RUU KPK : JOKOWI UTAMAKAN KEPENTINGAN RAKYAT SECARA MAKRO oleh Prof Dr Bambang Saputra, SH MH

 

Oleh: PROF. DR. BAMBANG SAPUTRA, S.H., M.H.

 

Pro dan kontra yang berlangsung selama beberapa hari lalu menunjukkan bahwa publik tidak lagi sepenuhnya solid mendukung KPK. Kenyataan ini bukan berarti kita sebagai bangsa tidak lagi peduli pada pemberantasan korupsi di negeri ini. Akan tetapi setelah melalu proses kajian yang matang Undang-Undang No 30 tahun 2002 tentang KPK sejatinya memang sudah layak untuk direvisi.

Pro kontra yang berujung pada kegaduhan publik itu juga, akhirnya mendorong Presiden untuk mempertimbangkan dengan matang sehingga menugaskan Menteri Hukum dan Ham serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan RUU KPK tersebut di DPR.

Memang dalam kacamata politik hukum lahirnya produk Undang-Undang di negara manapun biasanya sangat kental diwarnai dengan kepentingan politik. Namun pengambilan keputusan yang dilakukan Presiden Jokowi untuk merevisi undang-undang KPK, bukan berarti Presiden tidak mendukung pada pemberantasan korupsi. Keputusan Presiden itu merupakan langkah yang sangat tepat dan bijak, serta sejalan dengan semangatnya dalam membangun dan memajukan negeri ini.

Seperti yang sering saya sampaikan dalam beberapa kesempatan belakangan ini, bahwa keberhasilan pembangunan baik di bidang ekonomi maupun infrastruktur di era pemerintahan Jokowi adalah suatu mahakarya anak bangsa yang tidak dapat terbantahkan. Dan untuk mengawasi itu semua, kalau hanya mengandalkan dari penegak hukum KPK saja tentu tidaklah efektif. Revisi Undang-Undang KPK yang disetujui Presiden sudah semestinya disambut baik, karena eksistensinya selain memperkuat KPK sebagai lembaga penegak hukum anti rasuah, ia juga menciptakan suatu tata kelola kerjasama antar sesama lembaga penegak hukum yang serupa yaitu Kepolisian dan Kejaksaan.

 

 

Dalam skala mikro kehebatan KPK menangani pemberantasan korupsi memang tidak terbantahkan dan patut dibanggakan. Akan tetapi dalam skala makro yang sejalan dengan haluan cita-cita pembangunan Presiden di berbagai sektor, baik infrastruktur, ekonomi, prikananan kelautan, eksport dan import, belum lagi di sektor pertambangan, perkebunan, migas dan non migas, dll, termasuk pembangunan sumber daya manusia dalam negera Indonesia yang sangat luas ini, dapat dipastikan KPK tidak akan sanggup bekerja sendirian. Sungguh hal yang sangat logis dan realistis adanya RUU KPK sehingga diatur tata kelola kerjasama yang baik antarsesama lembaga penegak hukum yang serupa untuk mengawasi kekayaan dan keuangan negeri ini agar tidak bocor tak tentu arah secara makro. Jadi RUU KPK merupakan kebutuhan makro untuk percepatan pembangunan bangsa.

Pernahkah terpikirkan oleh kita semua betapa banyak kekayaan ibu pertiwi setiap harinya terkeruk bukan untuk kepentingan rakyatnya sendiri. Sebut saja misalnya tentang kontrak karya di sektor pertambangan, kerjasama migas dan non migas dll, apalah arti sebuah surat perjanjian berkekuatan konstitusi tapi tidak berasas pada keadilan dan kemanusiaan. Sampai hari ini perambahan dan kebocoran kekayaan negara tiriliyunan rupiah hampir tidak tersentuh oleh KPK. Untuk mengungkap itu semua, di sinilah sangat diperlukan adanya relasi antarlembaga penegak hukum untuk bekerjasama dalam mengawasi kekayaan ibu pertiwi agar tidak digarong oleh londo ireng (pelaku korporatokrasi). Dan masih banyak sektor-sektor lain juga belum tersentuh.

Oleh karena itu, mengenai adanya RUU, KPK tidak perlu khawatir atau merasa dikebiri, atau dibatasi sepak terjangnya. Lha wong gak direvisi undang-undangnya pun KPK tetap tidak bisa bekerja secara efektif dan maksimal. Kerja KPK itu dinilai publik dan bertanggung jawab kepada publik. Kalau KPK tidak lagi efektif bekerja, maka sangat wajar dan logis jika DPR menginisiasi adanya RUU KPK. Sebab apapun alasannya DPR adalah wakil rakyat, wakil publik, yang mempercayakan secara undang-undang proses pemberantasan korupsi di tangan KPK. Kalau publik sudah berteriak pro dan kontra artinya ada masalah, maka DPR pun sejatinya mendapat malapetaka, sehingga harus segera merevisi undang-undang KPK itu agar lebih kuat, efektif dan tetap bergengsi dalam menjalankan tugasnya.

Lewat sudut pandang ini KPK tidak berhak meragukan kakak tertuanya Kepolisian dan Kejaksaan. Biarlah publik pula yang sama-sama menilai kinerjanya. Karena Kepolisian dan Kejaksaan hari ini sudah jauh professional dalam bekerja. Kemudian dalam menangani kasus-kasus korupsi di negeri ini, Kepolisian dan Kejaksaan juga memiliki tanggung jawab yang sama dalam memerangi korupsi. Dan saya yakin, sekarang Kepolisian dan Kejaksaan sudah sangat professional dan tidak kalah hebatnya dengan KPK ketika menjalankan tugasnya.

Jadi melihat betapa luasnya Indonesia, dan dalam skala makro yang sejalan dengan haluan cita-cita pembangunan bangsa yang diagendakan Presiden Jokowi di zaman digitalisasi ini, apalagi era revolusi 4.0. yang sudah semakin di ambang pintu, tingkat kejahatan korupsi sudah lebih canggih, serta para koruptor pun lebih licik dalam menjalankan aksi bejatnya. Saya yakin tanpa adanya bantuan dari Polri dan Kejaksaan, dalam bekerja KPK akan berjalan sempoyongan. Maka atas dasar itu dalam semangat membangun negeri Indonesia yang berskala makro, saya sangat mengeapresiasi kebijakan yang diambil bapak Presiden Jokowi melayangkan surat persetujuan RUU KPK untuk segera di bahas dan disahkan DPR. (wn)