JILBAB DAN CADAR

 

oleh : Musthofa Zuhri

Sehabis sholat subuh, anaku memiliki letupan pemikiran, dia bilang ‘Jilbab itu bukan hanya sekedar identitas keagamaan namun ia adalah jati diri keberadaan dan prilaku”
Ujar Faradina Aura Musthofa

Saya hanya mesem saja. Dan diapun melanjutkan kata katanya

‘Sementara cadar tak lebih dan tak bukan bagian dari karya kebudayaan dari kreasi manusia, bukan desain dari Tuhan. Ia bergantung filosofik, sosio kultural dan fsiologi masyarakat yg memiliki tingkat dan kadar yg berbeda. Cadar beda dg jilbab.

Maka mayoritas umat islam indonesia lebih memakai jilbab, kerudung atau sejenisnya ketimbang cadar.

Para kiai pesantren yg merupakan rujukan umat, lebih menerapkan jilbab ketimbang cadar. Bahkan para bu nyai, dan para ning yang sejak kecil mengais hamparan agama dg membedah kitab kitab turats (kitab klasik, kitab kuning) lebih memilih jilbab ( kerudung).

Jadi, pilihan memakai jilbab sudah melewati takaran ke ilmuan yang jelas dan lugas. Bukan taqlid buta”tandas anaku .

Ungkapan ungkapan anaku, amat patut untuk ku renungkan. Lalu ku tulis dalam narasi ini. Dengan ragam dan langgam bahasa yang sdh kupernaharui.

Sementara, para ulama kita kurang sreg jika para istri dan santrinya menggunakan cadar, bagi mereka dengan bercadar, maka tidak bisa melaksanakan sunnah Nabi yaitu :

تبسمك فى وجه اخيك صدقة

“Senyummu di hadapan saudaramu menjadi sedekah.” (H.R.al-Bukhary, at-Tirmidzy dan Ibnu Hibban).

Bahkan justru cadar itu melanggar HAM, dia tau kita, kita tak tau wajah dia”kelakar KH.Hasym Muzadi.

Masa iya, setiap mau senyum kepada suami atau sesama orang beriman lainnya harus mengangkat atau melepas cadar terlebih dahulu?

Sedangkan senyum itu ibadah yang ringan tapi besar keutamaannya. Ia dapat mempererat persaudaraan, mencairkan hubungan yang kaku, “body language” yang indah yang dapat dipahami oleh semua orang di seluruh negara “ujar cep Herry Syarifudin.

Jilbab dan cadar beda. selebihnya suka suka anda..