HMI Dalam Ancaman Pembubaran Era Bung Karno

 

Oleh : Hadi Winarno

Ini cerita yg sempat dituliskan Ris, dan bersumber dari kesaksian tokoh NU Kyai Saifuddin Zuhri. Proses yg berkembang jauh lebih rumit menjelang Bung Karno berkata “HMI go ahead!” (HMI maju terus”…

Tahun 2002 aku mewawancarai Pak Roeslan Abdulgani, orang Muhammadiyah yg juga tokoh PNI, pernah jadi Menlu, Kepala Perwakilan RI di PBB dan juru bicara Manipol Usdek-nya Bung Karno. Pak Roeslan menjadi pintu masuk bagi Pak Dahlan Ranuwiharjo (Ketum PB HMI 1951-1953) untuk melobi Bung Karno. Lalu lewat jaringan ini pula, meski cara bekerjanya tidak sama persis, Bang Sulastomo ikut dalam lobi politik tingkat tinggi ke BK. Tidak mudah meyakinkan BK, tapi Roeslan-Dahlan-Sulastomo di tahun² jor-joran revolusioner itu termasuk orang² yg dipercaya BK. Tahun 1963 BK pernah dekat dengan HMI dan peranan Bang Sulastomo besar dalam soal ini.

Bung Karno mendengar banyak golongan terkait HMI ini. Bung Karno akhirnya mendapat jaminan dari Pak Dahlan dan Bang Tom bahwa HMI bukan kekuatan kontra-revolusi. Aku pernah wawancara Bang Tom dan nanyain secara pribadi soal ini. Bang Tom hanya tertawa lebar sambil berkata, untung Ketua Umum PB HMI-nya Sulastomo …

Yang tetap misterius sampai hari ini, apa “kata kunci” yg membuat BK memutuskan HMI jalan terus….

Pertanyaan itu penting karena setelah keputusan HMI jalan terus diambil, BK meminta agar Menteri Sjarief Thayeb dan beberapa orang, termasuk Pak Roeslan Abdulgani, diminta menjadi pembina HMI. Pada situasi inilah Soebandrio mengusulkan kepada BK agar HMI menjadi onderbouw NU agar tidak ditarik keluar oleh kekuatan-kekuatan kontra-revolusi. Usulan ini membuat marah Pak Dahlan Ranuwiharjo, dan membuat Pak Dahlan ingin menemui BK langsung meminta agar usul Subandrio itu ditolak. Tetapi Pak Roeslan Abdulgani meminta agar Pak Dahlan mengurungkan niatnya sambil berkata, “Sudahlah Mas Dahlan, kamu kan sudah dapat HMI”.

Tentang “kata kunci” yg menjadi pamungkas dan sanggup meyakinkan Bung Karno itu sampai hari ini banyak yg menduga-duga. Aku sendiri juga gagal mendapatkan konfirmasi dari almarhum Bang Tom. Tapi setidaknya aku masih ingat senyum Bang Tom saat kutanya, “Bang, apa benar Bung Karno merasa yakin dengan keputusan itu setelah beliau mendapat jaminan bahwa HMI bukan onderbouw Masyumi”.

Moral ceritanya, bukan hanya Kyai Saifuddin Zuhri saja yg bergerak memprotes desakan golongan kiri agar HMI dibubarkan. Golongan agama yg lain, yg ditokohi PK Leimena, juga menentang HMI dibubarkan. Tapi peranan inner circle Bung Karno yg ditokohi Pak Roeslan Abdulgani-Dahlan Ranuwiharjo nyaris tidak pernah terungkap jika tidak ada cerita² dari para pelaku sejarah itu sendiri. Aku beruntung mendapatkan percikan sejarah itu dari Pak Roeslan dan Bang Tom yg keduanya kini sudah berpulang ke Rahmatullah.
Pak Dahlan Renuwiharjo marah mendengar Subandrio minta agar HMI jadi onderbouw NU karena hal itu akan melanggar prinsip independensi HMI.