalam hal ini pemerintah Indonesia sudah tegas menangani kasus tersebut, namun didalam suatu negara demokrasi selalu saja ada setuju dan tidak setuju dengan keputusan pemerintah, sedangkan kepoutusan pemerintah adalah mengerahkan kapal-kapal yang bisa beroperasi disana untuk melakukan penegakan hukum hokum tetapi ada yang mengatakan tidak perlu menggunakan kapal perang, cukup dengan menggunakan kapal sipil saja, padahal, faktanya apabila kita melakukan atau berhadapan dengan kapal-kapal asing sangat beresiko untuk dilawan yang faktanya ada kapal perang yang ditahan di Malaysia, itu tidak ingin kita ulangi, sehingga pemerintah mengerahkan kapal perang.” Pungkasnya.