Kenangan Indah bersama Ahmad Sidiq Sesama Alumni Perantau Malaysia

Kediri-MenaraMadinah. Com Selasa Wage, 14 Oktober 2025 pagi ini matahari terang sempurna, kehangatan terasa menyegarkan, se-segar ingatanku pada waktu merantau di negri jiran Malaysia, tepat di negeri Malaka.
Kumpulan Puisi: “SESAJI DEWA RINGGIT” sub judul: Dibawah Ketiak Perempuan, kali ini berkisah tentang cuaca, sebagai berikut:

HUJAN

Hujan di pagi hari,
dingin, dingin,
dingin di hati.

Seharian,
menidurkan diri.

Bagi kami yang bekerja di proyek bangunan, hujan di pagi hari bisa berarti ‘tidak berangkat bekerja’ hingga turun kerja di siang hari, artinya hari itu hanya terhitung separo Kong atau separo kerja. Kondisi inilah yang membuat hati terasa dingin, sebetulnya gairah bekerja tetap ada, namun keadaan/cuaca tidak mengizinkan maka seharian hanya dimanfaatkan untuk istirahat atau tiduran, walaupun sebenarnya hati gelisah.
Nasib baik jika tengah hari bisa berangkat kerja lagi, maka bisa semangat lagi.
Tetapi jika hujan nya terjadi lagi di siang harinya, maka seharian penuh pada hari itu betul-betul istirahat totol seharian tidak bekerja, sebab oleh itu hati terasa: DINGIN.

Menurut Ahmad Sidiq, pria yang sudah lebih setengah abad ini dan juga pernah juga di Malaysia, dari tahun 1989 sampai dengan 1999, mengakui bahwa apa yang ada di puisi tersebut memang sesuai dengan keadaan di sana. Selain itu dia berpesan kepada sesama orang yang pernah merantau ke sana maksudnya Malaysia atau bahkan sekarang masih sedang disana agar menggunakan waktu sebaik-baiknya, oleh sebab karena, tahun depan waktu sudah berubah atau tidak sama dengan sekarang, gampangnya: “Wktu itu tidak terulang kedua kali”: jelasnya.

Ada kenangan indah Ahmad Sidiq, yang aku akrab memanggilnya dengan ‘Man Dik’ atau paman Sidiq, dia perna tinggal di Johor, namun di Malaka lah yang paling berkesan.

” Pada saat di Malaka inilah aku bisa berinteraksi dengan baik tiga pendiri bangsa Malaysia, yaitu: Orang Melayu, Orang Cina dan Orang India”: jelas Mandik dengan senyumannya yang khas.

Merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri bisa ngobrol dan bercengkrama dengan orang se-dusun Sumbergayam yang pernah sama-sama merantau, asik, dan penuh kenangan yang indah.
Nur Habib, mengabarkan