Menjaga Kesehatan Mental Melalui Jaga Ketikan di Era Digital

Oleh : Ilun Muallifah Thohir.

Masa sekarang ini, bermedia sosial merupakan aktivitas yang sudah menjadi rutinitas wajib bagi setiap orang. Tidak perlu heran karena era ini adalah era digital, di mana semua informasi dapat diakses dan disebarluaskan dengan mudah dan cepat dari manapun, kapanpun, serta oleh siapapun.

 

 

Baik muda maupun tua, anak-anak, remaja, laki-laki maupun perempuan, rakyat biasa, pejabat, orang kaya, semuanya mengakses media sosial. Media sosial sudah tidak dapat lagi terpisahkan dari kehidupan sosial masyarakat.
Padahal dahulu sebelum adanya media sosial, interaksi masyarakat dilakukan dengan satu cara, yaitu tatap muka. Jika tanpa bertemu secara langsung, antara satu individu dengan individu yang lain tidak akan dapat berinteraksi.

Begitu juga dengan informasi, harus menonton berita di televisi atau mendengar siaran radio terlebih dulu, baru mendapatkan informasi terkini.

Semuanya serba manual, serba perlu effort lebih untuk mengakses informasi. Tapi sekarang dengan adanya media sosial, kita bahkan bisa tahu kehidupan sehari-hari seorang artis hanya dengan berdiam rebahan di dalam kamar. Berselancar keliling dunia hanya menggunakan jaringan internet dan ponsel.

Dalam hal interaksi, kita sering mendengar istilah-istilah seperti, “mulutmu harimaumu” atau, “keselamatan seseorang tergantung pada lisannya” atau, “lidah tidak bertulang, tetapi lebih tajam dari pedang”. Jangan kira karena interaksi yang ada saat ini adalah melalui media sosial, berarti tidak ada lagi pepatah-pepatah seperti itu. Oleh karena interaksi yang tidak dilakukan secara langsung, maka ketikan-ketikan yang dipublikasikan bisa jadi jauh lebih berbahaya daripada dikatakan secara lisan. Maka pepatah-pepatah tersebut digandeng dengan, “jarimu harimaumu” dan “keselamatan seseorang tergantung pada ketikannya”.
Tidak bisa dipungkiri bahwa media sosial seperti Twitter, Instagram, Whatsapp, dan lain sebagainya memiliki fitur dimana penggunanya dapat membagikan momen yang sedang mereka lakukan saat itu, baik berupa gambar maupun video. Hal tersebut secara tidak langsung berarti mengekspos hal-hal yang sebenarnya bersifat privat/pribadi dan bukan untuk dikonsumsi publik. Sehingga terkadang terjadilah hal di luar ekspektasi netizen yang kemudian mengandung hujatan ataupun kata-kata yang tidak sepantasnya dilontarkan.

Banyak sekali selebritis dibuat kena mental oleh ketajaman ketikan netizen di media sosialnya. Memang, apapun yang sudah diposting berarti sudah siap untuk mendapat tanggapan apapun dari netizen. Banyak sekali kasus di mana selebritis depresi karena ulah netizen dengan berbagai ketikannya.

Hal tersebut tentunya sangat merugikan karena sangat berpengaruh dengan kesehatan mental sang selebritis. Padahal, netizen yang hanya bermodal jari dan kuota, tidak dibuat rugi sama sekali dari postingan yang mereka rasa patut untuk dihujat.

Menurut WHO, kesehatan mental adalah kondisi sejahtera seseorang, ketika seseorang menyadari kemampuan dirinya, mampu untuk mengelola stres yang dimiliki serta beradaptasi dengan baik, dapat bekerja secara produktif, dan berkontribusi untuk lingkungannya. Kesehatan mental dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi dalam kehidupan yang meninggalkan dampak besar terhadap kepribadian dan perilaku seseorang. Jika kesehatan mental terganggu, maka akan timbul gangguan mental seperti depresi, bipolar, kecemasan berlebih, PTSD, dan lain sebagainya.

Melalui hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَو لِيَصْمُتْ

Artinya: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik atau diam.” ( HR. Bukhari)

Hadits tersebut mengandung anjuran untuk berkatalah yang baik-baik, apabila tidak bisa maka lebih baik diam saja daripada menyakiti perasaan orang lain. Maka kemudian muncul pepatah “diam itu emas”.
Nah, Rasulullah saja sudah menganjurkan untuk berkata
“Dozen Psikologi Agama FTK uinsa, pembaca setia menara madinah com”