Sulawesi-menaramadinah.com-Kasus penistaan agama yang disangkakan kepada Puang La’lang alias Syekh Andi Malakuti yang merupakan mursyid Tarekat Tajul Khalwatyah Syekh Yusuf Gowa memasuki babakan baru.
Setelah polisi menetapkan tersangka dan menahan yang bersangkutan selama dua bulan, kasus ini tidak cukup bukti yang kuat untuk dinyatakan P21. Oleh kepolisian Resort Gowa mengalihkan penahanan Puang La’lang ke pihak pengadilan, sementara kasus ini dinyatakan tetap dalam proses. Pihak kuasa hukum Puang La’lang sempat mempertanyakan alasan penahanan kepada pihak pengadilan dan mengatakan bahwa seharusnya kliennya itu bebas demi hukum (BDH) karena pihak polisi tidak bisa membuktikan sangkaannya.
Sampai berita ini diturunkan, Puang La’lang masih berstatus di tahan atas perintah Pengadilan Negeri Gowa.
Menanggapi hal tersebut, Kuasa Hukum yang dipimpin Muhammad Israq Mahmud melakukan upaya hukum dengan mengajukan pra peradilan atas Polres Gowa yang dinilai keliru dalam menetapkan status tersangka dan penahanan terhadap kliennya.
Muh Israq Mahmud yang juga adalah Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) mengatakan bahwa setiap warga negaraw berhak mendapatkan keadilan dan bahwa penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya harus berdiri diatas norma dan landasan hukum yang berlaku.
“Dan kita semua harus memastikan bahwa langkah-langkah hukum oleh penegak hukum itu sesuai prosedur dan tidak menabrak aturan-aturan dalam KUHAP. Prosedur dalam proses hukum itu adalah kunci untuk mendapatkan keadilan hukum,” papar lawyer yang juga mendalami hukum syariah Islam ini.
Langkah hukum yang dimaksud oleh Tim Kuasa Hukum adalah mengajukan gugatan pra peradilan atas Polres Gowa sehubungan dengan kasus yang dituduhkan kepada Puang La’lang.
Kasus ini mendapat perhatian publik setelah polisi melakukan penggerebekan di kediaman Puang La’lang, seorang ulama, pemimpin tarekat mu’tabarah yang muridnya (jutaan) dan tersebar di beberapa propinsi di Indonesia.
Sejumlah kalangan memprotes dan menilai bahwa tuduhan kepada Puang La’lang adalah berlebihan dan mengada-ada. Pada penggerbekan beberapa waktu lalu itu, polisi menyita buku-buku (kitab tarekat) dan sejumlah benda lainnya. Puang La’lang pun ditersangkakan oleh polisi danq bahkan ditahan selama 2 bulan. Sampai batas waktu penahanan, polisi tidak dapat meyakinkan jaksa untuk kasusnya dinyatakan P21.
Kini, kasus ini memasuki babakan babakan baru setelah Tim Kuasa Hukum mengajukan pra peradilan terhadap Polres Gowa yang di sidang mulai pada hari ini, senin 6 Januari 2020 di Pengadilan Negeri Gowa.
Agenda persidangan para hari pertama adalah pembacaan materi permohonan pra peradilan oleh kuasa hukum pemohon. Dalam materi permohonan itu, tim kuasa hukum pemohon menemukan sejumlah kejanggalan seperti, pihak termohon (polisi) tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap Jaksa Penuntut Umum (JPU), pelapor maupun terlapor. Hal tersebut bertentangan dengan pasal 109 ayat (1) KUHAP jo Putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017.
Artinya, penetapan tersangka terhadap Puang La’lang cacat yuridis dan harus dinyatakan tidak sah. Kejanggalan lain yang ditemukan tim kuasa hukum pemohon adalah, surat penangkapan, laporan polisi terregistrasi, dan surat perintah penyidikan tertanggal yang sama yaitu tanggal 11 September 2019.
“Ini jelas janggal dan tidak masuk akal,” ujar salah satu anggota tim kuasa hukum. Hal lain yang dipersoalkan dalam gugatan ini adalah bahwa pelapor, dalam hal ini Abu Bakar Paka (salah seorang anggota komisi fatwa MUI Gowa) tidak memiliki legal standing sebagai pelapor dan tidak termasuk orang yg terlibat atau merasakan langsung pada kasus yang dituduhkan dan oleh karenanya polisi sebagai termohon telah keliru menerima laporan yang ternyata tidak memiliki hak sesuai ketentuan pasal 108 KUHAP. Selain itu, polisi tidak memiliki 2 (dua) alat bukti yang cukup pada kasus ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, bahwa kasus ini bermula dari Keputusan MUI Gowa tentang ajaran sesat tarekat Tajul Khalwatyah Syekh Yusuf Gowa, rekomendasi Bupati Gowa dan laporan ke polisi oleh Abu Bakar Paka. Sementara menurut tim kuasa hukum, fatwa MUI Gowa bersifat tidak mengikat, sedangkan rekomendasi Bupati Gowa yang ditujukan kepada Kejaksaan belum digunakan sebagaimana mestinya.
Pada persidangan hari pertama ini, puluhan murid Puang La’lang memadati halaman dan aula PN Sungguminasa yang datang dari berbagai tempat di kabupaten Gowa, Maros dan Makassar. Bahkan ada yang datang dari Pangkep. Salah seorang murid yang ditemui penulis, Muhammad Saleh, yang juga adalah aktivis LSM, mengatakan bahwa apa yang menimpa gurunya itu adalah fitnah dan penzaliman terhadap seorang ulama.
“Beliau hanyalah seorang guru yang mengajarkan kami bagaimana beragama secara benar, agar menjadi anggota masyarakat yang menebarkan kebaikan dan manfaat. Dan beliau dalam mengajarkan itu, orang yang datang ke rumah beliau dengan kerelaan dan beliau pun mengajar kami dengan penuh kesabaran. Beliau tidak berkeliling mengajak orang sebagaimana dakwah pada umumnya. Dan kami merasa beruntung bertemu dan belajar kepada beliau”, pungkasnya.
Selain murid Puang La’lang, Polres Gowa juga mengerahkan puluhan angotanya. Bahkan sempat terjadi insiden ketika salah seorang pengunjung sidang yang merekam persidangan dan dilarang oleh salah seorang polisi. “Polisi tidak boleh melakukan itu di ruang sidang karena statusnya juga adalah salah satu pihak, kecuali hakim yang melarang”, pungkas ketua Tim Kuasa Hukum, Muh. Israq Mahmud.
Sidang praperadilan dijadwalkan besok (Selasa, 7 Januari 2020) dengan agenda mendengarkan jawaban dari pihak termohon. (La Garri/Eshadi/MenaraMadinah.Com)