Menggali Hubungan Asal Usul Desa Damarsi dan Raja Raja Bali

 

: ngablak siang Mashuri Alhamdulillah.

2/

“Kalau besar kecil pekerjaan raja, tidak lain beliau Arya Damar dan Patih Gajah Mada yang diandalkan” (Lontar Usana Jawa)

Ungkapan naskah lama yang cukup kondang di Bali itu menjadi semacam catatan menarik, terutama terkait dengan asal-usul Arya Damar. Sekaligus sebagai terusan dari asal-usul Desa Damarsi di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, yang terpenggal, dan tidak ada kelanjutannya. Pasalnya, dalam kitab itu digurat dengan terang bahwa Arya Damar menjadi pejabat kerajaan terkemuka dan menjadi tulang punggung raja Majapahit dalam menjalankan misi dan pemerintahannya. Bahkan, ia dianggap sebagai adik angkat Ratu Tribuwana Tunggadewi, raja ketiga Majapahit. Sebuah kondisi yang berbeda dengan cerita asal-usul Desa Damarsi.

Bahkan dalam buku “Perjalanan Arya Damar dan Arya Kenceng di Bali” (Denpasar, 2011) menyebutkan bagaimana peran vital Arya Damar dalam menaklukan Bali pada 1343. Ia memimpin pasukan bersama dengan Patih Gajah Mada. Bahkan disebutkan, Arya Damar merupakan ‘juragan’ dari Patih Gajah Mada dalam ekspedisi militer tersebut.

Dalam lontar “Purana Bali Dwipa” terdapat kisah perang di Bali antara serdadu Majapahit dan prajurit Bali. Dalam perang tersebut juga dikisahkan seorang punggawa Bali di Bali Utara yang terkenal sakti mandraguna, yaitu Ki Girikmana, gugur di tangan Arya Damar. Dalam penyerangan itu, Arya Damar disertai dengan tiga puteranya, yaitu Arya Kenceng, Arya Delancang, dan Arya Tan Wika (Arya Belog) atau Arya Pudak.

Buku tersebut menyebutkan, dari ekspansi Majapahit tersebut muncul penguasa baru di Bali, yang memiliki keterkaitan keturunan dengan Arya Damar, karena beberapa anaknya memang menjadi penguasa di Bali sebagai vatsal Majapahit. Meskipun beberapa lontar dan babad, di antaranya lontar “Pamancangah” dan beberapa babad lainnya menyebut bahwa antara Arya Damar dan Arya Kenceng dengan versi yang berbeda, tetapi posisi penguasa di Bali sebagai anak turun Arya Damar memang ‘belum’ terbantahkan, dan menegaskan bahwa Arya Kenceng adalah putera dari Arya Damar. Alasannya, lontar dan babad tersebut ditulis jauh setelah kekuasaan Majapahit di Bali.

Yang unik, meskipun di Bali tidak ada prasasti, babad atau usana yang menyebut nama Adityawarman, yang ada adalah Arya Damar, tetapi dari runutan beberapa khasanah lama, juga soal nisbat nama dalam bahasa kuno, ditambah berita asing (berita Cinta), mengerucutkan bahwa antara Adityawarman dan Arya Damar adalah satu orang yang sama. Seorang pembesar Majapahit, yang pernah memimpin pasukan ke Bali, dan menjadi raja di Palembang.

Hal itu terutama terdapat dalam lontar “Usana Jawa”, yang bila diterjemahkan dalam bahasa kekiniannya sebagai berikut: “Ada seorang raja di Majapahit beristana di Halas Trik, Baginda Raja memiliki adik bernama Arya Damar, beliau beristana di Tulembang”. Ada dua tempat yang menarik dari kutipan itu, Alas Tarik (yang terbukti sebagai keraton pertama Majapahit, meskipun di kalangan arkeolog disebut hanya sebagai pemukiman pertama Majapahit) yang kini berada di sebuah desa di wilayah Kecamatan Tarik, Sidoarjo, dan Tulembang (Yakni Palembang).

Hmmm. Jika kembali ke asal-usul Desa Damarsi dan dikompilasi dengan catatan “Pararaton” sebagaimana yang dinukil dalam ngablak kemarin, juga disebut dalam “Kidung Panji Wijayakrama”, dimungkinkan bahwa puteri resi yang membangun Candi Tawang Alun di Buncitan, Sidoarjo, dan menurunkan Aryo Damar adalah Dara Jingga. Sebagaimana disebutkan, dari ekspedisi Pamalayu yang dilakukan Prabu Kertanegara, raja Singasari terakhir, (selama 17 tahun) pulang membawa dua puteri, yaitu Dara Petak dan Dara Jingga. Dara Petak dikawini Raden Wijaya, sebagai isteri kelima selain empat puteri Kertanegara yang juga dikawini Raden Wijaya. Adapun Dara Jingga dikawini Dewa, sebutan untuk pembesar istana yang masih keluarga raja Singasari, yang bernama panjang Arya Dewa Pu Aditya.

Dalam sejarah tercatat, Dara Jingga adalah puteri seorang raja di Melayu, yakni Kerajaan Pagaruyung. Dari perkawinan inilah lahir Arya Damar, yang disebut juga Adityawarman. Tak heran, ia pun menjadi raja di Pagaruyung karena ia masih keturunan raja di sana dari garis ibu. Soal ini dibuktikan dengan beberapa prasasti, baik yang di Candi Jago, Malang, maupun beberapa prasasti lainnya, terutama tinggalan Adityawarman di Sumatera Barat. Hal itu karena setelah dari ekspedisi Bali, Adityawarman menjadi penguasa di Palembang. Sayangnya buku (Denpasar, 2011) mencatat tahun yang agak rancu karena Adityawarman menjadi raja di Palembang pada 1339, tetapi ikut penaklukan Bali pada 1343.

Meski demikian, jika otak-atik itu mendekati rekonstruksi yang masuk akal, tentu ada kaitan antara masa lalu Damarsi, raja-raja Bali, dan Kerajaan Pagaruyung. Pertanyaannya, kenapa cerita asal-usul Damarsi seakan-akan menyatakan bahwa Arya Damar beroposisi dengan Majapahit. Ehm!

Mudah-mudahan segera dapat disambung!

MA
On Siwalanpanji, 2021
Ilustrasi jepretan sendiri. Bertahun lalu. Teks mengacu pada beberapa sumber.