Oleh : Firman Syah Ali
Saat ini sedang heboh berita Kemenag RI akan kerahkan 45 ribu Penyuluh cegah penyebaran paham radikal. Genderang perang sedang ditabuh oleh Kementerian Agama dan semua aparatur harus bersiap-siap.
Namun sebenarnya hiposentrum maupun episentrum radikalisme indonesia tidak terletak di Kemenag. Kemenag itu membawahi pondok-pondok pesantren, UIN, IAIN, STAIN, MA, MTs dan MI, jarang ada radikalisme di sana, mereka orang-orang yang paham ilmu agama secara sistematis, tidak mungkin berpikir secara dangkal tentang agama, apalagi sampai menjadi radikal. Ya ada juga satu dua kelompok tapi kasuistis dan bisa disebut oknum.
Hiposentrum dan episentrum radikalisme justeru terletak di luar lingkungan wilayah tugas Kementerian Agama RI. Radikalisme agama tumbuh pesat di lingkungan orang-orang yang minim ilmu agama namun surplus semangat beragama. Ilmu agamanya ditempuh melalui youtube sehingga tidak sistematis.
Tahun lalu, 2018, Staf Khusus Kepala Badan Intelejen Negara (BIN), Arief Tugiman menyatakan sebanyak 41 dari 100 masjid di beberapa kementerian hingga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terindikasi terpapar radikalisme, yaitu 11 masjid di Kementerian, 11 masjid di lembaga, dan 21 masjid di BUMN.
Bulan Mei lalu, Direktur Riset Setara Institute, Halili mengatakan, terdapat 10 perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia terpapar paham Islam radikalisme. Hal ini berdasar riset yang telah dikerjakan.
Ia juga mengatakan gelombang radikalisme pada 10 PTN tersebut dibawa oleh kelompok keagamaan yang eksklusif yakni dari kelompok salafi-wahabi, tarbiyah dan tahririyah.
Corak kegiatan keislaman di kampus yang terpapar radikalisme itu monolitik. Cenderung dikooptasi oleh golongan Islam tertentu yang tertutup atau eksklusif. Halili mendasarkan penelitiannya kepada 10 PTN yakni UI, ITB, UGM, UNY, UIN Jakarta dan Bandung, IPB, UNBRAW, UNIRAM, dan UNAIR.
Pengajian Kerohanian Islam atau Rohis yang paling meresahkan masyarakat adalah rohis-rohis sekolah umum terutama sekolah favorit, bukan unit-unit kegiatan keagamaan di lingkungan Madrasah.
Maka jelas sekali bahwa semua lembaga, kampus dan sekolah yang berada di bawah koordinasi Kemenag RI bukanlah hiposentrum dan episentrum radikalisme. Rasanya Kemenag RI tidak perlu terlalu wat-megawat dalam aksi tanggap darurat radikalisme.
Kemenkopolhukkam, Kemendikbud dan Kemen BUMN jauh lebih urgen untuk bersinergi dan bergerak cepat menanggulangi gerakan radikalisme di Indonesia.