RM. Soewono Lahir pada tanggal 2 Pebruari 1882 di Sragen Jateng, dan wafat di Bangkalan Madura tanggal 13 Desember 1930 dan dimakamkan di Pemakaman Umum desa Yosowilangun Lumajang Jatim .
Wafatnya almarhum RM Soewono sebenarnya ada unsur politis pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu bahwa perkembangan Kawruh Murti Tomo Waskito Tunggal sangat pesatnya Ajaran RM Soewono dimana dalam penghayatnya serta isi ajarannya setiap hari selalu berkembang karena memang setiap sarasehan Ajaran tersebut juga diisi unsur-unsur Nasionalisme yang memang sedang berkembang pesat bersamaan dengan lahirnya Pergerakan Nasional Budi Utomo, sekaligus merupakan suatu Kebangkitan Nasional Bangsa. Sehingga setiap pertemuan warga Murti Tomo Waskito Tunggal selalu menjadi perhatian pemerintah Hindia Belanda, khususnya polisi dan aparat keamanan lain, Bukti tersebut dapat dilihat dari terlalu seringnya RM Soewono pindah-pindah kantor dengan alasan keamanan.
Perjalanan hidup Eyang RM Soewono.
Eyang RM. Soewono setelah menikah dan melihat situasi dunia sekitar dan perkembangan politik waktu itu disamping lahirnya Kebangkitan Nasional, beliau mencoba hidup meninggalkan dunia ini dengan sikap prihatin dan pergi ke sekitar Pegunungan Mengadeg di Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar Jateng untuk ziarah dan sekaligus bersemadi yang kebetulan disitu tempat bersemayamnya makam Raja-raja Kadipaten Mangkunegaran cukup lama sampai 8-10 tahun, akhirnya Eyang mendapatkan petunjuk yang kemudian Eyang namakan Kawruh Murti Tomo Waskito Tunggal, yang telah disampaikan kepada putro wayah dan warga Paguyuban Murti Tomo Waskito Tunggal sampai sekarang yang berwujud ajaran budi pekerti luhur Budaya Spiritual.
Wiridan pertama kali diadakan di Ngancar Tuban tahun 1908, dalam status Pegawai Kantor Pegadaian.
Tahun 1913 pindah ke Godong Purwodadi,tetapi wiridan terus dilaksanakan dan semakin berkembang pesat, yang akhirnya tahun 1919 dipindahkan ke Purworejo dengan alasan pertemuan wiridan tersebut dapat mengganggu ketertiban.
Tahun 1921 pindah ke Yosowilangun Lumajang kira-kira dengan alasan yang sama, disini beliau lalu membeli tanah kaveling yang kemudian dibangun rumah yang masih ada sampai sekarang. (digunakan pertemuan rutin warga murti tomo waskito tunggal setiap bulan Rajab dan Suro) Terus ajaran disini berkembang pesat bertambah penghayat ajaran beliau meskipun selalu diawasi pemerintah Hindia Belanda, karena selalu juga diisi semangat kebangkitan nasional
Kemudian tahun 1925 Eyang RM Soewono selaku pendiri Kawruh Murti Tomo Waskito Tunggal mencoba ajarannya mendapat pengukuhan dari pemerintah Hindia Belanda, akhirnya usaha berhasil dengan turunnya Penetapan dari Ketua Raad van Yustitie di Batavia/Jakarta yang ditanda tangani Prof Mr, Djajadiningrat, yang disahkan dan diakui keberadaan ajaran tersebut hingga sekarang.
Tahun 1926 dipindahkan di Kantor Pegadaian Gurah Kediri, dan terus ajaran ini berkembang yang selalu mendapat pengawasan pemerintah.
Tahun 1927 sampai 1928 dipindahkan di Nglegok Blitar. Hubungan dengan Asisten Wedana nya sangat baik sehingga semakin pesat mengakar dan berkembang
Tahun 1928 di Bangkalan Madura, ajaran juga semakin pesat. Sehingga pemerintah Hindia Belanda berniat menyingkirkan Eyang dengan cara halus atau kasar. Konstruksinya dengan memperalat pembantu rumah tangga Eyang untuk berbuat/melaksanakan pembunuhan seolah-olah berperilaku orang gila. Perintah dilaksanakan dengan cara menusuk badan Eyang hingga wafat. Dan. Pada Hari Minggu Legi tanggal 13 Desember l930 jam 06.00 pagi Eyang wafat, dan tanggal 14 Desember 1930 jenasah dibawa ke Yosowilangun Lumajang untuk dimakamkan. Waktu pemberangkatan jenasah dari Bangkalan ke Yosowilangun dihadiri Gubernur pemerintah Jatim Mr.Hardemand dan pejabat Mr.Van Der Pas dari Surabaya. Pembunuh ditangkap dan dihukum 20 tahun oleh Pengadilan Bangkalan dan dihukum di Nusakambangan, pembunuh ini yang menikahkan Eyang dan memang sudah lama nderek Eyang
Kesimpulan.
1. Ajaran tersebut sampai sekarang terus berkembang di daerah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa karena Ajaran tersebut menyangkut budi pekerti luhur jadi berwujud pembinaan Kebudayaan dan bukan agama.
2. Mari kita ahli waris Eyang RM. Soewono wajib merenungkan, melaksanakan dan melestarikan ajaran yang sangat mendasar dan luhur.
3. Banggalah menjadi putra wayah dan ahli waris Swargi Eyang RM. Soewono, untuk kita teladani ajaran sebagai bekal hidup.
Kisah ini diceritakan oleh cucu RM. Soewono, beliau Kanjeng Romo KRTH. Gatot Amrih, SH
Totok Budiantoro
Koresponden MM.com.