LPBHNU LAMONGAN GELAR BEDAH BUKU TENTANG PEMAKZULAN PRESIDEN GUS DUR
Lamongan -menaramadinah.com : Setelah sholat jumat (24/1) ratusan LPBHNU Lamongan, Jawa Timur di Budi Luhur Convention Hall Lamongan menggelar bedah buku ‘Menjerat Gus Dur’ dengan menghadirkan penulisnya seorang jurnalis dari Jakarta, Virdika Rizky Utama. Dan panelis dari LPBHNU Jawa Timur, Moh. Ilham Muari. Dengan moderator dari NU Online, Rojali Ahmad.
Dalam pemaparannya, Virdika menyampaikan bahwa sosok Gus Dur adalah peletak dasar kemanusiaan dengan menyampaikan permohonan maaf kepada korban pemberantasan PKI. Dia lalu meminta para Gusdurian Lamongan untuk tidak melakukan dendam atas sejarah kelam ketika Gus Dur dijatuhkan dari kursi Presiden RI. Sebab Gus Dur pasti akan memaafkan pelengsernya, tapi tidak melupakannya.
Sementara itu, sang panelis menyampaikan bahwa proses pelengseran (pemakzulan) Presiden Gus Dur secara politik adalah inskonstitusional. Proses itu adalah kudeta inskonstitusional sebab tidak menjunjung supremasi hukum, tapi hanya supremasi politik. Oleh karena itu, panelis dari LPBHNU Jawa Timur itu meminta para Gusdurian untuk jangan melupakan sejarah (jasmerah) dan tidak melupakan sejarah pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya yang banyak digerakkan oleh gerilyawan dari Nahdliyin (jashijau). Sebab saat memerintah, Gus Dur tidak terlibat kasus Buloggate dan Bruneygate. Baginya Gus Dur adalah sosok guru bangsa sebab telah banyak memberikan mauidloh hasanah (petuah yankg baik) dan uswatul hasanah (contoh yang baik) bagi bangsa ini. Semasa hidupnya, Gus Dur berprinsip ‘Qulil Haq Walau Kaana Murron’.
Panelis juga mengapresiasi penulis buku ini sebagai jurnalis muda pembuka sejarah kelam bangsa ini.
Pasca terungkapnya dokumen sejarah proses pelengseran Gus Dur ini, pihaknya akan menyerahkan kasus ini kepada pihak yang berwenang untuk memproses secara hukum kepada pihak-pihak yang terlibat. Panelis juga menunggu respon positif dari pemerintah saat ini.
Saat sesi diskusi dengan peserta ada usulan dari peserta yang mengusulkan agar dokumen sejarah bangsa itu juga tercatat dalam buku sejarah yang diajarkan di sekolah. Sehingga anak bangsa ini akan tahu dan faham sejarah bangsanya.
Saat ditanya oleh peserta, apakah penulis saat ini tidak takut keselamatan dirinya terancam? Penulis menjawab dengan tersenyum, bahwa rasa takutnya telah hilang sebab dirinya akan dikawal oleh personel Banser, pendekar Pagar Nusa, dan Pasukan Berani Mati (PBM) era Gus Dur dilengserkan. Dia juga menjawab ketika ditanya oleh peserta bedah buku itu yang menanyakan apa alasannya dia menulis buku itu, bahwa hal itu dia lakukan karena dia menyukai hal yang berbau sejarah dan lebih dalam dia juga mencintai Gus Dur. Ada juga peserta yang menanyakan buku ini tidak terekspos secara viral di media massa? panelis menengarai hal itu, ada upaya untuk pengalihan issu. Dengan membollow-up berita keraton dan raja palsu di berbagai daerah di Jawa. Saat ada pertanyaan dari peserta yang menanyakan tentang langkah Gus Dur yang terjun ke dunia politik, apakah tidak melanggar Khittah NU 1926 ? Panelis menjawab secara diplomatis, bahwa langkah yang diambil Gus Dur itu adalah demi rakyat (ummat) agar terbentuk ‘Mabadi Khoiro Ummah’ dan hal itu juga sebagai implementasi Gus Dur sebagai ulama yang ‘warosatul anbiya’ dan konon menurutnya langkah Gus Dur itu mewarisi kepemimpinan Nabi Sulaiman. Dan dalam kajian dunia tasawuf sosok Gus Dur tak ubahnya seperti sosok wali haramiyin.
Lebih lanjut, ada peserta perempuan yang menanyakan tentang isi buku itu yang cenderung mendeskritkan HMI dalam pemakzulan Gus Dur? penulis dengan lugas menyampaikan bahwa hal itu berdasarkan dokumen yang dulu penulis temukan di kantor DPP Golkar, kemudian dia tulis dalam buku itu. Saat peserta putri menanyakan apakah penulis dalam proses penulisan buku itu pernah bermimpi ditemui Gus Dur? dia menjawab belum, dia menuturkan bahwa pasca acara bedah buku itu akan ziarah ke makam Gus Dur di Jombang. Dia berharap agar Gus Dur segera ditetapkan sebagai pahlawan nasional karena telah berjasa untuk negeri ini. Dengan banyaknya peredaran buku itu, penulis juga memprediksi kelak buku itu bisa menjadi pemicu gerakan mahasiswa.
Dengan berseloroh, penulis menanggapi apa yang disampaikan oleh Fuad Bawazir yang menyebut bahwa buku itu berawal dari dokumen sampah. Bahwa kalau hal itu dia anggap sampah, maka dia juga termasuk sampah. Selorohan itu disambut tawa para peserta. Setelah proses diskusi dalam acara bedah buku Gusdurian itu selesai, lalu moderator menutup sessi itu. (*)