KEMESRAAN JOKOWI DAN PRABOWO BELUM BERHASIL MENGIRIM POLARISASI POLITIK KE LIANG LAHAT

Oleh: Oleh : Firman Syah Ali

 

Pasca Pemilu Presiden 2019, kedua tokoh bangsa yang selama ini menjadi simbol kompetisi dua kelompok loyalis tampak pamer kemesraan di di stasiun MRT Lebak Bulus. Publik mengira pertemuan itu akan langsung mengirim polarisasi politik ke liang lahat, namun saya waktu itu terang-terangan menulis di Fb bahwa polarisasi politik belum akan berhenti.

Ternyata saya benar, pertemuan mesra kedua tokoh bangsa itu tidak berhasil menghentikan perang siber antar dua kubu.

Pada tahun 2015 silam saya membentuk sebuah grup WA yang saya beri nama Majelis Nusantara. Member grup terdiri dari para tokoh manhaj, madzhab dan aliran pemikiran dalam islam, antara lain wahabi dengan segala sektenya, ahlussunnah dengan segala sektenya, syiah dengan segala sektenya, kejawen abangan, NU GL, NU mainstream, HTI, FPI, JIL, Ahmadiyah, IM, Muhammadiyah dan lain-lain. Tentu saja otomatis grup menjadi medan tempur antar muslim garis lunak Vs Muslim garis keras. Pilpres 2019 menjadi puncak pertarungan itu, grup tidak ada sepinya, notifikasi terus 24 jam.

Tokoh yang menjadi bintang diskusi di grup itu antara lain Alfian Tanjung, Tengku Zulkarnaen, Moch Zain, Habib Ali Muthollib Assegaf, Emilia Renata, Ustad Zulkarnaen el-Madury, Ustad Abbas R Mawardi, Habib Abubakar Arsal Alhabsyi, Ziyyulhaq Syamsul Falahi dan lain-lain.

Begitu prabowo dan jokowi pamer kemesraan di Stasiun MRT Lebak Lubus pada Bulan Juli lalu, beberapa member grup japri ke saya “Alhamdulillah bang grup akan segera sepi”, saya jawab “tetap kok, lihat saja”.

Ternyata saya betul, Prabowo dan Jokowi boleh bermesraan, tapi polarisasi politik terus berlanjut. Setiap ada peristiwa dan isu, pasti akan dijadikan bahan pertengkaran, saling nyinyir dan saling olok-olok. Sebab sebetulnya akar polarisasi politik indonesia saat ini bukan tentang Pilpres 2019, pilpres 2014 ataupun tentang Pilkada DKI.

Akar polarisasi adalah perbedaan diametral antara kelompok yang bahagia hidup dalam perbedaan dan keberagaman dengan kelompok yang tidak suka hidup dalam perbedaan dan keberagaman. Sebut saja kelompok anti perbedaan itu sebagai kelompok intoleran dan cenderung radikalis, sedangkan kelompok pro perbedaan sangat toleran dan cenderung moderat.

Jokowi, Ahok, Anies Baswedan, Sandiaga Uno, Jokowi dan Prabowo bukanlah siapa-siapa bagi kedua kelompok ini, mereka hanyalah alat pertengkaran. Buktinya begitu Prabowo merapat ke Jokowi, kelompok yang selama ini dijuluki kampret tidak otomatis mendukung jokowi, mereka tetap saja menyerang pemerintah dengan brutal dan saat ini mereka mulai mencari “figur” pengganti Prabowo, dan sepertinya Anies Baswedan yang hendak mereka pilih.

Apakah kemesraan jilid II antara Jokowi dan Prabowo saat hari ini akan berhasil menguburkan polarisasi politik? sebagai admin grup Majelis Nusantara saya kok kurang yakin. Namun marilah kita berdoa semoga polarisasi politik (cebong Vs Kampret) ini segera berakhir. Bangsa ini butuh kebahagiaan.

*) Penulis adalah Ketua Pengurus Koordinatoriat Sahabat Mahfud Wilayah Jatim/Pembina JASMERAH/Penasehat GMNU Jatim/BPO HKTI Jatim/Bendum IKA PMII Jatim/Wakil Sekretaris PW LP Maarif NU Jatim.