Kontribusi dan sinergi HMI, GMNI dan PMII dalam merawat Indonesia.

 

Oleh : Firman Syah Ali

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah organisasi mahasiswa yang didirikan di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947, atas prakarsa Lafran Pane beserta 14 orang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (STI) Yogyakarta. Sekolah Tinggi Islam (STI) Yogyakarta didirikan pada tanggal 8 Juli 1945 oleh tokoh-tokoh Masyumi sebagai hasil Sidang Umum Masyumi 1945. Sekarang STI Yogyakarta tersebut telah ganti nama menjadi Universitas Islam Indonesia (UII). Pendiri HMI Lafran Pane mendapatkan gelar Pahlawan Nasional RI pada tanggal 10 November 2017, pada era Kepresidenan Joko Widodo dan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa (tokoh PMII).

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) berdiri pada tanggal 23 Maret 1954 di Surabaya. GMNI merupakan organisasi hasil penggabungan atau peleburan (fusi) tiga organisasi mahasiswa yang telah berdiri sebelumnya, yakni : Gerakan Mahasiswa Marhaen (berbasis di Yogyakarta), Gerakan Mahasiswa Merdeka (berbasis di Surabaya), dan Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia (berbasis di Jakarta). Gagasan fusi muncul pertama kali dari ketua Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia, S.M. Hadiprabowo pada September 1953. Didasari keinginan untuk menyatukan organisasi-organisasi mahasiswa nasionalis, S. M Hadiprabowo kemudian mengatur pertemuan dengan pimpinan dua organisasi lainnya, Slamet Djajawidjaja, Slamet Rahardjo, dan Haruman dari Gerakan Mahasiswa Merdeka, kemudian Wahyu Widodo, Subagio Masrukin, dan Sri Sumantri dari Gerakan Mahasiswa Marhaenis. Pimpinan ketiga organisasi mahasiswa tersebut akhirnya setuju untuk mengadakan pertemuan. Pertemuan diadakan di rumah dinas Walikota Jakarta (setara dengan Gubernur Jakarta saat ini), Soediro. Dalam pertemuan tersebut, ketiga organisasi berhasil mencapai kesepakatan untuk berfusi, baik secara organisasi maupun secara ideologi. Dalam pertemuan tersebut, nama Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dipilih sebagai nama organisasi hasil fusi, disepakati pula nasionalisme dan marhaenisme menjadi ideologi GMNI. Selain dua hal tersebut, pertemuan juga memutuskan Kongres I GMNI akan diadakan di Surabaya. Pada 23 Maret 1954, Kongres I GMNI diadakan dengan restu langsung dari Presiden Soekarno. Kongres I menetapkan S.M Hadiprabowo sebagai ketua pertama GMNI. Tanggal tersebut juga dipatenkan sebagai Dies Natalis GMNI. Karena adanya kesamaan ideologi dan pengaruh dari Soekarno dan tokoh politik nasionalis, GMNI kemudian perlahan-lahan menjadi underbow Partai Nasional Indonesia (PNI) – partai yang dibentuk dan dipimpin oleh Soekarno. Pendiri utama GMNI SM Hadiprabowo hingga saat ini belum mendapatkan gelar Pahlawan Nasional RI.

Pada tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah mahasiswa NU yang bertempat di Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo/Taman Pendidikan Puteri Chadijah, Surabaya. Peserta musyawarah adalah perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar, serta perwakilan senat Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah Partai NU. Musyawarah menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi serta memilih dan menetapkan Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, M. Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy sebagai Sekretaris Umum. Adapun PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 Masehi atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah. Mahbub Junaidi sebagai ketua umum pertama PMII saat ini sedang diusulkan dan diperjuangkan menjadi Pahlawan Nasional RI.

Tahun ini HMI berusia 72, GMNI berusia 65 dan PMII berusia 58. Tiga raksasa mahasiswa yang telah melahirkan banyak pemimpin bangsa dan pejabat negara. Ketiga raksasa ini memang tidak terlibat dalam perjuangan mendirikan Republik Indonesia, tapi orang tua mereka, Muhammadiyah, NU dan PNI yang telah berjibaku mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Sebetulnya ada dua tiga lagi pengusir penjajah dari bumi pertiwi yaitu Masyumi, PKI dan PSI, namun karena ketiga organisasi itu sudah dibubarkan oleh negara, maka tidak perlu lagi kita bahas dalam tulisan ini.

HMI, GMNI dan PMII memang bukan partai politik, namun mereka sangat peka dengan permasalahan politik, baik nasional maupun global. Bahkan kadang-kadang karena keterlibatannya yang sangat tinggi dalam aktivitas politik, mereka dituduh sebagai kelompok penekan (pressure group). Ini semua tidaklah aneh, sebab secara geneologi mereka tidak bisa lepas dari partai-partai politik besar pelaku sejarah bangsa di masa lalu. HMI, GMNI dan PMII adalah anak-anak para pelaku sejarah bangsa, bukan anak-anak para penonton sejarah.

Para tokoh HMI punya catatan sejarah kelahiran, pertumbuhan dan perkembangan organisasi yang kemungkinan dibantah oleh PMII dan GMNI. Demikian juga, PMII punya catatan sejarah organisasinya yang kemungkinan dibantah oleh Ormawa lainnya terutama HMI, apalagi kalau terkait dengan Mahbub Jubaidi sebagai KAHMI. GMNI punya catatan sejarah organisasi yang juga kemungkinan dalam beberapa hal bersinggungan dengan HMI dan PMII serta kurang bisa begitu diterima. Ini biasa karena ketiganya lahir dari irisan yang sama dan berdekatan, yaitu irisan para pejuang kemerdekaan RI.

Perbedaan sejarah versi masing-masing yang biasanya disampaikan dalam forum-forum internal masing-masing dan ditujukan kepada kader-kader muda akan menjadi bahan pertengkaran hebat kalau sampai menjadi konsumsi publik dan dibaca oleh banyak orang.
Solusi harmoni untuk ketiga ormas besar tersebut adalah penanaman prinsip sebagai berikut : “sejarahmu sejarahmu, sejarahku sejarahku, mari kita saling hargai, sekarang kita bersinergi bahu-membahu merawat republik yang telah didirikan dan diperjuangkan oleh orang tua dan kakak-kakak kita”.

Ya memang begitulah prinsip yang tepat untuk dipegang oleh ketiga ormas ini. Kita tidak bisa lari dari kenyataan sejarah, bahwa kontribusi ketiga ormas ini begitu besar terhadap bangsa dan negara. Panggung sejarah bangsa tidak pernah bisa lepas dari tampilnya tokoh-tokoh alumni ketiga ormas tersebut. Sedangkan adik-adik yang belum alumni pasti terlibat aktif dalam berbagai aksi, pemikiran dan sikap yang sangat signifikan bagi tumbuh kembangnya NKRI. Walaupun tidak satupun kader ketiga ormawa ini berhasil menjadi Presiden RI, namun untuk posisi Wakil Presiden, ketua lembaga negara, pembantu presiden, kepala daerah, kepala desa dan ketua parpol penuh dengan alumni dan anggota ketiga trio ormawa tersebut. Ini belum bicara tokoh LSM anti korupsi, tokoh media dan tokoh pengusaha.

Garis besar sejarah ketiga ormawa telah kita baca dan ketahui bersama, jasa dan peranan ketiga ormawa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga telah kita ketahui bersama, kini kita sebagai adik-adik penerus perjuangan Lafran Pane, SM Hadiprabowo dan Mahbub Djunaidi hanya tinggal melanjutkan apa yang telah kakak-kakak kita lakukan untuk republik ini. Kita bergandengan tangan dan bahu membahu membangun serta merawat NKRI tercinta ini.

Penjajah asing telah pergi, penjajahan oleh sesama rambut hitam juga telah berakhir, sekarang marilah para anggota HMI, GMNI dan PMII kompak melawan perilaku korup, walaupun itu dilakukan oleh kakak-kakaknya sendiri. Dan alumni HMI, GMNI, PMII tidak perlu lagi angkat senjata dalam memperjuangkan negara ini, kita hanya perlu satu hal, sederhana sekali, yaitu cukup “tidak korup”. Korupsi, adalah musuh terbesar NKRI saat ini.